Tepat dua hari yang lalu, 26 September, merupakan hari yang bersejarah bagi saya. Gimana nggak? Perjalanan lima tahun kuliah akhirnya mencapai titik puncaknya.
Kemarin secara de facto dan de jure, saya lulus sidang ujian skripsi S1. Alhamdulillah.
[caption caption="w/ Ellyanasari S. Pd"][/caption]
Senang? Iya. Bersyukur? Banget.
Kok banget? Iya kalo diingat-ingat masa ngerjain skripsi sekitar satu tahun penuh dengan peluh dan nguras emosi.
What? Satu tahun? Kok selama itu? Mari dengarkan bapak peri cerita.
Iya, saya adalah mahasiswa angkatan 2010 di sebuah sekolah tinggi swasta di provinsi Lampung, ngambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Pada masa kuliah regular, semuanya lancar. Dari semester 1 sampai semester 7 berjalan cukup memuaskan. Dari mastama (masa taaruf mahasiswa) atau bahasa lainnya ospek, Praktek Pengabdian Masyarakat (PPM), Praktek Perkuliahan Lapangan (PPL), dan kegiatan lainnya berjalan oke-oke saja.
Nah, pas semester 7 mendekati akhir sebenarnya saya sudah mengajukan judul skripsi, dan secara resmi dapat SK pada Januari 2014. Memasuki semester 8 ada sedikit silap ngatur susunan mata kuliah. Seharusnya pada semester ini sudah lowong, masih harus diisi satu mata kuliah, yaitu Cross Cultural Understanding (CCU).
Semester 8 start bulan Maret 2014 dijalani dengan lapang dada, selapang stadion sepakbola. Lebar dan dipenuhi rumput, iya rumput-rumput malas. Malasnya menjalar, bukan cuma untuk datang kuliah, tapi juga untuk ngegarap skripsi.
Disisi lain, banyak teman-teman seangkatan sudah ngegarap skripsi. Sudah bimbingan, seminar proposal (skripsi), penelitian skripsi, bahkan ada yang di bulan Februari 2014 sudah sidang ujian skripsi. What a cruel university world! Kejam banget ya dunia perguruan tinggi, nggak ada setunggu-tungguan, nggak ada lulus bareng. Haha *ngelus dada*
Skripsyetan Sindrome malah tambah menjadi. Bukan mulai ngegarap, saya malah asyik dengan kerjaan lain. Selain ngurusin toko pribadi yang masih tahap belajar wirausaha, kerjaan lain sebagai freelance tour guide juga bikin terlena.