Lihat ke Halaman Asli

Jangan Menyembah Kotak

Diperbarui: 14 November 2022   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kehidupan berkotak-kotak tentu hal yang lazim terjadi di kehidupan masyarakat yang majemuk seperti di negara kita ini. Hal itu pasti terjadi, akan tetapi sering menimbulkan berbagai persoalan di tengah  masyarakat. Bukankah perbedaan itu asik? Begitu kata Kanjeng Nabi (perbedaan adalah rahmat/kasih sayang di antara umatku).

Hidup di negara yang mempunyai budaya dan etnis yang kaya, belum lagi agama yang dianut juga beragam, tentu mengharuskan kita untuk melazimkan diri dalam menerima perbedaan. Nah, itu saja belum ditambah dengan pendapat dan persepsi tiap kepala penduduknya yang jumlahnya puluhan juta itu. Tiap kepala itu nanti bisa jadi memiliki pandangan berbeda dalam menanggapi suatu objek.

Aku pernah menulis celoteh kecil "Jangan paksakan pendapat, meskipun itu mengatakan bahwa langit berwarna biru. Karena mata orang lain belum tentu sama dengan matamu". Aku pasti ditertawakan oleh orang lain jika mengatakan itu pada waktu dan audiens yang tidak tepat, "Wong langit itu jelas-jelas berwarna biru, kok masih ngomong gitu." Jelas biru kan menurutmu, menurut si A belum tentu seperti itu, ya kan? Wong mata si A belum tentu "sama" dengan matamu, meskipun pada umumnya langit akan berwarna biru pada waktunya.

Belum lagi kalau nyinggung masalah agama, kalau nggak sinis kepada pemeluk agama lain kok sepertinya kaya gak setia sama Tuhan. Entah karena lupa bahwa yang menciptakan perbedaan adalah Tuhan sendiri, atau malah nggak mengakui kekuasaan Tuhan yang Maha Sakkarepe Dhewe (sesukanya sendiri) itu, termasuk kehendak-Nya dalam menciptakan perbedaan. 

Nah, di dalam agama yang sama pun masih kita temukan lagi kotak-kotak yang saling gagah-gagahan mengenai style peribadatannya. Dalam strukturalnya, maupun kulturalnya. Wajar sih hal semacam itu terjadi dan terkesan sengaja diperlihatkan, mungkin untuk menunjukkan bahwa apa yang diikutinya selama ini benar atau untuk maksud menyelamatkan orang lain dari apa yang selama ini dianggap sesat/salah. Pun begitu tidak dapat dibenarkan jika klaim tersebut dilakukan dengan keras serta kekerasan. Kebenaran itu sendiri masih relatif ya, kan? Ada salah satu ungkapan seorang filsuf kira-kira begini; satu-satunya kepastian dalam hidup ini adalah ketidakpastian. Kebenaran yang kita anggap paling benar pun masih di bawah garis ketidakpastian. Rendah hati terhadap perbedaan aku menyebutnya sebagai bentuk rendah hati kepada luasnya kemungkinan yang Tuhan ciptakan, itu saja. Tuhan Maha Luas, tidak bisa dikotak-kotakkan, dan tidak bisa ditemukan dalam sempitnya kotak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline