Manusia perahu. Itulah sebutan bagi para pengungsi Rohingnya. Sebutan itu disematkan pada mereka karena harus terkantung-kantung di lautan dengan perahu kayu. Alasan mereka melakukan itu karena di negaranya, yaitu Myanmar mereka menjadi korban genosida Junta Militer.
Tentu naluri alamiah makhluk hidup yang ingin hidup aman. Maka sudah sewajarnya mereka meninggalkan kampung halaman karena tidak aman.
Namun, kejadian memilukan terjadi pada Rabu 27 Desember 2023. Para pengungsi Rohingnya yang ada di Aceh dibubarkan secara paksa oleh mahasiswa.
Dari video yang beredar, ketakukan sangat jelas tergambar dari raut wajah mereka. Tangis pun pecah. Kaum rentan seperti anak-anak dan perempuan turut menjadi korban.
Dalam rekaman pun, para mahasiswa terlihat bersiap membubarkan Rohingnya yang tengah sholat. Barang-barang mereka ditendang. Yang jelas, aksi nirempati telah dipertontonkan di sana.
Menariknya lagi, salah satu mahasiswa yang diwawancarai membeberkan latar belakang aksi tersebut.
Si mahasiswa berujar jika mereka (Rohingya) sering melakukan hal yang tak masuk akal seperti mogok makan, minta tempat yang layak, bahkan katanya mereka tidak diundang.
Tentu bagi saya argumen itu tidak masuk akal. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan adalah hak dasar setiap manusia. Lalu, perihal diundang, apakah mereka mau melakukan itu? Yang jelas mereka mengungsi adalah jalan yang harus ditempuh untuk tetap hidup.
Entah mengapa sentimen negatif pada Rohingya begitu deras. Jika anda buka kolom komentar instagram dan tiktok, netizen berkomentar sangat sadis. Bahkan ada yang menyebut tangisan ketakukan itu sebagai paduan suara. Sungguh nirempati.
Sekilas tentang Rohingnya
Ada satu hal penting yang mungkin tidak disampaikan secara utuh. Yaitu siapa orang-orang Rohingnya ini dan mengapa mereka harus mengungsi. Informasi ini menguap dan yang muncul adalah narasi kebencian.