Lihat ke Halaman Asli

Sinabung Mempersatukan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erupsi Gunung Sinabung masih tetap mengkwatirkan khalayak ramai khususnya masyarakat yang ada di lereng Sinabung. Radius zona berbahaya kian melebar. Bahkan nyawa dan harta benda menjadi korban. Tidak ada pilihan lain selain mengungsikan masyarakat ke tempat yang lebih aman di posko-posko pengungsian yang disediakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Semua ada di situ, tanpa memandang usia, jenis kelamin, agama, suku, profesi, dan perbedaan lainnya. Semua menjadi satu, bersatu teguh menghadapi kenyataan pahit ini.

Semua mata tertuju pada penderitaan mereka. Tak jarang hati manusia tergerak oleh belaskasihan untuk memberikan bantuan kepada mereka tak peduli dalam bentuk apapun itu. Semua pihak, pribadi, pemerintahan, organisasi, swasta, institusi, dan kelompok-kelompok lainnya. Semua meringankan langkah tak peduli jarak yang harus ditempuh dan biaya yang harus dikeluarkan agar bisa tiba di tempat itu untuk ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Semua ini karena empati dan rasa solidaritas yang masih menggelora di hati mereka. Sungguh membawa secercah kebahagiaan di dalam kepedihan hati para pengungsi.

Hal yang sama tergerak dalam hati para mahasiswa-mahasiswi yang ada di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) St. Yohanes Pematangsiantar, Sumatera Utara. Beberapa perwakilan dari mahasiswa diberangkatkan menjadi sukarelawan ke tempat pengungsian itu secara bergelombang. Gelombang pertama pada bulan November 2013, gelombang kedua bulan Desember 2013, gelombang ketiga adalah Januari 2014 dan gelombang berikut masih direncanakan.

Selama di posko pengungsian para sukarelawan dari  STFT mencoba memberikan diri kepada para pengunsi, seperti membuat permainan untuk anak-anak, berbagi cerita,menyanyi, memasak, menghidankan makanan, mencuci piring, membawa anak-anak ke sungai untuk dimandikan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pemberian diri yang seperti inilah yang bisa diberikan oleh mahasiswa STFT. Selain doa dan pemberian diri ini tidak ada yang bisa diberikan.

Kesempatan untuk berdoa agar para pengungsi tetap semangat dalam menjalani hidup senantiasa dilakukan baik dalam doa pribadi maupun doa bersama. Mari kita sama-sama berdoa, meringankan langkah, dan mengulurkan tangan bagi saudara-saudari kita yang menderita itu. Kita semua adalah saudara, maka penderitaan mereka adalah penderitaan kita bersama. Bergandeng tangan dalam kesulitan hidup akan membuat kita semakin kuat dan teguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline