Lihat ke Halaman Asli

Etiologi Kebetulan: Sebuah Refleksi Pasca Ramadhan

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh. Danik Eka Rahmaningtiyas

“Kebetulan! Lalu apa yang anda pikirkan tentang kebetulan-kebetulan itu?”


Menurut Sigmund Freud sang psikoanalisa, bahwa tipografi kesadaran manusia dibagi menjadi tiga bagian, yakni alam tak sadar, alam prasadar, alam sadar. Dimana alam tak sadar mendominasi kesadaran manusia. Tipografi tersebut yakni :


  1. Alam Tak Sadar berisi dorongan (impuls), nafsu, hasrat, ide, dan perasaan yang ditekan. Kebutuhan-kebutuhan vital individu berada dalam alam tak sadar ini, sebagai kontrol mekanisme kerja tubuh dalam alam sadarnya. Alam tak sadar adalah motiv atas alam sadar individu. Namun, alam tak sadar tidak dapat diingat dalam alam sadar apabila sistem sensorik kesadaran sedang bekerja. Alam tak sadar dapat muncul dalam alam sadar apabila sistem sensorik sebagai alat kontrol kesadaran sedang tak berdaya. Misalnya, orang mengigau saat tidur, berbicara saat mabuk, keceplosan dalam bercanda. Alam tak sadar dapat pula dipanggil saat sadar, misalnya melalui teknik meditasi saat kita dapat memusatkan konsentrasi dan melepaskan sensor-sensor kesadaran kita.
  2. Alam Prasadar tidak serta merta ada saat individu lahir, tetapi berkembang pada saat kanak-kanak. Karena tekanan dan pengikat energi mental supaya kegiatan-kegiatan instinctual tidak bergerak liar, namun diikat dengan hal-hal yang bersifat normatif pada alam sadar. Hal ini dapat kita lihat pada seorang bayi yang dengan mudah melepaskan kebutuhan-kebutuhan vitalnya seperti lapar, buang hajat, dll tanpa menghiraukan norma lingkungannya. Jadi, alam prasadar adalah sensor atas alam tak sadar yang dikeluarkan dalam alam sadar.
  3. Alam Sadar adalah suatu keadaan dimana individu mampu mengadakan hubungan dengan lingkungannya melalui pancaindera dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri melalui perhatian. Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi tentang waktu, ruang, objek, gerak, dll dengan pengertian yang baik pula serta pemakaian informasi yang efektif (melalui ingatan dan pertimbangan).


Apabila kita memaknai kebetulan berangkat dari sesuatu yang tidak disadari berdasarkan tipografi kesadaran manusia yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, bahwa segala sesuatu yang dialami oleh manusia adalah sebuah akibat dari pengalaman masa lalu dan impuls-impuls yang digerakkan oleh alam tak sadarnya yang termanifestasikan dalam alam sadar. Karena alam sadar tak mampu mengenali kondisi yang terjadi dibalik kesadaran tersebut.

Menurut Thomas Kunt semesta adalah konstruksi sosial, dia bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada tanpa ada bentukan kehidupan atau sistem sebelumnya.  Kebetulan pun bukan sesuatu yang terlahir begitu saja tanpa sebuah kisah atau pengalaman yang terekam sebelumnya. Sementara menurut Roy Bhaskar semesta tidak semata-mata hasil konstruksi sosial (lubis & ardian, 2011 :130), ada sesuatu yang bersifat metafisik dari setiap kejadian.

Bisa jadi orang yang secara kebetulan menumpahkan kopi, memiliki riwayat hubungan tidak baik atau instinc terpendam di alam tak sadarnya lalu dilakukan displacement (pemindahan) yang tidak disadari, dengan menumpahkan kopi di baju kawannya. Individu itu sendiri merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak disengaja, hanya kebetulan. Namun, alam bawah sadarnya telah menggerakkan otot-otot kinestetiknya, tanpa disadari si pemilik tubuh.

Kebetulan bisa dimaknai sebagai stimulus yang menghasilkan respon dan juga akibat dari pengalaman masa lalu serta pengaruh alam tak sadar. Kebetulan sebagai stimulus bukan merupakan variabel bebas karena jika dibenturkan dengan situasi emosi dan lingkungan (ruang dan waktu) individu akan mampu merubah stimulus itu sendiri. Baik menjadi respon yang bersifat afektif, kognitif, maupu konatif, bisa juga respon yang dihasilkan pun tiga ranah sekaligus. Apakah akan menjadi stimulus positif, stimulus negatif, atau stimulus netral.

Akan menjadi stimulus positif apabila kebetulan tersebut adalah hal yang diharapkan, bermanfaat dan membawa emosi positif bagi individu, ataupun mimpi-mimpi masa lalu yang tak terbayangkan. Maka, respon yang dihasilkan pun akan positif. Kebetulan menjadi stimulus negatif apabila hal tersebut tidak diharapkan, menumbuhkan emosi negatif, dan menyisakan sakit baik fisik maupun psikis. Misalnya bertemu dengan orang yang dibenci di sebuah pesta. Kebetulan itu akan menjadi stimulus netral apabila tidak mempengaruhi situasi emosi individu. Setiap hari kita berpapasan dengan orang-orang yang berbeda yang tidak kita kenal di jalan umum. Maka, respon yang tidak ada apa-apa, yang dihasilkan pun netral. Dari stimulus menghasilkan respon.

Kebetulan dalam stigma masyarakat

Tanpa disengaja aku bertemu dengan seseorang, menemukan sesuatu dan melakukan sesuatu tanpa diduga, tidak pernah kurencanakan. Dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak direncakan, datang tiba-tiba. Namun seringkali kebetulan juga akan membawa seseorang pada memori masa lalunya yang memiliki keterkaitan dengan stimulan “kebetulan” tersebut, seringkali juga akan membawa reaksi yang juga akan mempengaruhi sikap baik pada individu itu sendiri maupun dalam kehidupan yang lebih luas.

Apakah sesederhana itu kebetulan jika memiliki banyak irisan dan efek kehidupan?

Kebetulan adalah suatu kejadian yang tidak disegaja, tidak diduga dan tidak direncanakan kejadiannya. Dari sini akan muncul berbagai reaksi/respon individu, karena kebetulan itu sendiri adalah aksi/stimulus mono (tunggal) yang menghasilkan multiple respon. Suatu proses kebetulan (stimulus) yang sama akan menghasilkan respon yang berbeda pada tiap-tiap individu. Bahkan pada individu yang sama, ruang dan waktu turut mempengaruhi respon yang dihasilkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline