Lihat ke Halaman Asli

Danny Prasetyo

Seorang pendidik ingin berbagi cerita

Belajar Sabar di Saham

Diperbarui: 29 Desember 2020   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

"Waduh, menyesal saya jual saham yang saya miliki  dengan posisi rugi atau istilah lainnya cut loss, padahal jika dipertahankan sampai sekarang sudah bisa untung lebih dari 50 %." Kalimat tersebut muncul dari salah seorang rekan saya, dan tidak hanya dia yang mengalami, sayapun pernah mengalami hal serupa tersebut. Memang penyesalan biasanya akan datang di akhir karena kalau di awal namanya pasti pendaftaran, demikian salah satu kalimat guyonan yang saya pernah dengar atau baca, tetapi cukup menohok buat saya pribadi untuk pengalaman akibat tidak sabar.

Kesabaran merupakan kata kunci maupun salah satu bagian penting dalam berinvestasi apapun itu, entah rumah, tanah, emas, maupun juga saham. Tentu kita tidak bisa langsung berharap kita membeli tanah di tempat strategis, lalu minggu depan atau bulan depan langsung untung 50 % (walau mungkin juga ada para pembaca yang mengalaminya, namun tentu hanya sebagian saja dan tidak semua). Biasanya investasi dilakukan untuk jangka menengah atau bahkan jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dengan harapan profit yang kita akan dapatkan nantinya bisa maksimal. 

Ambil contoh diri saya sendiri sebagai seorang yang baru atau istilahnya 'newbie' dalam dunia investasi. Kecenderungan ingin cepat mendapat hasil dari investasi yang saya lakukan membuat perilaku saya seringkali tidak sabar dan akhirnya yang terjadi bukan untung tapi malah buntung. 

Di awal memulai investasi saya pernah untung cukup besar dan membuat saya menjadi tidak sabar dan akibatnya bumerang buat saya, dimana kemudian kerugian yang saya alami di tahun-tahun awal tersebut justru lebih besar dibandingkan profit yang saya dapatkan.

Menyadari hal ini maka saya mencoba untuk menambah ilmu dengan membaca buku investasi, mengikuti grup yang membahas saham dan investasi maupun belajar otodidak dari sumber-sumber berlimpah di internet. Alhasil, salah satu kunci yang saya pelajari untuk bisa bertahan dan kemudian mendapat keuntungan dari berinvestasi, khususnya saham ialah belajar sabar. 

Ketika saya membeli sebuah saham perusahaan maka yang saya tanamkan dalam benak saya bukan hanya siap untung tetapi juga siap rugi. Lho koq malah siap rugi, kalau begitu ngapain harus investasi? Mungkin itu yang menjadi pertanyaan kompasianer dan pertanyaan saya juga di awal dahulu. 

Maksudnya disini ialah misalnya ketika kita membeli sebuah saham ABCD dan jika memang ternyata keputusan membeli itu salah karena harganya bukannya naik tetapi malah turun, maka jika memang harus cut loss untuk meminimalisir kerugian, maka itu harus dilakukan dan inilah yang saya katakan siap rugi. Dengan kata lain, kita juga harus memiliki batas toleransi kerugian yang kita bisa alami, agar tidak membuat kita gelisah, tidak bisa tidur bahkan mungkin stress memikirkan penurunan harga saham yang dimiliki.

Belajar sabar dalam berinvestasi di saham ternyata membuat saya merenungkan, bahwa dalam berinvestasi itu seperti kita menanam benih tanaman. Tentu seorang yang menanam biji mangga misalnya, pasti mengetahui bahwa biji tersebut perlu proses untuk bertumbuh dan tidak bisa dalam waktu singkat misal satu minggu atau satu bulan langsung menghasilkan buah mangga. 

Bisa jadi juga ketika kita menanam ada kalanya gagal dan tidak bertumbuh dan di saat itulah kita harus potong atau cut loss agar tidak menjadi sia-sia yang kita lakukan. Bukankah dalam menjalani kehidupan ini, kesabaran menjadi salah satu bagian penting yang kita butuhkan? Dalam sikap yang sabar, maka biasanya akan ada pengendalian diri dan itulah yang akan membuat kita nantinya menuai apa yang kita tanam. 

Hal inilah yang saya alami, ketika saya sabar untuk melihat portofolio saham yang merah merona pada awal pandemi sekitar bulan Maret hingga Oktober, dan saya belajar sabar untuk tidak melakukan cut loss massal kepada semua saham yang saya miliki.

 Andaikata itu saya lakukan, maka saya bisa pastikan saya akan menyesal 2 kali karena saham yang saya miliki harganya justru berbalik arah. Saya bersyukur buah kesabaran ternyata mulai saya petik, meski belum maksimal, akan tetapi minimal portofolio saya tidak lagi satu warna tetapi sudah campuran bahkan lebih banyak yang hijaunya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline