Lihat ke Halaman Asli

Dante Denty

i am an ugly duck who will become a pretiest swan

Parpol Menyambut Pemilu 2024, Akan Dibawa Ke Mana Nasib Indonesia ?

Diperbarui: 24 April 2021   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada april ini muncul dugaan akan berkoalisinya PBB dengan Golkar dan PKS setelah adanya pebicaaraan serius antar keduanya pekan lalu. Keduanya tidak menyela, Aboe Bakar Alhabsy, Sekretaris Jendral menuturkan, "silaturahim untuk membangun persahabatan politik." Ia menambahkan dalam pembahasan terkait kesamaan sebagai partai islam dan perjuangan islam rahmatan lil alamin. Namun, ia juga menuturkan untuk menjadi koalisi di tahun 2024 itu masih sangat jauh.

Sementara disatu sisi, PAN menolak koalisi poros islam. Viva Yoga Mauladi, Ketua DPP PAN menegaskan, "PAN tidak ingin kondisi itu terulang lagi. Adanya gerakan untuk menghidupkan wacana poros islam di pemilu 2024 yang dilakukan oleh PPP dan PKS, PAN memberikan apresiasi sebagai hasil dari ijtihad politik." Namun ia menambahkan wacana pembentukan poros politik berbasis agama akan melahirkan poros lain sebagai antitesanya. Kondisi ini dinilai tidak produktif untuk kemajuan Indonesia.

Sebenarnya, kondisi berburu koalisi ini sungguh sangat umum dalam perpolitikan. Membaca arah situasi politik di negara saat ini, politikus akan memprediksi tren politik untuk menentukan genre apa yang akan dipakai dalam kampanye politik tahun kedepan. Hal ini juga lah yang menentukan mana partai yang akan disambut sebagai kawan, mana partai yang menjadi lawan. Hal ini bisa saja berubah pada putaran berikut nya. Hal yang paling utama adalah berapa banyak suara yang akan didapatkan.

Jualan politik

Dalam sistem demokrasi, dimana kuantitas suara adalah yang utama, penting bagi politikus untuk dapat membaca tren politik. Hal ini semata-mata demi tercukupinya suara untuk mendapatkan hak jabatan dalam pemerintahan. Sebagaimana penjual yang akan menjual sesuatu yang sedang tren dimasyarakat, partai juga perlul menjual citra yang sesuai dengan tren politik masyarakat. Dari ritme ini, sebenarnya idealism partai tidak akan terwujud. Yang ada hanya janji manis yang belum tentu akan direalisasikan.

Sementara itu, jika melihat tren politik di Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia, jualan agama masih menjadi senjata yang cukup ampuh dalam periode selanjutnya. Ditambah lagi ketidak puasan rakyat terhadap kinerja pemerintahan tahun ini menjadi bumbu penyedap untuk orang-orang yang mendambakan kehidupan mulia dalam syariat. Prediksi untuk pemilu masih akan akan tokoh-tokoh alim/ ulama yang akan digeret dalam kampanye. Masih akan dengan janji manis kepada kaum muslim dan rakyat kecil. Atau bisa juga polarisasi politik akan lebih terasa di tahun 2024 kedepan. Karena itu, jualan seperti ini jangan sampai kita beli, karena belajar dari pengalaman, ini semua hanya tipuan politikus untuk dapat suara.

Indonesia kedepan

Lalu dengan model seperti itu, akankah Indonesia semakin maju setelah pemilu 2024? Jawabannya adalah tidak. Model diatas adalah ritme politik yang sudah terjadi berpuluh tahun di Indonesia. jika selama puluhan tahun itu Indonesia masih dalam kondisi seperti ini, lantas apa yang menjadikan berubah pada pemilu kedepan?

Sebab, titik masalahnya bukan pada orangnya, tapi sistem pemerintahan yang dijalankan. Keberadaan kementerian investasi misalnya, ia menjadi jalan dibuka lebarnya keran investasi yang selama ini sudah liberal. Sejauh mana dampak investasi bagi kesejahteraan rakyat secara mayoritas? Yang ada rakyat mendapat getah pahitnya.

Yang jelas, pejabat dipilih dalam rangka menjaga kekuasaan agar tetap bertahan di tengah terpaan kritik umat yang kian deras. Penguasa memilih mereka agar kebijakan strategis bisa berjalan tanpa hambatan. Semua dilakukan hanya demi kukuhnya kekuasaan para oligarki dan kaum kapitalis.

Meski tidak ahli, ada banyak alasan untuk membuat mereka "layak" mengisi jabatan tersebut. Begitulah jalan politik demokrasi. Yang kritis dibungkam, yang loyal kepada pemerintahan akan diberi jabatan. Jika bisa, kaum oposan juga akan diiming-imingi jabatan agar makin sedikit jumlah oposisi pemerintah. Dengan begitu, mereka bisa memegang kendali penuh kekuasaan tanpa merasa was-was digoyang dengan kritik dan hujatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline