Kalau Anda penggemar berat kisah-kisah inspirasi atau motivasi, tidak salahnya berhenti sampai di sini saja. Namun kalau Anda memahami kisah-kisah inspirasi dan motivasi yang biasa tersebar, tidak buruk kalau melanjutkan membaca.
Sebelum melanjutkan, saya ingin bertanya, "Seberapa sering para motivator, CEO perusahaan besar, maupun pemuka agama dan tokoh publik menyampaikan nasihat mengenai berpikir positif?" Pastinya tak terhitung, karena pesan-pesan yang disampaikan oleh mereka kebanyakan mengenai berpikir positif, lebih tepatnya "harus berpikir positif".
Kita terus-terusan didorong untuk selalu berpikir positif atas segala hal dan dalam berbagai kondisi, termasuk saat keburukan menimpa. Jargon seperti "there's a calm after a storm", "segala sesuatu mendatangkan kebaikan", atau "ada kemudahan setelah kesulitan", dan masih banyak kalimat mutiara lainnya, acap kali menjadi motivasi yang sering dilontarkan agar kita bangkit dengan tetap berpikir positif atas hal buruk, dan tanpa disadari memaksakan diri untuk selalu berpikir positif menyebabkan pikiran buta dan kita tidak bisa memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang dengan cara yang sehat.
Hidup adalah sebuah sistem keseimbangan yang dibangun dari dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Bukan itu saja, Tuhan pun menciptakan segala sesuatunya secara berpasang-pasangan, seperti positif dan negatif. Laiknya berpikir negatif, berpikir positif akan menjadi sesuatu yang tidak baik jika dilakukan, bahkan dipaksakan terus menerus.
Bukankah baterai baru bisa mengeluarkan energi dan bermanfaat karena ada kutub positif dan negatif yang bekerja berbarengan? Bahkan ion pun mengandung ion positif dan juga negatif. Artinya, dalam menjalani hidup kita tidak melulu harus berpikir positif. Bukan, bukan saya mengajak memiliki pikiran jelek terhadap sesuatu. Melainkan, ada kalanya pikiran positif perlu diimbangi dengan pikiran negatif, sebab terus-terusan berpikir positif bisa menjadi sesuatu yang negatif.
Seperti halnya saat kita sedang sakit dan terpaksa absen ke kantor selama beberapa hari. Awalnya kita akan beranggapan kalau sakit yang kita alami merupakan suatu hal yang negatif. Akan tetapi, saat kita mengubah sudut pandang melalui sisi positif, bisa jadi karena sedang sakit, lah, justru kita bisa beristrahat, sebab selama ini kita bekerja terlalu keras dan tak pernah mengistirahatkan badan. Atau dengan sakit kita bisa bersantai sejenak setelah sebelumnya tidak pernah mengambil cuti selama bertahun-tahun bekerja.
Namun, cukup sampai di situ berpikir positifnya, tidak lebih! Cobalah untuk kembali melihat sisi negatifnya. Bayangkan, seandainya kita jatuh sakit kembali untuk kedua, ketiga, hingga keempat kalinya? Apakah kita masih mau berpikir positif bahwa tubuh kita memang butuh istirahat, atau malah sebenarnya ada yang tidak beres dengan tubuh kita?
Selain akan merugikan perusahaan, kita akan merugi jika terus-terusan sakit. Di samping biaya pengobatan, akan ada biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan jika kita terus-terusan tidak bekerja. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, akan mendatangkan keburukan lebih besar dalam hidup kita.
Yang diperlukan di saat seperti ini bukanlah berpikir positif, namun introspeksi. Pasti ada ketidakberesan dalam diri kita yang menyebabkan kita sakit, karena penyakit datang akibat adanya ketidakseimbangan dalam tubuh, baik keseimbangan secara fisik, mental, maupun pikiran. Eliminasi hal-hal yang menyebabkan ketidakseimbangan tersebut.
Jika penyebabnya adalah jam kerja yang tidak teratur, cobalah untuk bekerja tepat waktu; jika penyebabnya adalah sering telat makan, perbaikilah pola dan jam makan; jika penyebabnya adalah stress akibat pekerjaan yang menumpuk, cobalah untuk mengatur ritme dan muatan pekerjaan agar tidak terlalu membebani pikiran (bahkan Anda bisa menolak pekerjaan tersebut bila memang sudah terlalu menjadi beban).
Jangan terus-terusan berpikir positif dan berprasangka baik terhadap hal buruk yang terjadi pada kita. Pikirkanlah segala sesuatu dari dua sisi: baik dan buruk. Mengapa kita perlu mengetahui yang buruk? Tentu saja, agar kita bisa mengindari terjadinya keburukan tersebut. Dengan mengetahui segala keburukan yang mungkin akan datang, setidaknya kita bisa mempersiapkan diri untuk hal-hal tidak diinginkan dan dapat lebih mawas diri.