Sadar akan penting dan urgennya informasi yang didapat dari penyelidikan teliti itu, Maling Genthiri tahu bahwa dirinya tidak boleh diam saja menonton dan tidak mengambil peran. Ia harus memberitahu Raja. Ini kewajibannya membela tanah airnya. Tapi, ini juga mengandung resiko besar. Banyak orang-orang di sekeliling Raja juga terlibat dalam persekongkolan itu. Salah-salah, ia akan dibunuh. Tapi, mati sekarang atau mati nanti, sama saja. Yang penting ia tidak suka akan ketidakadilan dan cinta akan kebenaran. Ia tidak ingin mengabdi pada dua tuan, dengan tidak bertindak atau mengulur-ulur waktu. Ia pun tidak ingin merengkuh keduanya dengan dalih berdiri di tengah-tengah: setuju atau diam dengan ketidakadilan tetapi sekaligus mendukung dan berkoar-koar tentang keadilan. Suka akan kebohongan sekaligus cinta pada kebenaran. Itulah yang banyak disalah-mengertikan sekaligus banyak dipraktekkan tentang kebijaksanaan duniawi, sophia. Menyatakan salah sekaligus benar. Kaki kiri berjalan ke barat, kaki kanan berjalan ke timur pada saat yang sama.
Dengan segala keberanian yang dikumpulkan dari kepingan-kepingan pengalaman akan kelaparan, refleksi, dan ketekunan, Maling Genthiri menghadap Raja. Ia bermaksud memberitahu Raja. Tapi, bagaimana orang kecil seperti dirinya bisa menghadap Raja? Bukankah di seputar istana itu bergerombol juga combe 13) informasi yang banyak mengambil untung hanya dengan omongan manis?
Pokoknya, ia harus bisa menembus para combe itu. Tapi, apakah ia akan dipercaya karena sistem dan prakteknya sudah demikian ? Ia tidak ambil pusing. Ketidakadilan berlangsung di depan matanya. Tidak bisa dibiarkan. Ia harus menyelamatkan keadaan, sekalipun dianggap dan dicap gila. Ia tidak ingin berpura-pura menyelamatkan. Ia tidak mau berpura-pura muncul menjadi pahlawan setelah semuanya hancur berantakan karena kekerasan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri dan mempertahankan serta meraih jabatan orang-orang mulia. Maling Genthiri juga tidak ingin berpura-pura khawatir akan adanya bahaya padahal bahaya itu direkayasanya sendiri untuk menghantam lawan dan mencari posisi seperti kerjaan telik sandi menurut cerita kawannya.
Maling Genthiri pernah diajak ayahnya menjual sapi di pasar hewan. Di pasar banyak dikelilingi para blantik dhadhung 14) dan combe. Ayahnya selalu bisa berkelit dari makelar ini dan menemukan pembeli sungguhan justru dalam kondisi informasi harga yang memang dibuat bias.
Cara kerja makelar ini pernah dijelaskan oleh ayahnya berdasarkan informasi yang sengaja dibelak-belokkan. Dan itu sangat beragam. Sehingga, dengan kisaran informasi yang bias itu dapat ditarik selisih, dan itulah keuntungannya. Semakin wilayah kisaran itu besar, maka semakin untunglah dia. Caranya antara lain memainkan persepsi, emosi, daya tarik, cacat-cacat jiwa, nafsu, ketergesa-gesaan, dan sebagainya yang mempengaruhi putusan dan keyakinan seseorang. Tapi, jenis ini tidak bekerja sendirian dan ia tidak bisa hidup sendirian. Ia selalu menempel dan menghisap pada informasi terpercaya yang menjadi inangnya.
"Yang penting kamu harus sadar akan situasi itu. Kamu harus yakin pada akal sehat dan nuranimu yang bisa dipertajam dalam latihan cegah dhahar kalawan guling. Yang penting kamu tetap dalam kondisi eling lan waspada tetapi tidak kaku," kata ayahnya seperti dikenang Maling Genthiri.
Meskipun tidak sepintar ayahnya dalam mengatasi hal-hal semacam ini, ia mulai mempraktekkan strategi-strategi ayahnya. Pada akhirnya, ia bisa melampaui para combe dan bertemu dengan Raja sendiri.
"Hormat tuanku Raja, hambamu Maling Genthiri menghadap hendak menyampaikan kabar penting untuk keselamantan tuanku. Mohon maaf bila tidak mematuhi protokoler," ucap Maling Genthiri tanpa dibuat-buat sopan.
"Hal penting apakah gerangan sehingga kau melupakan aturan dan kesopanan istana ? Apakah lebih penting dari nyawamu sendiri ?" tanya Raja.
"Ya, tuanku, kami pertaruhkan nyawa kami untuk dapat menyampaikan pesan ini," tutur Maling Genthiri.