Lihat ke Halaman Asli

Danu Darpito

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tugas Menumpuk; Siswa Terpuruk

Diperbarui: 11 Desember 2020   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Berbicara mengenai pandemi, sistem pembelajaran jarak jauh yang diterapkan sekolah selama pandemi Covid-19 memiliki sejumlah tantangan, baik bagi orangtua, dan siswa. Kebutuhan kuota internet tentunya menjadi tambahan biaya yang mesti dikeluarkan oleh orangtua untuk belajar anaknya. Kendala lain diungkapkan oleh siswa yang mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh. Menurutnya, komunikasi jarak jauh tak optimal dibanding dilakukan secara langsung.

Sistem pembelajaran jarak jauh memang memiliki sejumlah kendala. Namun, langkah ini mesti dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Kini, solusi mesti dicari agar pembelajaran jarak jauh jadi lebih optimal. Meski memiliki sejumlah kendala, pembelajaran jarak jauh juga berdampak pada hubungan anak, dan orangtua di rumah selama masa pandemi.

Berdasarkan data litbang Kompas, yang didapat melalui survei daring pada 7-11 Juli 2020. Sebanyak 28,5 persen responden menyatakan pembelajaran jarak jauh membuat anak dan orangtua belajar bersama dengan membahas beragam topik. Sedangkan, 34,1 persen anak memanfaatkan waktu di rumah untuk mengerjakan tugas dari sekolah. 

31,5 persen mengerjakan kelas daring dari sekolah. 2,6 persen mengikuti kursus tambahan, dan 3,3 persen menjawab lainnya. Sistem pembelajaran jarak jauh memang memiliki sejumlah kendala. Namun, langkah ini mesti dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran covid-19. Kini, solusi mesti dicari agar pembelajaran jarak jauh jadi lebih optimal.

Berbicara tugas yang menumpuk, ini membuat siswa di daerah Kalimantan Utara memutuskan bunuh diri. Dilansir dari Tribunews, ada kasus siswa SMP nekat bunuh diri karena stres dengan tekanan belajar daring PJJ. Kali ini, siswa bunuh diri karena PJJ terjadi di salah satu SMP di Tarakan, Kalimantan Utara. Siswa SMP berusia 15 tahun itu ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi tempat tinggalnya.

Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan, Retno Listyarti, menuturkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) oleh sekolah di masa pandemi Covid-19 ini kembali memicu depresi dan membuat seorang siswa nekat bunuh diri. Ini adalah kasus ketiga siswa meninggal dengan faktor utama penyebabnya karena beratnya menjalani PJJ. Yang pertama siswi SD berusia 8 tahun, dan kedua siswi SMA di Gowa yang bunuh diri dengan menengak racun," kata Retno kepada Warta Kota, Jumat (30/10/2020).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, kata Retno, menyampaikan duka mendalam atas wafatnya seorang siswa di salah satu SMP di Tarakan itu. Tewasnya siswa yang berusia 15 tahun tersebut mengejutkan kita semua, apalagi pemicu korban bunuh diri adalah banyaknya tugas sekolah daring yang menumpuk yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Padahal syarat mengikuti ujian akhir semester adalah mengumpulkan seluruh tugas tersebut, kata Retno.

Dari berita tersebut belajar di masa pandemi saat ini tentu banyak tantangannya. Siswa dituntut agar dapat memahami dan harus bisa mengatur waktu belajar di rumah karena itu adalah tantangan yang baru bagi kita. Banyak siswa yang mengeluh karena tugas menumpuk dan lain sebagainya, namun jika dilihat dari segi faktornya menurut saya, faktor pertama dipegaruhi oleh faktor internal (diri sendiri) yaitu sering menunda-nunda waktu untuk mengerjakannya, kurangnya memahami materi atau tugas yang diberikan, kurangnya memahami cara penggunaan tekhnologi serta terlalu menyepelekan tugas yang diberikan. 

Alhasil tugas menumpuk dengan dikejarnya deadline, sedangkan faktor eksternalnya yaitu keterbatasan biaya untuk membeli paket internet serta sinyal yang tidak selalu memadai. 

Nah, banyak yang mengeluh dengan faktor ini yaitu perihal jadwal yang tidak tentu dan terkadang beberapa guru menyampaikan materinya kurang maksimal serta memberi banyak tugas dengan waktu yang sebentar. Ini adalah alasan siswa menjadi bosan dan jenuh, terkadang siswa merasa bingung harus mengerjakan tugas yang mana terlebih dahulu bahkan sampai dapat mempengaruhi psikis siswa itu sendiri.

Perlu kita pahami bahwa ini adalah tugas bersama. Kita harus saling memikirkan solusi terbaik, dari mulai bagaimana guru sesuai jadwal untuk mengajar dan bagaimana memberikan tugas, dan kita sebagai siswa harus bertanggung jawab atas kewajiabn kita sebagai siswa dengan cara tidak menunda-nunda dalam mengerjakan tugas agar kita kedepannya tidak kesusahan dan kebungungan. harus memiliki jadwal kegiatan agar jelas hari ini kita ingin melakukan apa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline