Stress. Kondisi mental yang umum dialami oleh siapa saja. Pemicunya tentu beragam ya, Guys. Hati yang terlalu sensitif, maksudnya apapun selalu jadi beban. Bisa juga disebabkan oleh lingkungan yang multikultur dengan penghuni yang tidak semuanya cuek. Tingkat ke-kepo-an tinggi, gibah merajalela hingga condong ke fitnah yang akhirnya menjadi toxic untuk mental. Lalu bisa juga dicetuskan oleh masalah yang memang membebani mental pribadi yang bersangkutan.
Stress yang ditimbulkan oleh sensasi penat (bisa karena pekerjaan, beban belajar, tugas rumah tangga) cenderung lebih mudah dialihkan dengan peregangan ringan. Kegiatan untuk melepas penat pun fleksibel. Pribadi yang satu dengan yang lain tentu tidak bisa dibandingkan karena yang tahu kondisi stress adalah yang bersangkutan. Jika fisik sudah bugar, jiwa sudah segar, beban dapat terselesaikan sebagai bentuk tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. Mental pun segera pulih dari stress ringan.
Ada lagi stress yang disebabkan beban batin pribadi yang bersangkutan. Mental yang terlalu lama dijejali dengan kondisi seperti ini akan semakin terganggu. Pada awalnya mungkin bisa diam terus berlanjut ke uring-uringan bahkan ada yang hingga terlanjur ke tindak anarkis.
Pribadi yang menyadari kondisi psikisnya tidak sedang baik-baik saja akan lebih mudah penanganannya. Kuncinya adalah komunikasi yang nyaman dengan orang terdekat. Keterbukaan akan membantu proses penyembuhan dan problem solving yang kondusif.
Apakah gangguan jiwa sama dengan gila?
Mindset jika datang ke rumah sakit untuk konsultasi kejiwaan sudah dipastikan gila menjadi alasan penderita untuk menghindari psikiater. Jika hal ini dibiarkan tentu akan semakin menghambat pemulihan kondisi mental dari pribadi yang bersangkutan.
Yang harus dilakukan adalah pendekatan emosional pada penderita. Dukung mental yang bersangkutan dengan sugesti yang positif agar rasa percaya diri kembali muncul. Konsultasi bukan untuk menerima vonis gila melainkan mengeluarkan segala macam uneg-uneg.
Psikiater pun bukan hakim yang harus ditakuti dengan segala macam postulat yang endingnya : ok, ini mah gila. Fix, no debat. Gila tidak bisa sembarangan diputuskan apalagi hanya gara-gara satu kali konsultasi.
Psikiater akan mengurai masalah, pemicu, jenis penanganan lanjutan secara medis atau non medis, terapi apa yang harus dijalani atau cukup dengan hati yang bahagia semua selesai. Simple dan tidak menyeramkan kok, Guys. Apalagi dokter yang menangani penderita gangguan jiwa itu terkenal lemah lembut dan ramah.
Apa yang harus kita lakukan jika kita sendiri merasa terganggu jiwanya, mental seolah terbebani hal-hal yang krusial, stress tingkat dewa, labil dalam manajemen emosi, tiba-tiba menangis atau mendadak marah tanpa kendali?
Kita bersyukur jika masih diberi kesadaran bahwa jiwa kita tidak sedang baik-baik saja. Mental kita butuh sesuatu agar selamat dari penderitaan yang lebih parah. Berdamai dengan hati.