Polemik Seragam Sekolah di tengah terpuruknya pendidikan
Oleh
Alin FM
Tak dipungkiri, Covid-19 telah membuat wajah dan masa depan pendidikan negeri ini semakin tak menentu. Mulai dari jenjang pendidikan TK/PAUD, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi tutup beralih proses belajar daring di rumah. Perubahan proses belajar mengajar berbasis teknologi digital dan ikut serta peran orang tua untuk membimbing pendidikan para siswa di rumah.
Namun demikian, aktivitas dan proses belajar mengajar harus tetap dilaksanakan dengan segala keterbatasan falisitas dan kompetensi peserta didik maupun pengajar yang dimiliki di seantero Nusantara. Pembelajaran daring menjadi tantangan bagi dunia pendidikan saat ini dengan situasi Indonesia yang memiliki ribuan pulau.
Bagaimana teknologi digital dapat digunakan, bagaimana penyediaan akses internet pada daerah-daerah terpencil dimana barang handphone, laptop dan akses internet pun masih menjadi barang mewah. Ini merupakan tantangan bagi semua pihak, pemerintah harus bekerja keras bersama bagaimana membawa teknologi ke pelosok negeri untuk menjawab permasalahan nyata yang terjadi pada peserta didik yang kurang beruntung dalam hal ekonomi maupun teknologi yang berada di daerah-daerah terpencil.
Belum lagi ancaman kebosanan selama proses daring mengakibatkan stress para peserta didik. Hampir setahun tidak melakukan tatap muka mengakibatkan rasa bosan perkepanjangan tanpa diimbangi motivasi yang kuat untuk melaksanakan pendidikan. Ancaman death education atau kepunahan pendidikan dalam mencintai ilmu dan membentuk kepribadian berkarakter berbudi pekerti luhur.
Di tengah keterpurukan pendidikan akibat pandemi covid-19, Justru pemerintah mengeluarkan SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah. Yang dinilai publik bukan masalah krusial pendidikan saat ini. Masyarakat menilai kebijakan tersebut terlalu berlebihan sampai diurus oleh 3 menteri. Mengapa tidak mengeluarkan SKB 3 menteri tentang kebangkitan pendidikan nasional di tengah pandemi covid-19? Mengapa tidak mengeluarkan SKB 3 menteri untuk menunjang fasilitas belajar selama proses daring dan menangkal death education?
Bicara tentang seragam sekolah notabene atribut agama sangat disayangkan. Seolah seragam sekolah peserta didik muslim adalah sebuah ancaman pendidikan sampai-sampai ada SKB 3 menteri. 3 kementerian turun tangan hingga sampai menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang isinya semacam ancaman dan sanksi, setelah diteliti hanya fokus pada seragam yang bersinggungan dengan kerudung para siswi. Jadi, bila disimpulkan, SKB ini adalah Islamphobia. Haruskah 3 kementerian sampai harus kebakaran jenggot dan ikut mencampuri urusan seragam yang berdampak baik untuk pergaulan para siswi di masa depan?
Walhasil, kebijakan ini hanyalah menambah pusing para pengajar dan peserta didik, dan stakeholder pendidikan terkait saat ini. Karena persoalan terpuruknya pendidikan saat ini bukanlah persoalan seragam.
Fakta ini menunjukkan, bahwa nampaknya pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memang tidak siap dengan situasi pandemic ini. Dalam melawan pandemic Covid-19 ini, Kemdikbud seolah latah, mati cara dan kehabisan daya kreasi untuk menghadirkan pembelajaran inovatif tapi juga memastikan semua Standar Nasional Pendidikan dapat tercapai meski dalam situasi pandemic seperti sekarang ini. Kebanyakan proses daring hanyalah sebuah narasi mengajar singkat bahkan tanpa aplikasi. Fatalnya, 3 kementerian malah mengurusi urusan seragam sekolah untuk mengalihkan persoalan pendidikan sebenarnya.
Sebelum Covid-19 mewabah, realitas dunia pendidikan kita sudah mempunyai banyak pr yang harus diselesaikan. Mulai dari permasalahan pendidikan yang muncul dari perspektif sistemnya sampai permasalahan pendidikan yang muncul sebagai suatu sistem yang kompleks.
Mengarah kepada pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional itu sendiri sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 bahwa "Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air".