Lihat ke Halaman Asli

Dani Ramdani

TERVERIFIKASI

Ordinary people

Iuran BPJS Naik Rakyat Menjerit

Diperbarui: 16 Mei 2020   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu kebijakan pemerintah yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah kenaikan iuran BPJS. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomr 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan sendiri berlaku untuk kelas I dan II. Kenaikan tersebut hampir dua kali lipat dan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Sedangkan untuk kelas III sendiri baru akan naik pada tahun 2021. Iuran kelas I ditetapkan Rp. 150.000 per orang per bulan, kemudian iuran kelas II ditetapkan sebesar Rp. 100.000 per orang per bulan, dan kelas III ditetapkan Rp. 25.000 kemudian di tahun 2021 menjadi Rp.35.000


TIDAK PATUH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
Rencana kenaikan iuran BPJS terjadi sebelumnya, yaitu melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019, tetapi Perpres tersebut digugat ke Mahkamah Agung. Kemudian Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut, dan membatalkan kenaikan iuran BPJS.

Dengan adanya kebijakan ini, bisa dikatakan bahwa Pemerintah tidak taat pada putusan Mahkamah Agung. Memang membuat Perpres adalah salah satu kewenangan Presiden, tetapi jangan sampai Perpres ini hanya dijadikan suatu alat belaka, yaitu alat untuk menambal defisit atau kerugian BPJS itu sendiri.

Padahal salah satu pertimbangan Mahkamah Agung ketika membatalkan kenaikan iuran BPJS sebelumnya adalah adanya salah tata kelola. Artinya organ tubuh BPJS sendiri sakit. Akibat kesalahan tata kelola itulah yang menyebabkan deifisit di dalam BPJS. Seharusnya untuk menambal deifisit itu tidak dibebankan kepada rakyat.

Jika pemerintah patuh pada putusan MA, maka internal BPJS lah yang harus dibenahi untuk menambal defisit anggaran tersebut, bukan malah menaikkan lagi dengan membuat Perpres yang baru, itu sebabnya Pemerintah bisa dikatakan tidak patuh pada Putusan Mahkamah Agung.

Percuma saja jika iuran dinaikkan tetapi organ BPJS sendiri sakit dan tidak diobati tetap saja akan mengalami defisit. Kita ketahui pemerintah telah beberapa kali menyuntikan dana bagi BPJS namun tetap saja defisit, itulah sebabnya MA menilai ada yang tidak beres di dalam tubuh BPJS itu sendiri, dan itulah penyebab BPJS terus defisit.


WAKTU YANG TIDAK TEPAT
Masyarakat saat ini sedang dihadapkan dengan pandemic corona yang menyebabkan kerugian di berbagai sektor, terutama dalam bidang ekomi. Di tengah pandemic seperti ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang bisa dikatakan menyengsarakan rakyat. Bagaimana tidak, banyak yang terkena dampak langsung akibat pandemic ini terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang bergantung pada penghasilan per hari. Selain itu, banyak juga yang mengalami PHK akibat pandemic ini. untuk tetap bertahan hidup di tengah krisis seperti ini saja banyak masyarakat yang mengahrapkan bantuan dari pemerintah yang seperti kita ketahui tidak merata. Apalagi harus dibebakan dengan kenaikan iuran BPJS, angka-angka tersebut memang tidak seberapa bagi sebagian orang, namun sekali lagi di tengah wabah seperti ini urusan perut lah yang lebih utama, masyarakat berusaha untuk tetap bertahan dalam kondisi yang tidak stabil ini, ini malah dibebankan dengan kenaikan iuran. Pilihan menaikkan iuran BPJS adalah langkah yang sangat tidak bijak. Seharusnya di tengah wabah seperti ini negara harus hadir di dalam masyarakat, bukan kah salah satu tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsanya? Uluran pemerintah lah yang diharapkan masyararkat saat ini, bisa dikatakan bukan uluran atau simpati negara tetapi itu murni hak rakyat. Padahal salah satu tujuan adanya hukum adalah agar pemerintah tidak berbuat kelalilman, tetapi dengan adanya kebijakan ini bisa dikatakan pemerintah lalim kepada rakyat. Memang segala sesuatu harus berdasarkan dengan hukum karena kita merupakan negara hukum. Tetapi jangan sampai hukum hanya sekedar alat bagi pengusa untuk melegitimasi perbuatan lalim tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline