Lihat ke Halaman Asli

Danura Lubis

Penulis Isi Hati dan Pikiran

Jangan Lupa Untuk Lupa

Diperbarui: 16 April 2024   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jangan lupa untuk lupa!” Mungkin itulah judul yang ingin saya pakai dalam tulisan kali ini. Baru saja kita merayakan hari Raya Idul Fitri 1445 H. Kita pun masih berada di bulan Syawal. Nah, para Pembaca yang budiman, sebagaimana biasa setiap kali lebaran kita punya tradisi berkumpul serta bermaaf-maafan bersama keluarga, kerabat, sahabat dan tetangga. Tradisi ini entah bagaimana awalnya dan sepertinya juga tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. Namun demikian, tradisi seperti ini tetap baik dan punya nilai positif untuk kita lestarikan.

Akan tetapi, sayangnya tiap kali berkumpul bersama keluarga, sahabat maupun kerabat, kita berjumpa lagi dengan orang-orang yang mungkin sebelumnya ada hubungan yang tidak baik dengan kita. Entah orang itu pernah menyakiti hati kita, pernah merendahkan diri kita, memfitnah nama baik kita, atau mungkin orang itu punya utang sama kita. Parahnya, sampai saat ini orang tersebut seperti orang “amnesia”. Hilang ingatan soal utang tiap ketemu dengan kita. Walau sudah beberapa kali ditagih, orang ini terus saja minta tambahan waktu. Layaknya tim sepakbola yang ketinggalan satu kosong. Berharap wasit terus memberi tambahan waktu pada timnya.

Sebetulnya, kita malas bertemu mereka, tapi setiap momen lebaran mau tak mau kita ketemu lagi dengan mereka. Mereka ini bisa keluarga kita, sahabat kita, teman kerja kita, teman bisnis kita, bisa juga tetangga dekat kita. Walaupun lebaran itu sering dimaknai sebagai ajang untuk saling memaafkan, akan tetapi realitanya hati kita belum 100% bisa menerima apa yang sudah orang itu perbuat pada kita. Terutama soal utang yang belum dibayar! Rasanya susah sekali untuk ikhlas, apalagi saat melihat status medsosnya. Orang ini sedang liburan, beli barang baru yang harganya mahal, sudah pasti hati kita akan jengkel dan berkata, “liburan bisa, belanja bisa, giliran bayar utang gak bisa!”.

Apakah ada dari Pembaca sekalian yang mengalami hal yang saya ceritakan tadi? Saya sendiri pun juga sama. Rasanya ikhlas untuk bisa menerima perbuatan orang lain itu berat sekali. Nah, para Pembaca sekalian, memang ada saatnya bagi kita mengingatkan pada diri masing-masing untuk “jangan lupa untuk lupa”. Maksudnya gimana? Kenapa jangan lupa untuk lupa? Karena memang sebaiknya, kita lupa akan kelakuan orang yang menyakiti kita, lupa akan hinaan orang lain pada kita, lupa akan utang orang lain pada kita, meskipun yang satu ini pasti sulit sekali, ya?

Nah, kenapa saya mengajak untuk lupa? Karena begini para Pembaca yang budiman, sebagai manusia biasa kita ini sering kali mudah berkata maaf atau berkata, “saya maafkan Anda, gue maafin lo.” Tapi sebetulnya hati kita belum mampu untuk benar-benar memaafkan. Apalagi menerima apa yang sudah orang lain perbuat. Akhirnya yang terjadi adalah setiap momen Idul Fitri karena kita sudah terlanjur memaafkan dia dan kita harus bertemu lagi dengannya di acara kumpul keluarga atau acara kantor yang sering kita sebut “halal bihalal”, kita malah merasa tidak nyaman tiap berpapasan dengannya. Parahnya lagi, kita malah menggibah dia dengan keluarga yang lain atau dengan teman-teman lain di belakang dia. Ujung-ujungnya momen lebaran itu cuma jadi sekedar ritual tahunan rutin saja.

Kemudian apakah dengan melupakan itu berarti kita betul-betul tidak ingat dengan perbuatan orang lain pada kita? sama sekali tidak! Apalagi soal utang? Wah, itu pasti akan terus terlintas di kepala! Terlebih tiap ketemu orangnya. Lantas apa yang dimaksud dengan konsep “jangan lupa untuk lupa”? Sederhananya begini, tiap kali kita lupa biasanya ada hal lain yang kita fokus pikirkan atau kerjakan. Sehingga hal yang lain bisa terlupakan. Contohnya begini, suatu hari kita telat berangkat kerja karena bangun kesiangan. Otomatis, fokus kita di saat itu adalah buru-buru berangkat kerja secepatnya. Supaya tidak telat sampai kantor. Karena bila telat gaji kita akan dipotong. Nah, karena fokus cuma supaya cepat sampai kantor, kita malah lupa membawa dompet. Kurang lebih seperti itu.

Ada lagi satu konsep yang menarik bagi saya. Apakah para Pembaca sekalian pernah dengar yang namanya “dikotomi kendali”? Dalam buku “Filosofi Teras”, dijelaskan apa yang dimaksud “dikotomi kendali”. Dalam hidup ini akan selalu ada dua hal. Hal pertama adalah hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan atau diluar kendali kita, dan hal kedua adalah hal-hal yang bisa kita kendalikan atau didalam kendali kita, kita berkuasa atasnya.

Hal yang berada diluar kendali kita itu seperti yang tadi saya ceritakan. Perbuatan orang lain terhadap kita, opini orang lain tentang kita, perbuatan menjengkelkan orang lain pada kita, serta amnesianya kerabat atau sahabat tiap kali ditagih utangnya. Itu semua adalah hal diluar kendali dan kita tidak berkuasa untuk itu. Sementara ada hal-hal yang berada dalam kendali kita, yaitu bagaimana sikap kita dengan orang lain, bagaimana kita mengelola hati dan pikiran kita terhadap suatu peristiwa, bagaimana kita memaafkan bahkan belajar untuk melupakan kesalahan orang lain pada kita. Itu semua berada dalam kuasa dan kendali kita!

Tak perlu lah kita ambil pusing bagaimana seharusnya orang memperlakukan kita, bagaimana sepantasnya orang lain meminta maaf serta menyadari kesalahannya pada kita, dan tidak usah juga kita terus menerus “bete” pada orang yang sudah sering kita tagih, tapi selalu saja ada 1001 alasan baginya untuk menunda bayar utang. Ya, akhirnya cuma bikin kita capek saja. Lebih baik kita fokus pada apa yang bisa kita kendalikan, yaitu sikap dan pikiran kita sendiri. Karena sebab fokus pada hal tersebut, akhirnya kita bisa lupa akan hal yang membuat kita jengkel. Nah, ujungnya itu semua membuat suasana hati jadi lebih senang karena kita gak ambil pusing soal urusan yang diluar kendali kita.

Terakhir para Pembaca sekalian, saya mau bilang begini, “Tuhan memang menciptakan segala sesuatunya berpasangan, Tuhan menciptakan yang namanya ingat, akan tetapi Tuhan juga menciptakan yang namanya lupa.” Sering kali kita dengar orang lain selalu berkata, “jangan lupa, ya!" "Ingat-ingat, ya!" "Awas, jangan sampe lupa lo!” Biasanya lupa itu selalu identik dengan hal buruk. Akan tetapi, bagi saya kadang-kadang lupa itu bisa jadi hal baik juga, kok! Makanya sekali lagi saya ingatkan pada teman-teman, “Jangan Lupa Untuk Lupa!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline