Lihat ke Halaman Asli

daniel tanto

melukis dengan cahaya, menulis dengan hati...

Markus? Itu Gossip!

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_97642" align="aligncenter" width="500" caption="markus? markus yang mana?"][/caption] Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji membongkar Jenderal Markus di lingkungan Mabes Polri. Susno pun menyebutkan beberapa nama pejabat polri yang diduga menjadi markus. “Inisial kan sudah ada nama jenderalnya,” kata Susno saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (18/3). Untuk markus yang berada di Mabes Polri, Susno menyebutkan beberapa inisial. “Brigjen EI, yang kemudian digantikan Brigjen RE, KBP E, dan Kompol A,” kata dia. Sebelumnya, Susno menyebutkan jenderal markus itu berasal dari Direktorat Ekonomi, Bareskrim Mabes Polri. “Ya itu Dir II,” kata dia. Selain itu, Susno juga mengatakan markus itu juga berasal dari luar institusi Mabes Polri. “Dari luarnya  AK,” kata dia. (dicuplik dari Solo Pos, 18 Maret 2010)

Berita ini menarik sekali buat saya, sang mantan menyanyi. Mirip lirik lagu grup musik Nidji, yang judulnya juga: sang mantan:

dulu aku kau puja dulu aku kau sayang dulu aku sang juara yang selalu engkau cinta kini roda telah berputar

kini aku kau hina kini aku kau buang jauh dari hidupmu kini aku sengsara roda memang telah berputar mana janji manismu mencintaiku sampai mati kini engkau pun pergi saat ku terpuruk sendiri akulah sang mantan

Nah setelah menjadi sang mantan, Soesno menyanyi lantang. Tentu saja ini lebih menganggu dibandingkan orang olah vokal di kamar mandi. Nyanyian ini bisa saja terdengar sember di telinga, terlebih telinga orang-orang yang inisialnya disebut.

Terlepas dari hal ini, saya jadi tertarik dengan profesi “Markus” tersebut. Sepertinya para markus hidup dengan sejahtera, bergelimang harta dan kuasa. Uang yang diurusi skalanya juga tidak kecil, sangat besar menurut saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi salah satu teman yang diduga kuat berprofesi sebagai markus. Ini semua demi memuaskan rasa penasaran saya.

Sore itu saya menstart vespa tua saya dan mengunjungi mas Sugali Wicaksana SH, yang saya punya dugaan kuat dia adalah salah satu manusia yang punya profesi unik sebagai markus.

Sesampai di rumahnya, yang juga berfungsi sebagai guest house, saya menemukan mas Gali sedang sendirian di halaman belakang rumah. Duduk minum teh, sambil mengepulkan asap rokok. “Cocok”, pikir saya, tampaknya mas Gali sedang santai dan bisa diajak diskusi.

“Weeee, dik! Edian, kadingaren sampeyan dolan ke sini?”

“Iya mas, ini juga beruntung, biasane jenengan kan di Jakarta terus?”

“Halah, dik, tidak saja, saya di sini terus kok”

Basa-basi yang benar-benar busuk dan basi akhirnya berakhir, dengan wajah serius, mas Gali bertanya,”Tujuan sebenarnya anda ke sini ada apa?”

Tanpa jenengan lagi, mas Gali sudah ber-anda kepada saya, ini udah curiga, ya memang mencurigakan saya ke sini. Wong biasane saya dolan kesini cuma kalau minta sumbangan pembangunan desa.

“Anu mas, langsung aja ya? Saya mau nanya soal markus”

“Lho? Tidak salah? Saya muslim, tidak hapal kalo soal kitab-kitab nasrani”

“Bukan markus itu mas, markus yang di pemerintahan dan aparat hukum itu”

Tiba-tiba mas Gali tertawa keras,”Hahahaihaihiaa, lha kenapa tha dik? Kena masalah hukum? Minta dibantu?”

“Bukan mas, saya mau petunjuk saja, sekedar pencerahan soal markus itu, kan seperti mas Gali tahu, saya pengen pekerjaan yang baik, yang bergengsi, dan setelah saya baca-baca di koran, sepertinya pekerjaan markus ini sangat cocok buat saya yang sering membuat opini dan mempersuasikan orang”

“Markus apa tha?”

“Wah mas, mbok jangan pura-pura tidak tahu”

“Tidak, saya tidak tahu”

“Makelar kasus, mas”

“Woooo, anda mau menghina saya? Say ini bukan makelar. Anda sendiri yang makelar. Dari vespa sampe kontrakan rumah anda makelarkan. Sekarang malah menuduh saya makelar juga?”

Gawat, nampaknya Sugali Wicaksana SH sangat tersinggung, dia merasa bukan markus. Sialnya, saya secara frontal menuduh dia markus. Celaka 13.

“Anu mas, lha kan saya dengar-dengar mas Gali suka melobi militer dan pemerintahan?”

“Hemmmm…”

“Saya juga sering lihat mobil jip jenengan dipinjem para jendral, petinggi pemerentah, dan politikus, malahan baru kemaren saya liat petinggi aparat negara keluar lari pagi dari guest house ini”

“Apa kalo teman-teman itu nginep di sini terus artinya saya menggarap kasus mereka?”

“Belum tentu mas, tapi kan kebetulan sekali tha? Misale bulan kemaren pas kasus BPR Senturi itu, kok mbak Sri dan mas Umar Bakrie bisa nginep sini? Hari yang sama lagi”

“Ya biar tha? Wong waktu itu malah saya di luar kota, saya malah tidak liat apa-apa”

“Ya sebelumnya, pas kampanye pilihan itu, kok bisa-bisanya semua calon makan siang di warungnya mas Gali?”

“Lhabiasa tha dik? Itu kan jam makan siang?”

“Iya mas, tapi kan dari seluruh penjuru negri kok bisa nge-pas waktunya?”

“Ya karena pas saja, dan semua pas pingin makan sayur lodeh di warung saya”

“Jadi tidak pernah ada pengaturan dari jenengan sebelumnya?”

“Gini dik, saya itu buka guest house, dan di guest house ini ada warungnya, siapapun mau menginap atau makan di sini, monggo saja. Misalnya sampeyan makan di sini dan kebetulan mantan pacar anda makan di sini, apakah mau sampeyan dituduh janjian, atau malah berkembang menjadi anda dan mantan pacar punya niat selingkuh?”

Mas Sugali jadi keluar sisi politis dan seramnya, dia kemudian mengoceh banyak sekali, soal cap-cap dari masyarakat yang dia terima selama ini, dari markus, sampe penjahat.

“Saya itu kerja dik, bukan menganggur, kalo dapat rejeki banyak itu kan rejeki saya, kenapa dipersoalkan terus? Kalau tarip guest house saya semalam Rp.1juta, dan karena senang, tamu-tamu tersebut memberi saya Rp.100juta semalam. Kenapa dipersoalkan? Biasa kan orang memberi tips? Biasa kan orang kalo puas memberi lebih? Orang cukur rambut saja kalo pas dan cocok ngasi tips”

Saya mending diam saja, sembari berusaha keras mengambil manfaat dari pidato mas Sugali Wicaksana ini, yang memang mirip namanya, dia cukup bijaksana. Semakin lama semakin jelas bagi saya, apa arti markus itu. Ternyata itu hanya isapan jempol belaka, gossip, saya yakin tidak ada yang bisa membuktikannya. Kalaupun ada, pasti hanya berdasarkan bukti-bukti yang lemah yang mengada-ada. Saya malah jadi yakin markus tidak ada.

Saya jadi agak takut tetapi mendapat pencerahan yang dahsyat. Tetapi sepertinya mas Sugali yang agak emosi ini mulai sadar. Ekspresi pucat di wajah saya semestinya sangat mudah dibaca. Mas Sugali segera tertawa lagi, suaranya jadi ramah lagi,”Dik, silakan lho tehnya, sama ini kalo mau nyicip-nyicip rokok Dji Ro Lu, oleh-oleh dari teman di ibu kota”

Saya agak lega, tampaknya mas Sugali sudah mulai bisa meredam emosinya. Dia mungkin merasa buat apa marah dengan orang awam seperti saya. Saya mengucap terima kasih dan mencomot rokok dalam kotak kayu tersebut, merek Dji Ro Lu (bahasa jawa: sidji loro telu: bahasa Indonesianya 123) tapi kok kotaknya lain ya? Oh, ini orderan khusus, makanya ada kotak ukir dengan tulisan: Bine Grehe Istane Negare.. oh dari India..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline