Matahari merayap lamban di langit selatan Rio de Janeiro
Burung-burung robin di gugusan pohon memadukan suara
Angin menggelitik daun-daun palem hingga tertawa
Ombak bergulung malu-malu,
menyapu butiran halus emas di pantai Ipanema
Di sebuah kamar lantai lima,
awan putih kecil membumbung dari secangkir kopi hitam panas tanpa gula
Dua mata hijau menatap keluar jendela
Antonio membisu dalam hening
Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk permukaan meja
Senyum tipis menggaris bibir yang menikmati nikotin
Bayang-bayang menjelajahi setiap celah di dalam kepala
Membangunkan ingatan Antonio pada suatu masa
Sejenak musim gugur di hatinya ditumbuhi bunga-bunga
Antonio memejamkan mata,
saat musik bossa nova merasuki telinga
Ia mulai berdansa,
berdansa dengan renjana
Seperti waktu yang sudah-sudah
Di mana tak seorang pun tahu,
tentang ia yang candu mencumbu masa lalu
Bir dingin, kicau merdu, sentuhan hangat di sudut bar tua
Leher jenjang seharum mawar dan mata bening yang menggoda
Ciuman panas, gairah cinta, juga malam-malam liar yang membuatnya gila
Tahun-tahun berlalu namun tetap saja masih terasa
Cincin emas di jari manis tak dapat mematikannya
Antonio perlahan bernyanyi
Mengikuti irama bossa nova yang diputarnya kembali
Dikuncinya ilusi agar tak dapat pergi
Direngkuhnya agar hatinya berganti musim semi
Antonio memejamkan mata
Dunia berwarna hitam satu-satunya cara mencinta,
tanpa membuat seorang pun terluka
Semesta yang membentang di kelopak mata,
akan selalu menjadi tempat rahasia kecilnya
Antonio terus bernyanyi
Bossa nova tak dibiarkan berhenti
Hatinya menerka dan mendamba,
masa lalunya merasakan hal yang sama
Antonio memejamkan mata
Berdansa dengan bossa nova
Bercinta dengan renjana
Bercumbu di semesta yang fana
Hingga senja mati di Ipanema
Samba, Circa 2019