Lihat ke Halaman Asli

Sarapan Pagi dengan George J Aditjondro: Quo Vadis Pemberantasan Korupsi?

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika, di bulan Juli (2010) saya berkesempatan bertemu dengan tokoh kontroversi, Bang George, pada waktu sarapan pagi di mana kami menginap di tempat yang sama. Saya jadi bisa berkenalan, lewat teman sejawat saya yang merupakan kawan baiknya dulu di UKSW. Percakapan pun mengalir seketika soal korupsi, soal bukunya Gurita Cikeas, dan termasuk sakit beliau. Saya pun sempat tanya, apa tidak takut bepergian sendirian, mengingat keselamatannya setelah terbitnya buku yang menyinggung orang nomor satu di negeri ini. Dengan gamblang dia menjawab bahwa dia punya pengawal yaitu Gabriel dan Michael (tentu yang dimaksud adalah nama para malaikat). Kami pun terbahak.

Yang berkesan di hati saya adalah passion-nya untuk mengangkat kasus korupsi. Ia pun saat ini mengajar di sekitar korupsi dalam berbagai budaya dan masyarakat di Indonesia. Ia meneliti soal korupsi di Sumatera dan juga di Toraja, di mana yangterakhir akan dibukukan. Cerita pun mengalir dari satu kisah korupsi ke korupsi lainnya. Ia begitu fasih betul cara kerja koruptor serta modus operasinya. Di kepalanya sudah berisi semua soal korupsi. Tak terasa sudah dua jam sarapan pagi itu.

Baru kali ini dalam hidup saya bertemu dengan orang yang betul berjuang membuka borok korupsi di negeri ini tanpa pamrih. Hilang sudah keraguan saya bahwa dia punya motif tertentu dalam mengangkat kasus korupsi di negeri ini. Dengan melihat pakaiannya, tertundanya pengobatan penyakitnya karena tidak cukup uang (walaupun HP sudah baru yang diberi seseorang) membuat saya percaya akan perjuangannya. Semua penampilannya dan kisah pengobatannya meyakinkan saya bahwa orang ini berjuang dengan apa yang dimilikinya yaitu perjuangan lewat kajian intelektualnya dan lewat karya tulisnya.

Sungguh ironis, bila dibandingkan dengan apa yang diperlihatkan pemerintah saat ini. Melihat banyaknya grasi dan remisi yang diberikan koruptor membuat hati ini sedih, karena pastinya koruptor tidak akan kapok. Bahkan korupsi sudah masuk ke semua level dari atasan sampai bawahan dalam birokrasi pemerintahan. Bertambah parahnya korupsi karena hukuman yang diberikan tidak membuat mereka jerih untuk korupsi.

Remisi para koruptor telah membuat arah perjuangan korupsi menjadi tidak jelas. Pemerintah tidak punya rasa keadilan lagi, dan korupsi dianggap biasa-biasa saja. Buat berbagai badan anti korupsi dan satgas hanya memberi "ekstasi" yang membuat rakyat senang sesaat lalu lupa akan betapa pemerintah rajin mengampuni koruptor. Dalam situasi ini, kita bisa buat apa? Quo vadis pemberantasan korupsi?

Bila ingat akan percakapan saya dengan Bang George tempo hari, rasanya rindu lagi dia membuat gebrakan lagi dan kita memerlukan pejuang anti korupsi lainnya dalam semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline