Internet dan media sosial ternyata memberikan dampak signifikan dalam menunjang apatisme siswa khususnya dalam berperan menentukan nasib bangsa melalui pemilihan umum (pemilu). Pengalaman saya saat memberikan sosialisasi tentang pemilu bagi siswa SMA khususnya yang memiliki hak pilih, ternyata tidak semudah yang saya pikirkan sebelumnya. Walau saya sudah memakai video klip dan memanfaatkan media internet untuk menyampaikan sosialisasi, akan tetapi sebagian siswa masih ada yang menganggap pemilu tidak akan banyak merubah kondisi bangsa ini nantinya. Sebagai seorang guru pendidikan kewarganegaraan yang mencintai bangsa ini, tentu saja saya merasa prihatin dengan pandangan sebagian siswa yang saya ajar ini, walau tetap masih ada sebagian juga yang peduli dan ingin merubah bangsa ini ke depannya.
Kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini masih menekankan pada teoritis dan belum pada tataran praktek serta pemahaman mendalam terhadap kondisi yang ada di sekitarnya, apalagi berpikir untuk bangsa ini. Siswa hanya diajarkan apa itu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif (saya ambil contoh pelajaran saya), tanpa diajak berpikir bahkan bermimpi jika nanti menjadi anggota legislatif atau menjadi eksekutif mungkin, apa yang akan mereka lakukan dan kerjakan. Selain itu, siswa juga dikenalkan secara dini tentang tata cara demokrasi yang benar, misal melalui debat pemilihan osis, ataupun ketua kelas.
Selama ini, siswa mendapat pemahaman dan informasi bahwa dunia politik itu kotor, dan pemilu itu sama dengan politik sehingga itu kotor atau banyak korupsinya. Sebagai pendidik, saya tentu tidak bisa menyalahkan pemahaman yang mereka dapat, karena realitas di lapangan juga menunjukkan hal yang sama. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti siswa menjadi apatis, acuh tak acuh bahkan tidak peduli dengan politik khususnya dengan pemilu. Hampir 20 % pemilih adalah pemilih pemula yang juga diwakili oleh mereka yang masih duduk di bangku SMA. Jika yang terjadi adalah apatisme terhadap pemilu dan ketidakpedulian dengan politik, hal tersebut sama saja dengan ketidakpedulian terhadap kondisi bangsa ini ke depannya.
Solusi yang penulis tawarkan ialah dengan tetap menanamkan optimisme untuk berbuat bagi bangsa dan tidak hanya mengkritik kondisi bangsa, salah satu peran aktif adalah melalui ikut serta memilih bagi yang sudah memiliki hak pilih. Bagi mereka yang belum memiliki hak pilih, mereka bisa menyuarakan lewat media sosial ataupun internet apa yang menjadi ide-ide kreatif bagi masukan untuk pemerintahan mendatang. Bukankah kemajuan teknologi membuat sekat-sekat makin tipis sehingga melalui jejaring sosial, kita bahkan bisa mendorong siswa untuk menuangkan aspirasinya langsung kepada wakil rakyatnya atau bisa juga melalui tulisan di blog semacam kompasiana ini. Siapa tahu justru dari siswa-siswa yang masih muda dan kreatif, banyak ide dan pemikiran baru muncul demi kemajuan Indonesia di masa depan.
8 April 2014
Danny Prasetyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H