Lihat ke Halaman Asli

Afi

pembelajar

Menelusuri "Mata Jiwa Tak Berbatas"

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13979679421315606959

[caption id="attachment_320694" align="aligncenter" width="384" caption="TUNA NETRA : Slamet Pamuji dan Kristina/ foto: Danu Sukendro"][/caption]

AKU sudah berjanji. Dan, berulangkali pula janjiku ditagih Mas Slamet Pamuji.
"Kapan? Katanya mau nyuting aku?"
Lagi-lagi aku hanya garuk-garuk kepala, sembari menjanjikan waktu yang tepat. Alasan klasik. Lagi sibuk.
Aku sudah pernah menulisnya di kompasiana. Tentang Pamuji dan Kristina. Pasangan suami istri tuna netra. RUmahnya sederhana di sekitar pasar Pesantren, Kota Kediri.
Mereka musisi. Pamuji menguasai segala alat musik. Spesialisnya, keyboard. Dia juga mengajar musik di sebuah SLB. Muridnya tuna netra. Dia kerap mengarang lagu. Sedangkan, istrinya seorang penyanyi.
Risetku tentang kehidupan Pamuji boleh dibilang sudah tuntas tas. Kami akrab. Dia sering meneleponku. Setahun berselang, sejak kuutarakan, film dokumenter yang kujanjikan tak segera kueksekusi.
Hingga kabar di twitter 'memaksa' aku memenuhi janji, September 2013. Ada Festival Film Disabilitas di Jogjakarta. Dia begitu bersemangat, ketika kuutarakan rencana pengambilan gambar. Istrinya juga tak keberatan.
Aku mengajak dua kameramen TV lokal Fedho dan Adhit. Dalam sepekan, kami mengambil gambar Pamuji dan Kristina. Pasangan suami istri ini cukup kooperatif. Mereka enjoy, meski tak sedikit harus mengulang.
Kemandirian mereka. Optimisme menatap hidup. Kebahagiaan diantara keterbatasan fisik. Nilai-nilai itu yang ditampakkan oleh pasangan suami istri tuna netra ini.
Beberapa scene. Aktivitas di rumah. Mengajar di SLB. Bermain musik di sebuah radio swasta. Tak terduga, lagu ciptaan Pamuji yang dinyanyikan istrinya menjadi hit di radio tersebut.
Kesibukan luar biasa. Fedho dan Adhit juga punya tanggung jawab kantor. Kadang, mereka nggak bisa bantu. Bahkan, Fedho sempat kecelakaan. Motornya ditabrak, saat hendak take gambar. Belum lagi, beberapa rekan editor yang kuhubungi lagi sibuk, banyak garapan.
Setelah 'melekan' beberapa hari, film yang kuberi judul "Mata Jiwa Tak Berbatas" itu kelar juga. Ini link- videonya.  http://www.youtube.com/watch?v=MxaNbqeH0To
Kukirimkan ke Jogja. Tak terlalu optimis. Ini bagian dari belajarku. Begitu diumumkan masuk nominasi tujuh besar, aku sudah bersyukur. Aku ke Jogja. Tak kusangka, film itu akhirnya menjadi pemuncak alias juara satu di Festival Film Disabilitas.  Alhamdulillah...
***
Pamuji menimang keyboard yang baru diterimanya. Setelah itu, beberapa tuts ditekan. Dia memainkan beberapa lagu, ciptaannya.
"Siip," Pamuji menyeringai puas.
Pamuji pemusik. Namun, dia tak punya keyboard. Dia mengandalkan keyboard milik grup musiknya. Ketika menerima order sendiri, dia harus menyewa.
Itulah yang menggerakkan aku, Fedho dan Adhit untuk menghibahkan hadiah untuk membelikan Keyboard bagi Pamuji.
Suatu kali, aku berdiskusi dengan Pamuji. Ada perusahaan jamu yang mungkin bisa membantu biaya operasi mata-nya, agar bisa melihat lagi.
Pamuji menolak. "Dengan kondisi seperti ini saja, saya sudah bahagia. Apa dengan bisa melihat, menjamin saya bisa lebih bahagia?" tanyanya..
???
***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline