Lihat ke Halaman Asli

Asas Psikologi Kurikulum Terhadap Pendidikan Anak

Diperbarui: 5 Januari 2016   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artikel Pendidikan


Asas Psikologis Kurikulum Terhadap
Pendidikan Anak
Oleh: Khairunnisa/221324077

FTK-PBA UIN Ar-Raniry

 

Asas psikologis kurikulum yaitu memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum. Baik psikologis anak yaitu perkembangan anak maupun psikologi belajar atau bagaimana proses belajar anak . Maka aspek psikologis sangat penting agar dapat mencapai pendidikan anak secara maksimal.
Pada umumnya faktor anak masih belum mendapat perhatian yang selayaknya. Salah satu sebabnya ialah karena bahan pelajaran lebih diutamakan. Dan mengharuskan anak untuk menyesuaikan diri dengan bahan itu dengan segala kesulitannya. Dalam hal ini anak dituntut untuk menjadi miniatur orang dewasa dalam menerima pelajaran tanpa memperhatikan latar belakang diri anak secara keseluruhan.

Perkembangan anak secara fisik, emosional, sosial dan mental-intelektual adalah faktor yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Baik dari segi perkembangan diri anak maupun proses belajar anak. Namun terdapat hubungan antara perkembangan aspek satu dengan yang lainnya. Contohnya perkembangan fisik yang cepat dapat mempengaruhi aspek sosial dan emosional.

Anak memperoleh pendidikan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan. Orang tua sangat berperan dalam tercapainya pendidikan yang baik bagi setiap anak. Namun sekolah dan lingkungan juga memberi pengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Pembelajaran yang diterapkan sekolah seharusnya memiliki keterkaitan dengan kondisi keluarga dan lingkungan anak. Pendidikan yang selaras bagi anak baik di sekolah, rumah dan lingkungan, akan lebih menjamin tingkat keberhasilan pendidikan tersebut.

Tokoh pertama yang membuka mata dunia untuk melihat dan memperlakukan anak sebagai anak, bahwa anak itu lain daripada orang dewasa, namun manusia penuh sebagai individu, ialah J.J. Rousseau (1712-1778). Dalam bukunya yang terkenal Emile ia menguraikan fase-fase perkembangan anak, dari kecil sampai dewasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada anak yang menunjukkan perlakuan sesuai dengan sifat perkembangannya .
Rousseau menganjurkan agar anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing . Pendidikan yang telah diterapkan saat ini memang diharapkan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak yaitu kebutuhannya secara jasmaniah, kebutuhan pribadinya, dan kebutuhan sosialnya. Maka anak juga diberikan ruang gerak selain dari pencapaian kognitif di sekolah, yaitu kegiatan ekstrakulikuler. Ekstrakurikuler ini bertujuan untuk mengembangkan bakat anak dan memenuhi rasa ingin tahunya.

Hal ini sejalan dengan John Dewey yang memandang ini sebagai “suatu revolusi” yang menjadikan anak sebagai pusat pendidikan, seperti perubahan yang dicetuskan Cpernicus yang menjadi matahari dan bukan bumi sebagai pusat jagat raya. Bila selama ini anak harus menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa, kini kurikulumlah yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan taraf perkembangan anak. Sekarang tak mungkin lagi kurikulum dikembangkan tanpa memperhitungkan anak dan perkembangannya .

Menyesuaikan kurikulum dengan perbedaan individual anak bukanlah perkara mudah. Orang dewasa yang bertanggung jawab akan hal ini memerlukan pemikiran, kreatifitas, serta keinginan yang kuat agar pendidikan yang diberikan memperoleh hasil yang terbaik. Selain itu perlu usaha untuk mengenal anak secara individual, yaitu dengan mengetahui kebutuhan anak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnnya, kebutuhan anak dapat digolongkan kepada:

1. Kebutuhan Jasmaniah
Setiap anak memiliki kecenderungan untuk bergerak dan menggunakan tubuhnya seperti melompat-lompat dan berlarian. Bahkan untuk anak yang hiperaktif hal ini dapat menyulitkan guru. Namun ini bisa diatasi dengan memberikan mereka stimulus berupa gerakan yang dipadukan dalam pembelajaran atau sebelum pembelajaran inti dimulai. Keseimbangan antara belajar, bermain dan istirahat juga harus diperhatikan agar anak tidak lelah dan bosan.
2. Kebutuhan Pribadi
Anak-anak memiliki dorongan untuk memuaskan rasa ingin tahunya, yaitu mengungkapkan pikiran dan perasaannya melalui berbagai cara. Contohnya: menggambar, menulis, seni suara, olahraga dan lain-lain.
3. Kebutuhan Sosial
Setiap manusia harus hidup secara saling berhubungan satu sama lain. Membimbing anak agar ia menjadi makhluk sosial adalah salah satu fungsi sekolah yang sangat penting. Maka kurikulum yang diterapkan harus lebih memberikan pendidikan bagi anak untuk saling berkomunikasi dan menumbuhkan rasa sosial terhadap orang-orang di sekitarnya.
Jika kurikulum sudah mampu menjawab kebutuhan anak serta sesuai dengan perkembangan psikologis dan psikologi belajarnya, maka pendidikan akan lebih mudah dicapai dan dapat menjamin semangat anak dalam belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline