Lihat ke Halaman Asli

Eksistensi Gong Belek terhadap Kecimol di Desa Sukadana

Diperbarui: 1 April 2017   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan berkembangnya zaman saat ini membuat budaya adat asli di tiap daerah mulai terlupakan, terlebih dalam hal buaya adat sasak yang dulunya menggunakan gong blek untuk mengiringi pengantin saat acara nyongkolan, kini mulai tergantikan oleh budaya modern yaitu kecimol.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kecimol lebih digemari oleh masyarakat saat ini dari pada gong belek khususnya di daerah NTB ( Pulau Lombok ). Masyarakat di wilayah Pulau Lombok saat ini lebih tertarik untuk menggunakan jasa kecimol dari pada gong belek dalam acara nyongkolan ( perkawinan ) adat sasak. Karena masyarakat saat ini menganggap kecimol merupakan perwujudan dari budaya modern, sedangkan gong belek dianggap sudah ketinggalan zaman.

Tetapi dalam perkembangan budaya tersebut tidak diiringi dengan berkembangnya nilai-nilai moral yang terkandung di dalam budayat tersebut. Hal ini terbukti pada budaya modern kecimol tersebut. Kecimol saat ini sangat identik dengan musiknya yang dimana dia menggunakan music modern, yang di bawakan oleh para anak muda sambil menari-nari karena terbawa oleh pengaruh minuman keras/ Tuak ( bahasa sasak ). Meskipun demikian kecimol tetap di gemari oleh mayoritas masayarak Pulau Lombok.

Namun terdapat sebuah desa di Pulau Lombok tepatnya di desa Sukadana kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur yang  masyarakatnya lebih menggemari gong blek daripada kecimol. Di wilayah desa Sukadana ini, masyarakatnya cendrung lebih tertarik untuk menggunakan jasa gong belek atau menyaksikan gong belek daripada kecimol. Karena masyarakat lebih senang menyaksikan penampilan tradisional yang di tunjukan oleh gong belek tersebut. Tetapi terkadang ada masyarakat di desa Sukadana memilih untuk menggunakan jasa kecimol dalam acara nyongkolannya.

Di desa Sukadana ini selain berdiri 4 sanggar gong belek, ada juga sekelompok anak muda membentuk atau membangun sebuah sanggar untuk kecimol. Meskipun terdapat sanggar atau grup kecimol di desa Sukadana, masyarakatnya jarang mau untuk menggunakan jasa kecimol tersebut dan lebih memilih untuk menggunakan jasa gong belek. Tetapi sanggar atau grup kecimol tersebut lebih sering di sewa oleh masyarakat diluar desa Sukadana ketimbang masyarakat desa Sukadana sendiri.

Bisa tergambarkan bahwa di desa Sukadana, masyarakatnya masih ingin menjaga bahkan ingin melestarikan budaya adat gong belek dan tidak begitu terpengaruh oleh perkembangan zaman yang membuat budaya adat asli masing-masing daerah menjadi pudar dan tergantikan oleh budaya baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline