Lihat ke Halaman Asli

Daniel Mashudi

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Pekerja Freelance Perlu Mengerti tentang Kontrak Kerja

Diperbarui: 30 Maret 2019   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kevin menjelaskan tentang Kursor

Satu tahun yang lalu, tepatnya 31 Maret 2018, saya mengambil keputusan untuk berhenti bekerja dari sebuah perusahaan manufaktur di Tangerang. Perusahaan tersebut menjadi perusahaan ke-5 saya bekerja, sejak pertama kali bekerja pada September 2000. Alasan saya memutuskan berhenti bekerja cukup simpel. Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang memungkinkan saya memiliki waktu luang lebih.

Saat itu saya belum diterima bekerja di perusahaan lain. Saya berpikir tidak mengapa rehat 2-3 bulan sambil mencoba membuat beberapa surat lamaran pekerjaan. Untuk mengisi waktu, saya mengambil beberapa job sebagai reviewer, buzzer, endorser dan pekerjaan lain terkait dengan dunia blog dan media sosial. Ya, saya menjadi pekerja lepas atau freelance yang malah berlanjut sampai sekarang.

Saya cukup menikmati pekerjaan baru sebagai pekerja freelance, terutama dari segi waktu yang tidak sepadat saat saya bekerja di korporasi. Saya dapat bekerja di mana saja dan kapan saja dan tidak perlu lagi merepotkan diri untuk mengikuti peraturan perusahaan selama pekerjaan yang ditugaskan klien dapat saya selesaikan.

Ada beberapa pengalaman baru yang saya dapatkan selama saya menjalani profesi pekerja freelance ini. Salah satunya terkait dengan perjanjian atau kontrak kerja. Jika pada pekerjaan sebelumnya di korporasi selalu ada perjanjian hitam di atas putih, maka sebaliknya, seingat saya pada pekerjaan baru yang saya kerjakan selama 1 tahun terakhir ini belum pernah ada perjanjian tersebut.

Selama ini kesepakatan antara saya sebagai pekerja freelance dengan klien dilakukan melalui e-mail atau perbincangan di Whatsapp. Informasi terkait hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dicantumkan dalam kesepakatan tersebut. Umumnya pekerjaan itu sifatnya pekerjaan 'sekali putus'. Maksudnya, hanya sekali, langsung dibayar. Tetapi ada pula yang bersifat berkesinambungan, satu bulan terus menerus atau beberapa bulan untuk beberapa pekerjaan.

Namun, apakah kesepakatan hanya melalui e-mail atau Whatsapp dan tanpa perjanjian tertulis berupa kontrak kerja tersebut sudah bisa dijadikan pegangan? Bagaimana bila terjadi pelanggaran oleh salah satu pihak, dan apa konsekuensinya?

Sekilas tentang Kursor Kompasiana dan Kontrak Hukum

Hari Sabtu yang lalu (23/3), saya dan teman-teman kompasianer hadir dalam acara yang digagas Kursor Kompasiana untuk komunitas. Bertempat di Wuhub Coworking Space di Kuningan, Jakarta Selatan, acara ini membahas pentingnya kontrak untuk pekerja freelance.

Kevin menjelaskan tentang Kursor

Di awal acara, Kevin dari Kompasiana menjelaskan secara singkat mengenai Kursor. Kursor (Kumpul Bareng Komunitas Sore-sore) menjadi tempat berbagi ilmu, inspirasi dan cerita, dan sarana meningkatkan kualitas komunitas-komunitas yang ada di Kompasiana serta meningkatkan kualitas anggota komunitas tersebut. Pada edisi perdana Kursor, Kompasiana menggandeng Kontrak Hukum.

Jika mendengar kata 'hukum', sebagian besar orang akan mengidentikkannya dengan sesuatu yang ribet, lama dan mahal. Persepsi tersebut hendak diluruskan oleh Kontrak Hukum dengan mengubahnya menjadi 'hukum itu cepat, mudah dan terjangkau', dan hal tersebut bisa dilakukan melalui sistem yang terintegrasi secara digital.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline