Lihat ke Halaman Asli

Danura Lubis

Penulis Isi Hati dan Pikiran

Pilpres dan Teladan Negarawan dari Seorang Gus Dur

Diperbarui: 10 Februari 2024   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Imlek 2024. Setiap kali Imlek, ingatan kita selalu terbayang sosok negarawan sekaligus tokoh bangsa yang berjasa pada masyarakat Tionghoa yaitu Gus Dur. Ingatkah kita, bahwa pada masa dahulu, perayaan Imlek dilarang oleh Pemerintah terutama pada masa Orde Baru. Namun, pada tahun 2001 pada masa Presiden Gus Dur, perayaan Imlek diperbolehkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif pada 19 Januari 2001. Bicara tentang Gus Dur, saya ingin membahas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di bulan Juli, tepatnya pada tanggal 23 Juli 2001. Dimana pada hari itu 22 tahun yang lalu Presiden Republik Indonesia Keempat, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dimakzulkan/dilengserkan oleh MPR RI.

Nah, ada peristiwa menarik saat Gus Dur lengser dari jabatannya yang mungkin Pembaca sekalian belum pernah dengar, ya. Setelah Gus Dur resmi dilengserkan oleh MPR dan jabatan presiden digantikan oleh wakilnya Megawati Soekarno Putri, beberapa hari setelah lengser, Gus Dur tidak langsung meninggalkan Istana Negara.

Setelah lengser, Gus Dur bertahan di Istana selama tiga hari, tanggal 23 Juli Gus Dur resmi dicopot, akan tetapi tanggal 26 Juli, Gus Dur baru pergi meninggalkan Istana. Mengapa beliau bertahan selama tiga hari di Istana? Karena menurut Gus Dur pada saat itu, tidak ada alasan yang kuat untuk beliau pergi dari Istana. Gus Dur berkeyakinan bahwa pencopoton dirinya sebagai presiden tidak benar.

Kita tahu, waktu itu skandal Bulogate dan Bruneigate menjadi alasan MPR untuk memecat Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia. Gus Dur memang dilengserkan dari jabatan presiden secara politik, tapi secara hukum Gus Dur tidak pernah dibuktikan bersalah. Ini berbeda dengan aturan yang berlaku sekarang, pada masa ini, jika seorang presiden ingin dijatuhkan dari jabatannya, maka secara hukum presiden harus dibuktikan bersalah terlebih dulu di Mahkamah Konstitusi, baru kemudian proses pencopotan seorang presiden bisa dilanjutkan di MPR secara politik.

Kembali pada apa yang terjadi waktu itu, ketika itu Gus Dur berkata, “bila seorang muslim diusir dari rumahnya sendiri, maka orang muslim itu wajib membela dirinya dan mempertahankan rumahnya.” Gus Dur tidak mau meninggalkan Istana karena perintah MPR yang sudah memecat dirinya, karena keyakinan beliau hal itu adalah salah! Namun di sisi lain, para pendukung Gus Dur sudah siap membela Gus Dur untuk tetap bertahan sebagai presiden. Sementara tentara saat itu sudah tidak lagi mendukung beliau dan juga meminta dirinya untuk keluar dari Istana.

Karena Gus Dur tidak ingin terjadi perang saudara yang dapat menimbulkan pertumpahan darah, Gus Dur harus menemukan alasan yang tepat untuk keluar dari Istana, jangan sampai sejarah mencatat bahwa Gus Dur pergi dari Istana karena mengakui kesalahan yang tidak terbukti itu. Akhirnya, ketika itu Gus Dur meminta kepada Lurah Kelurahan Gambir, untuk membuatkan surat perintah untuk pergi dari Istana Negara yang mana secara administratif, Istana Negara memang berada di wilayah Kelurahan Gambir. Nah, karena sebab surat dari Lurah Gambir yang sakti inilah, akhirnya Gus Dur bersedia pergi meninggalkan Istana. Gus Dur dengan legawa pergi dari Istana bukan karena perintah dari MPR, akan tetapi karena pemerintah setempat dalam hal ini Kelurahan Gambir yang memintanya langsung dan karena beliau juga tidak ingin terjadi perang saudara.

Suatu ketika Gus Dur pernah ditanya, kenapa harus pakai surat dari Lurah Gambir terlebih dahulu, baru beliau bersedia keluar dari Istana? Gus Dur menjawab, “supaya di akhirat nanti, kalau Allah tanya ke saya, kenapa pergi meninggalkan Istana, saya tinggal jawab, monggo ditanya saja ke Lurah Gambir.” Begitu kata Gus Dur.

Nah para Pembaca sekalian, terlepas dari kebenaran cerita surat sakti Lurah Gambir ini, apakah memang kisah itu benar terjadi atau mungkin hanya sekedar humor Gus Dur belaka, ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari seorang Gus Dur. Beliau adalah sosok yang tidak mau mengorbankan kepentingan banyak orang hanya demi kepentingan dirinya.

Sebetulnya waktu itu pendukung Gus Dur, terutama dari wilayah Jawa Timur dan sekitarnya, banyak yang membela beliau. Bahkan waktu itu, dari kalangan warga NU dan Banser, sampai ada yang disebut Pasukan Berani Mati. Mereka rela mati demi membela Gus Dur untuk tidak berhenti sebagai presiden. Para loyalis Gus Dur ini sudah siap berperang dengan para tentara yang saat itu sudah berjaga di sekitaran Istana. Bahkan saat itu, beberapa tank milik TNI, moncong pelurunya sudah diarahkan tepat ke Istana dan siap menembak kapan saja sesuai perintah.

Perang antar anak bangsa bisa saja meletus jika Gus Dur saat itu ingin mempertahankan jabatannya sebagai presiden. Namun, Gus Dur tidak ingin itu semua terjadi, beliau sendiri yang malah meminta para pendukungnya untuk tetap tenang dan pulang ke rumah masing-masing. Gus Dur meminta mereka tidak usah membelanya hanya untuk mempertahankan jabatan duniawi semata. Inilah poin penting yang bisa kita petik dari kepribadian Presiden Republik Indonesia Keempat, KH Abdurrahman Wahid.

Nah, para Pembaca Yang Budiman, sebentar lagi bangsa kita akan melaksanakan hajat politik lima tahun sekali. Pemilu akan kita laksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 esok. Belajar teladan dari sosok Gus Dur, Penulis sangat berharap, siapapun yang akan menang dalam Pilpres nanti dan mengemban amanah rakyat, semoga semua terjadi dengan aman, lancar, serta bahagia. Tidak ada kerusuhan atau konflik apapun yang akan terjadi hanya karena beberapa pihak yang kalah tidak terima dengan hasil Pemilu besok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline