Subsidi merupakan salah satu program yang biasanya kita dengar dan rasakan yang berasal dari agenda pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, bentuk subsidi dapat berupa bantuan keuangan dan komoditas, misalnya pangan dan pertanian. Dalam keberjalanannya, agenda subsidi ini telah merambat ke pelbagai sektor kehidupan, misalnya subsidi kesehatan dan pendidikan yang merupakan implementasi dari konsep negara kesejahteraan (welfare state). Konsep subsidi pun, telah berkembang secara massif pada pelbagai orde atau rezim yang ada di Indonesia.
Pada orde lama misalnya, dari data dan informasi Kementerian ESDM dan PT Pertamina, terjadi penyesuaian harga BBM di masa pemerintahan Presiden Sukarno yang dilakukan pada tahun 1965 dan 1966. Gambaran penyesuaian harga BBM sebagai berikut; subsidi bensin jenis Premium dan Solar untuk kendaraan, serta Minyak Tanah untuk kebutuhan rumah tangga. Harga BBM pada 22 November 1965 yakni Rp0,30/liter untuk Premium, Rp0,20/liter untuk Minyak Tanah dan Rp0,20/liter untuk solar. Kemudian, terjadi perubahan harga pada 3 Januari 1966 di mana Premium Rp1/liter, minyak tanah Rp0,60/liter dan solar Rp0,80/liter. Penyesuaian kembali terjadi pada 27 Januari 1966 yakni untuk Premium Rp0,50/liter, Minyak Tanah Rp0,30/liter, dan Solar Rp0,40/liter.
- Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, BBM bersubsidi tercatat sekitar 21 kali melakukan penyesuaian harga. Meski begitu, penyesuaian harga BBM bersubsidi pada masa Soeharto tidak selalu dilakukan secara serentak untuk semua jenis BBM bersubsidi. Penyesuaian diberlakukan untuk satu jenis, dua jenis, atau tiga jenis BBM subsidi. Pada 1967, harga Premium dibanderol Rp4/liter. Sedangkan, di penghujung masa jabatannya pada 1998, harga Premium menjadi Rp1.000/liter. Berikutnya, harga Minyak Tanah dari Rp1,8/liter (1967) berubah menjadi Rp280/liter (1998). Sementara, Solar dari Rp3,5/liter (1967) menjadi Rp550/liter (1998).
Pada masa reformasi awal yakni dimasa Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, yang menjabat sejak 21 Mei 1998-20 Oktober 1999, harga BBM bersubsidi sama dengan harga terakhir pemerintahan Presiden Soeharto. Selama menjabat sebagai presiden, BJ Habibie tidak melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
- Masa Presiden Abdurrahman Wahid
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang menggantikan BJ Habibie sejak 20 Oktober 1999-23 Juli 2001, diketahui menjabat sekitar dua tahun. Pada masa kepemimpinannya, tercatat enam kali melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Adapun penyesuaian harga BBM bersubsidi di masa Presiden Abdurrahman Wahid relatif sama dengan pemerintahan Presiden Soeharto, yakni tidak selalu diberlakukan secara bersamaan untuk semua jenis. Pada Oktober 2000, harga Premium yakni Rp1.150/liter, Minyak Tanah Rp350/liter dan Solar Rp 600/liter. Berikutnya, pada 2001 harga Premium Rp1.450/liter, Minyak Tanah Rp1.289/liter dan Solar Rp1.250/liter.
- Masa Presiden Megawati Soekarnoputri
Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri tercatat 18 kali melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Sebagaimana seperti pemerintahan terdahulu, penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak selalu diberlakukan serentak terhadap semua jenis BBM subsidi. Adapun posisi harga BBM bersubsidi pada Agustus 2001 yakni Premium Rp1.450/liter, Minyak Tanah Rp1.205/liter dan Solar Rp 1.190/liter. Kemudian, pada Oktober 2004 harga Premium berubah menjadi Rp1.810/liter, Minyak Tanah Rp1.800/liter dan SolarRp 1.650/liter.
- Masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Pada masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama menjabat selama 10 tahun (20 Oktober 2004-20 Oktober 2014), Presiden SBY tercatat melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi sebanyak delapan kali. Untuk Premium yang awalnya Rp1.810/liter pada November 2004, berubah menjadi Rp6.500/liter pada Oktober 2014. Dalam rentan waktu yang sama, Minyak Tanah berubah dari Rp1.800/liter menjadi Rp2.500/liter dan Solar dari Rp1.650/liter menjadi Rp5.500/liter.