Film X-Men: Dark Phoenix mengambil setting satu dekade setelah event X-Men: Apocalypse atau tepatnya tahun 1992. Di masa tersebut, dunia sudah berubah banyak dari apa yang kita lihat di film sebelumnya.
Salah satunya, masyarakat tidak lagi mengusik, mengganggu atau bahkan mengisolir para mutan seperti sebelumnya. Sebagai gantinya, X-Men: Dark Phoenix menunjukkan setting di mana mutan serta manusia telah hidup harmonis dan pemerintah Amerika Serikat memperkerjakan X-Men sebagai "superhero" mereka.
Bagaikan agen pemerintah, X-Men bertanggung jawab atas misi-misi sulit yang dirasa oleh pemerintah tidak mampu dikerjakan manusia biasa. Misi terbaru mereka, yang menjadi pembuka dari X-Men: Dark Phoenix, adalah menyelamatkan para astronot yang terancam serangan solar flare di luar angkasa. Professor Charles Xavier tanpa ragu menerima misi tersebut meski telah mendapatkan peringatan dari Raven / Mystique dan Hank McCoy / Beast mengenai resikonya.
Sebagaimana dilihat dari film yang tayang pada acara screening film X-Men: Dark Phoenix yang diadakan pada Selasa, 11 Juni 2019 di Cinema XXI Senayan City, misi tersebut tidak berjalan mulus.
Meski para astronot berhasil diselamatkan, Jean Grey / Phoenix (Sophie Turner) terpapar (dan bahkan menyerap) radiasi solar flare yang mengancam para astronot tersebut. Selanjutnya sudah bisa diduga, Jean Grey tetap hidup walau solar flare yang menghajarnya membuatnya menjadi bom waktu berjalan.
Salah satu permasalahan di film ini sudah keliatan sejak Jean Grey mendapatkan kekuatan phoenix-nya. X-Men: Dark Phoenix melupakan sebagian besar pengembangan karakter Jean Grey yang sudah terjadi di X-Men: Apocalypse. Sutradara Simon Kinberg sepertinya lupa, atau mungkin sengaja melupakan, bahwa Jean Grey sudah menunjukkan kemampuan phoenix-nya sejak di X-Men: Apocalypse. Dengan memberi Jean Grey origin baru, apa yang terjadi di X-Men: Apocalypse menjadi sia-sia.
Setelah dibuka dengan baik pada awal film, menjelang babak kedua, kisahnya justru mulai menurun, terutama sejak karakter Vuk yang diperankan oleh Jessica Chastain diperkenalkan. Penonton mungkin tidak lagi memerlukan latar karakter protagonis, namun sosok antagonis ini tidak memiliki karisma sama sekali dengan bermodal rambut putih dan wajah yang dingin, serta gaya akting kakunya.
Tampaknya Jessica Chastain tersia-sia dalam perannya sebagai alien bernama Vuk yang mengambil alih tubuh manusia dan berteman dengan Jean Grey. Vuk berencana menggunakan kekuatan Jean Grey agar alien bisa mengambil alih Bumi. Dengan ekspresi pasif sepanjang film, Vuk tidak pernah nampak culas atau berbahaya.
Fokus kisahnya kini hanya pada karakter Jean Grey dan memang terasa dalam beberapa momen merupakan sedikit pengulangan alur kisah X-Men: The Last Stand yang juga fokus pada karakter yang sama.
Berbeda dengan film-film X-Men sebelumnya, kisahnya berjalan dengan tempo lambat dengan orientasi ke drama ketimbang aksi. Alur kisahnya yang terlalu mudah diantisipasi juga membuat perjalanan adegan demi adegan terasa melelahkan karena tak ada kejutan sama sekali.