Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Belum Seumur Jagung, Kapolri Cabut Surat Telegram yang Melarang Media Siarkan Arogansi Polri

Diperbarui: 7 April 2021   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Gedung Tribrata, Mabes Polri, Jakarta Selatan. Senin 3/8/2021. (kompas.com)

Pada hari Senin tanggal 5 Arpil 2021 kemarin, Kaplori Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Telegram tentang pedoman peliputan media di lingkungan polri.  

Surat telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 ditandatangani oleh Kadiv Humas Pol Inspektur Jenderal Argo Yuwono atas nama Kapolri.

Dilansir dari tirto, ada 11 hal yang diinstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran Humas Polri, berikut kesebelas poin tersebut :

  1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis
  2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisan dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana
  3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian
  4. Tidak menayangkan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan
  5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual
  6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya
  7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur
  8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku
  9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang ulang
  10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personal Polri yang berkompeten
  11. Tidak menampilkan gambaran ekspilisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak

Surat tersebut mendapatkan banyak kecaman, terutama untuk poin pertama yang melarang media menyiarkan aksi arogansi aparat dan harus meliput kegiatan aparat yang humanis. 

Tidak berselang lama, belum juga seumur jagung Kapolri mencabut surat tersebut. 

Pencabutan surat telegram itu tertuang dalam STR nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6 April 2021. Surat itu ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono.

Sehubungan dengan referensi di atas, kemudian disampaikan kepada kepala bahwa ST Kapolri sebagaimana referensi nomor empat diatas dinyatakan dicabut/dibatalkan. Cnn Indonesia (06/04/2021)

Media Tunduk Pada Undang-Undang Pers

Keberadaan pers atau media merupakan salah satu variabel penting dalam negara demokrasi. Oleh karenanya, pers harus independen dalam memberikan informasi, pers juga tidak boleh dikekang atau dikendalikan oleh pihak manapun, hal itu bertentangan dengan kebebasan pers.

Kebebasan pers pada dasarnya bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat dalam mendapatkan informasi terjamin. Kebebasan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang tentunya tetap memperhatikan supremasi hukum.

Setalah saya membaca 11 poin di atas ada satu pertanyaan yang muncul. Surat telegram tersebut ditujukan untuk media mana? Di sini tidak jelas apakah untuk media massa publik atau untuk media internal polri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline