Lihat ke Halaman Asli

Pancung, Siapa Selanjutnya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hukuman Pancung di Arab Saudi bukanlah hukuman yang bisa kita dikendalikan, seperti melarnya hukum di Indonesia. Apa hak kita melarang mereka melaksanakan hukuman? Kita bukan warga sana, bukan tuan mereka, malah lebih tepat seperti 'budak'. Ya seperti 'budak', setidaknya menurut sebagian pemberi kerja TKI di sana. Saya pernah mendengar cerita langsung mantan TKI yang sekarang sudah tidak lagi bekerja di sana, kerjanya benar-benar seperti budak.

Ruyati sudah terpancung, tidak bisa dikembalikan lagi, lebih baik kita bicarakan siapa selanjutnya, mereka yang telah memungkinkan terkirimnya Ruyati sebagai TKI ke Arab Saudi. Sebagai negeri kaya, Indonesia tidak sepatutnya sampai mengirim tenaga kerja ke luar negeri, terutama untuk pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian. Ada yang salah dengan pengelolaan negara ini sehingga bagi sebagian orang terasa gersang dan harus melanglang buana ke negeri-negeri lain. Jadi pancungan selanjutnya adalah pengelola-pengelola negeri ini yang gagal mengelola kekayaan negeri sehingga rakyatnya harus menghinakan diri di negeri lain.

Lantas siapa selanjutnya?

Kebanyakan TKI adalah wanita, dan tidaklah pantas menjadikan wanita tulang punggung dalam menafkahi keluarga. Suami-suami yang tega mengirim istrinya bekerja ke luar negeri mestilah jadi target pancungan selanjutnya. Keadaan ekonomi memang terasa menghimpit, tapi mengirim istri untuk mencari nafkah sampai bertahun-tahun ke luar negeri bukanlah alasan yang bisa diterima.  Keluarga memerlukan ibu, suamilah yang harus bekerja keras.

Lantas siapa selanjutnya?

Selanjutnya adalah tetangga-tetangga yang secara ekonomi berlebih, yang telah menutup mata keadaan sekitar. Tidak layak kita makan berlebih jika masih ada tetangga yang belum makan.

Ups, ada yang terlewat, ini harusnya jadi yang nomor dua, jaringan pengirim tenaga kerja. Karena bujuk rayu dan manipulasi merekalah, semua keadaan ini terjadi.

Ayo, mana pedangnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline