Lihat ke Halaman Asli

Tentang Matamu yang Menciptakan Pelangi dengan Tujuh Warna Keabadian

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puspita

: sebuah sajak sederhana

Membaca matamu, kutemu rubiyat kenangan. Mungkin semacam kisah rindu,

sebab menyelami kedalaman tatapmu ialah jalan kepulangan. Menuju dermaga hening,

lalu berdiamlah aku pada bening bolamatamu. Merangkai seribu puisi rindu,

sebelum kubacakan pada Tuhan. Sebab, aku ingin rinduku bergema di langit– menuju surga

hingga mengukir nama kita; pada labirin merah jingga yang kunamai rasa.

Puspita, jenguklah kedalaman hatiku. Maka akan engkau temukan seribu bait puisi,

yang mengisahkan segala tentangmu. Tentang matamu yang menciptakan pelangi

dengan tujuh warna keabadian. Tentang bibirmu yang menghadirkan kelopak mawar

dengan keharuman peneduh batin. Hingga tentang tubuhmu yang mewujud shalawat daun

dengan rerimbun doadoa. Pada pepohon firman kasih-Nya; atas nama kita!

Puspita, diamlah sejenak di sini; di dadaku. Lalu meleburlah dalam detak jantungku,

sebab aku ingin menyatukan ada-mu dalam desah nafas yang menghidupkanku.

Sungguh telah kupasrahkan lahir-matikuku menjadi setubuh lelaki penjaga rindumu.

Maka lekatlah dalam nafasku. Abadilah dalam jiwaku. Hingga berpadu jiwamu-jiwaku

dalam almanak takdir. Di surga kebahagiaan yang bersidekap keagungan Tuhan.

Padepokan Kompak-Pascasarjana UM, 2013




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline