Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Perlukah Kampanye di Instansi Pendidikan?

Diperbarui: 28 Agustus 2023   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kampanye. | Foto: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji

Pemilu 2024 tinggal beberapa bulan lagi. Sejumlah kontestan mulai dari capres hingga caleg sudah bergerak mencari simpati masyarakat. Kampanye dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari media sosial hingga konvensional seperti baliho. 

Kampanye merupakan sarana bagai peserta pemilu untuk mendapat simpati pemilih. Meski begitu, ada beberapa tempat yang disakralkan untuk kampanye salah satunya instansi pendidikan. 

Akan tetapi, MK menganulir kesakrakalan tersebut melalui Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 280 ayat (1) huruf h UU No. 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

Pasal 280 ayat (1) huruf h mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, dan tempat ibadah. 

Sementara itu, dalam penjelasannya fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, dan tempat ibadah dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Dalam pertimbangan putusan itu, MK menilai ada ambiguitas antara bunyi Pasal 280 ayat 1 huruf h dengan penjelasannya sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Penjelasan Pasal 280 ayat 1 berisi norma pengecualian, sehingga MK menilai perlu dimasukkan ke dalam batang tubuh atau norma pokok UU Pemilu. Hal itu karena tidak sesuai dengan teknis pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan jika penjelasan adalah sarana untuk menjelaskan norma dalam batang tubuh yang tidak boleh mengakibatkan ketidakjelasan dengan norma tersebut. 

Pro kontra

Putusan MK tersebut mendapat sorotan khususnya dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Hal itu karena secara teknis akan sulit karena mengganggu proses belajar.

Sekolah idealnya harus bersih dari politik. KPAI menyayangkan putusan MK tersebut karena berpotensi melanggar hak anak. KPAI khawatir jika nantinya akan dieksploitasi untuk kepentingan politik praktis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline