Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Paradoks Perkawinan Anak di Bawah Umur Saat Pandemi

Diperbarui: 20 April 2021   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pernikahan di bawah umur. (Foto: The Independent/Unicef/Bridal Musings)

Terlebih dahulu saya ingin menjelaskan mengapa menggunakan istilah perkawinan dibanding pernikahan. Alasannya sederhana, perkawinan merupakan bahasa yang dipakai dalam undang-undang. 

Konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan istilah perkawinan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 28B. Undang-undang turunannya juga menggunakan istilah serupa, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 

Jadi perkawinan sendiri merupakan bahasa yang digunakan dalam undang-undang. Pun begitu dalam dunia hukum, istilah perkawinan lebih sering digunakan daripada pernikahan. 

Perkawinan sejatinya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang prinsipil. Konstitusi kita melindungi hak yang satu ini. Perihal kapan hak itu dipakai itu sepenuhnya diserahkan pada masing-masing individu.

Di dalam hukum perdata, perkawinan merupakan salah satu bentuk dari perikatan atau perjanjian. Perjanjian sejatinya dibuat minimal oleh dua orang.

Agar perjanjian tersebut dianggap sah secara hukum, maka harus memenuhi beberapa persyaratan. Salah satunya cakap. Cakap adalah orang-orang yang mampu melakukan perbuatan hukum. 

Seseorang dianggap tidak cakap apabila belum dewasa, berada di bawah pengampuan, misalnya orang dewasa yang gila, dan orang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya mereka yang dinyatakan pailit. 

Anak-anak masuk ke dalam kategori tidak cakap. Itu sebabnya dalam syarat perkawinan ada pembatasan umur yang harus dipenuhi guna memenuhi unsur cakap tadi. 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 membatasi umur untuk bisa menikah. Laki-laki sendiri minimal harus berusia 19 tahun, sedangkan untuk perempuan minimal 16 tahun. 

Tujuan dari pembatasan umur tersebut jelas untuk mencegah praktik perkawinan anak di bawah umur, praktik tersebut  masih marak terjadi di masyarakat.

Oleh karena usia 16 tahun bagi wanita masih dianggap terlalu dini, maka Mahkamah Konstitusi melalui putusannya menaikkan usia menikah untuk perempuan menjadi 19 tahun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline