Lihat ke Halaman Asli

Danuanda Restu

Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Syariah

Kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 : Perspektif Teori MPC dan MPS

Diperbarui: 26 Desember 2024   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi Kota Jakarta (Sumber: Generative Image by Leonardo AI)

Pada akhir November 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Nasional Tahun 2025 sebesar 6,5 persen. Kebijakan ini juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.

Menurut Keterangan Pers Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 29 November 2024, disampaikan bahwa, “Upah Minimum ini merupakan jaringan pengaman sosial yang sangat penting bagi pekerja yang bekerja di bawah 12 bulan dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak. Untuk itu, penetapan Upah Minimum bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja, dengan tetap memperhatikan daya saing usaha.”

Sehingga dapat dikatakan bahwa kenaikan upah minimum nasional ini merupakan salah satu langkah pemerintah untuk dapat meningkatkan daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan standar kebutuhan hidup layak (KHL) serta daya saing usaha. Namun, bagaimana efeknya terhadap para pekerja dan dunia usaha apabila ditinjau dari teori Marginal Propensity to Consume (MPC) dan Marginal Propensity to Save (MPS)?

Pengertian MPC dan MPS

Marginal Propensity to Consume (MPC) adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar proporsi dari tambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi. Dalam istilah sederhananya, MPC digunakan untuk mengukur seberapa banyak individu atau rumah tangga akan menghabiskan dari setiap tambahan uang yang mereka terima. Misalnya, jika seseorang mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp100.000 dan memutuskan untuk menghabiskan Rp75.000 dari jumlah tersebut, maka MPC-nya adalah sebesar 0,75. Sehingga, rumus menghitung MPC adalah :

MPC = ΔC / ΔY

ΔC adalah perubahan dari konsumsi

ΔY adalah perubahan dari pendapatan

Sedangkan, Marginal Propensity to Save (MPS) adalah ukuran yang menunjukkan proporsi dari tambahan pendapatan yang ditabung oleh individu atau rumah tangga, alih-alih dibelanjakan untuk konsumsi. MPS mencerminkan seberapa besar persentase dari peningkatan pendapatan baru yang tidak digunakan untuk konsumsi, tetapi disimpan sebagai tabungan. Misalnya, jika seseorang mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp100.000 dan memutuskan untuk menabungnya sebanyak Rp50.000 dari jumlah tersebut, maka MPS-nya adalah sebesar 0,5. Sehingga, rumus menghitung MPS adalah :

MPS = ΔS / ΔY

ΔS adalah perubahan dari tabungan

ΔY adalah perubahan dari pendapatan

MPC dan MPS sangat berkaitan erat, bahkan dapat dikatakan sebagai dua sisi mata koin yang saling bertolakbelakang, karena ketika seseorang memutuskan untuk menabungkan sejumlah uang dari tambahan pendapatannya, maka secara otomatis sisa dari tambahan pendapatan yang tidak ditabungnya tersebut akan ia belanjakan (konsumsi). Sehingga secara rumus hubungan keduanya adalah MPC + MPS = 1.

Kenaikan Upah Minimum dan Dampaknya Terhadap Konsumsi dan Tabungan

Sebelum melanjutkan, perlu diketahui bahwa perilaku konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah sangat dipengaruhi oleh besaran pendapatan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa hubungan antara pendapatan dan konsumsi bersifat proporsional, yakni semakin besar pendapatan atau bertambahnya pendapatan, maka semakin besar juga tingkat pengeluaran untuk konsumsinya.

Kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 di berbagai daerah tentu akan berdampak pada pola perilaku konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, yang mana pada akhirnya akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini, apabila dikaitkan dengan teori MPC, maka kemungkinan besar yang akan terjadi pada masyarakat berpenghasilan rendah adalah peningkatan konsumsi yang proporsional dengan kenaikan tambahan pendapatan sesuai dengan penetapan Upah Minimum yang baru.

Peningkatan konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut akan berdampak signifikan pada sektor penyedia barang dan jasa kebutuhan pokok, karena peningkatan konsumsi akan mendorong tingkat permintaan barang dan jasa secara nasional. Tingkat konsumsi yang lebih tinggi ini akan memicu multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang dipicu oleh peningkatan jumlah konsumsi kebutuhan pokok. Namun demikian, jika peningkatan permintaan ini tidak diantisipasi dengan tepat, seperti menjaga tingkat ketersediaan pasokan barang dan jasa yang memadai, dikhawatirkan akan memicu risiko terjadinya inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa.

Di lain sisi, apabila dikaitkan dengan teori MPS, maka kenaikan Upah Minimum Nasional Tahun 2025 dapat berpotensi mengurangi proporsi penghasilan tambahan yang ditabung oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa kenaikan MPC berbanding terbalik dengan kenaikan MPS. Dalam kasus ini, masyarakat berpenghasilan rendah kemungkinan akan menggunakan porsi tambahan pendapatan mereka untuk konsumsi barang-barang kebutuhan pokok dan bukan untuk menabung.

Kenaikan Upah Minimum dan Dampaknya Terhadap Dunia Usaha

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline