Lihat ke Halaman Asli

Daniel Mashudi

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Lagu Ini Mewakili Perasaan Perantau yang "Ambyar" Tak Bisa Mudik Lebaran Tahun Ini

Diperbarui: 27 April 2020   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: tribunnews

Sudah hampir 2 bulan denyut aktivitas di kota-kota di Indonesia mengendur. Pagebluk Covid-19 telah mengubah banyak segi kehidupan, membatasi jarak dan interaksi masyarakat di dunia nyata. Beruntung kita berada di era digital, sehingga sebagian aktivitas bisa dialihkan ke dunia maya.

Bekerja dari rumah menjadi tren baru. Laptop atau gawai yang tersambung ke jaringan internet menjadi kebutuhan penting. Pertemuan di dunia nyata beralih menjadi tatap muka di layar laptop dan telepon pintar.

Aktivitas keagamaan ikut terpengaruh. Kegiatan ibadah yang semula leluasa dilakukan, kini dibatasi. Sebagian besar masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya ditutup, dan umat dianjurkan beribadah di rumah masing-masing. Hal ini dilakukan demi menghindari penyebaran virus Corona.

Jumat lalu umat muslim mulai menjalankan ibadah puasa Ramadan. Tentu saja, bulan puasa tahun ini terasa lain dan lebih istimewa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sholat tarawih yang biasanya dilaksanakan di masjid, dipindahkan ke rumah. Tidak mengenakkan memang.

Di hari-hari terakhir Ramadan, kegiatan mudik biasa dilakukan oleh sebagian besar perantau. Sungkem dengan kedua orang tua di kampung halaman, bertemu dengan saudara, kerabat, dan teman-teman adalah hal yang membawa kebahagiaan tak terperi. Rasa rindu yang tertahan berbulan-bulan, terbayar lunas setelah bertemu langsung dengan orang-orang tercinta.

Namun tahun ini perasaan rindu untuk bertemu muka dengan muka tersebut perlu ditahan. Mudik lebaran tahun ini menjadi kegiatan "terlarang", demi kesehatan dan keselamatan bersama. Akses keluar dan masuk Jabodetabek (dan beberapa kota lainnya) dijaga ketat, demi mencegah kaum perantau kembali ke kampung halaman.

Rasa sedih pasti ada. Ambyar, tentu saja.

Bisa jadi, lagu "Ora Bisa Mulih" sangat mewakili perasaan ambyar para perantau, seperti saya, saat ini. Lagu berbahasa Jawa yang judulnya berarti tidak bisa pulang ini pertama kali saya dengar saat konser amal yang disiarkan Kompas TV beberapa waktu lalu. Lagu ini dinyanyikan secara duet oleh Arda dan Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart. Suara merdu Arda membuat saya penasaran ingin tahu lebih lanjut siapa dia.

Bocah difabel ini pertama kali bertemu dengan Didi Kempot dalam sebuah hajatan di Klaten, Jawa Tengah. Saat itu Arda menyumbangkan lagu milik Didi berjudul Suket Teki. Didi Kempot terpukau dan akhirnya tertarik mengajak Arda untuk rekaman.

Sebuah lagu secara khusus dibuat oleh Didi Kempot untuk Arda. Dan lagu berjudul "Tatu" (artinya: luka) yang dinyanyikan Arda mendapat respon positif oleh masyarakat. Karena lagu inilah kemudian nama Arda dikenal juga dengan Arda Tatu.

Di konser amal Kompas TV tersebut, Arda membawakan dua lagu yaitu Tatu dan Ora Bisa Mulih. Lagu Ora Bisa Mulih sebenarnya bukan lagu baru. Di kanal Youtube, akun Didi Kempot Official bahkan sudah mengunggahnya di tahun 2019. Di sini, sang maestro campursari menyanyikan sendiri lagu ciptaanya. Didi Kempot Official kemudian mengunggah kembali lagu tersebut pada bulan April 2020. Namun, di video kali ini Arda yang menyanyikannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline