Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Pilkada, Putusan MK, dan Teatrikal Politik Senayan

Diperbarui: 6 September 2024   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan MK soal ambang batas pilkada menjadi angin segar di tengah maraknya calon tunggal. | Foto: KOMPAS.COM

Media sosial riuh. Warganet hingga pemengaruh kompak mengunggah logo burung garuda berlatar warna biru dengan tulisan "peringatan darurat." Ada satu pesan yang ingin disampaikan dalam postingan tersebut yaitu matinya demokrasi dan hilangnya marwah hukum di Indonesia.

Setelah pemilu serentak, Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi lain yaitu pilkada serentak. Setidaknya ada 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada.

Keriuhan pilkada dimulai jauh-jauh hari. Masyarakat terpusat pada pilkada Jakarta. Tak heran karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan saat ini. Apa yang terjadi di Jakarta bisa menentukan daerah lain.

Sejak bulan Juli, PKS dengan gagah berani mengusung pasangan Anies-Sohibul Iman sebagai cagub dan cawagub Jakarta. Akan tetapi, ada syarat yang harus dibayar oleh Anies yaitu harus menggandeng koalisi.

Apa yang dilakukan PKS dinilai bunuh diri. Seharusnya PKS hanya mengusung cagub dan posisi cawagub bisa ditawarkan pada partai lain. Akibatnya hingga jeda waktu yang ditentukan PKS belum mendapatkan koalisi.

Arah politik berubah. Isu lawan kotak kosong mengemuka tak kala terbentuk koalisi gemuk KIM Plus. PKS dan Nasdem yang awalnya mendukung Anies kini balik arah mendukung Ridwan Kamil yang diusung KIM Plus. Anies kehilangan kendaraan politik.

Adanya koalisi gemuk tentu tidak sehat dalam demokrasi. Hal itu karena akan memunculkan kotak kosong. Di sisi lain, melawan kotak kosong tak selamanya kemenangan di tangan.

Di Pilkada Makassar 2018 justru kotak kosong yang menang. Untuk itu, maka dibuat skenario lain yaitu calon independen atau istilah kasarnya calon boneka. Ini jauh lebih efektif ketimbang melawan kotak kosong.

Hal itu bisa dilihat dari hasil pilkada Solo. Gibran yang diusung koalisi gemuk menang mutlak dari calon independen yang berprofesi sebagai tukang jahit itu. Skenario sama digunakan di Jakarta.

Dharma Pongrekun-Kun yang tak terdengar tiba-tiba muncul ke permukaan publik sebagai calon independen. Ia dinyatakan lolos verifikasi faktual oleh KPU. Akan tetapi, ada intrik di balik lolosnya Dharma. Yaitu pencatutan KTP warga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline