Belakangan, publik dihebohkan dengan kondisi pasar Tanah Abang yang sepi pengunjung. Padahal, Tanah Abang disebut sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara.
Tentu sebagai pasar terbesar di ASEAN, seharusnya kondisi pasar ramai dengan pengunjung. Tapi, kali ini Tanah Abang sepi dan berbeda dari biasanya.
Sebagian pedagang mengaku jika kondisi tersebut tidak terlepas dari fenomena TikTok Shop. Banyak pembeli yang tadinya belanja offline mulai beralih menggunakan TikTok Shop. Apalagi, saat ini ada fitur siaran langsung.
Bukannya tidak ingin mengikuti perkembangan zaman, para pedagang di Tanah Abang juga melakukan hal serupa yaitu live TikTok.
Tapi, meski sudah melakukannya, tidak ada yang menonton siaran mereka. Selain itu, harga yang ditawarkan di TikTok jauh lebih murah.
Tentu hal tersebut masuk akal. Harga barang di Tanah Abang tentu disesuaikan dengan beberapa faktor, misalnya uang sewa kios dan menyesuaikan harga dari produsen. Artinya, kebanyakan dari mereka adalah reseller.
Sementara di TikTok tidak demikian, itu sebabnya harga barang di sana jauh lebih murah karena produsen di tingkat pertama yang langsung menjualnya.
Melihat kondisi ini, pemerinah bergerak cepat yaitu dengan melarang fitur TikTok Shop. Lalu, apakah langkah tersebut merupakan jawaban dari persoalan yang ada?
TikTok dan Area Abu-abu
TikTok adalah media sosial yang cukup baru jika dibandingkan dengan media sosial lain seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Meskipun baru, TikTok mampu bersaing. Hal itu bisa dilihat dari jumlah penggunanya.
TikTok diluncurkan pada tahun 2016. Per bulan April 2023, pengguna TikTok di seluruh dunia mencapai 1,09 miliar.