Piala Dunia 2018 telah berada di puncaknya. Perancis dan Kroasia, dua negara yang tidak saya unggulkan pada tulisan sebelumnya, akhirnya beradu menuju tahta juara. Sementara Belgia dan Inggris akan melipur lara di perebutan peringkat ketiga.
Saya tak akan berpanjang lebar mengulas laga playoff hari Sabtu ini. Laga ini akan segera dilupakan, dan gaungnya akan meredup begitu final Luzhniki dimulai. Biarlah laga ini menjadi pembuktian bagi Harry Kane dan Romelu Lukaku sebagai yang tersubur dalam membobol jaring lawan. Cukup itu saja.
Mundur tiga hari ke belakang, pada semifinal kedua di Luzhniki Stadium hari Rabu lalu. Ketika pertandingan sudah berjalan 60 menit dan Inggris unggul atas Kroasia 1-0, mungkin narasi-narasi yang sudah dipersiapkan awak media adalah tentang Inggris dan Perancis di final Piala Dunia hari Minggu nanti.
Segala catatan masa kini dan masa lampau siap dipubilikasikan ke media. Mulai dari Brexit versus The Continent, St. George's Cross versus Tricolour, London versus Paris, Trafalgar, Waterloo, hingga perang kolonial di abad-abad sebelumnya. Inggris versus Perancis adalah final yang diinginkan oleh sebagian besar orang.
Rupanya sepakbola belumlah kembali pulang, football isn't coming home. Di menit 68 Ivan Perisic menyamakan angka, dan membuat laga berlanjut ke extra time. Selanjutnya Mario Mandzukic memberikan mimpi buruk bagi Inggris, tembakannya ke gawang Jordan Pickford membuat Kroasia berganti memimpin.
Dan Inggris tak kunjung mengejar hingga menit 120 usai. Kemenangan Kroasia telah mencuri impian Inggris untuk menebus kegagalan masa-masa sebelumnya menuju final. Kesempatan mengulang juara saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 1966 sirna. Sekali lagi, football isn't coming home.
Mundur satu hari lagi, pada semifinal pertama hari Selasa di Saint Petersburg Stadium. Perancis dan Belgia memiliki kans yang sama. Belgia memiliki catatan istimewa sebagai tim tersubur di turnamen 2018 ini, yang menghentikan juara 5 kali Brazil di babak sebelumnya.
Namun Perancis tak bisa dipandang sebelah mata. Bintang baru Kylian Mbappe sedang bersinar terang, kekuatan dan kecepatannya begitu luar biasa. Ini membuat pelatih Belgia Roberto Martinez berpikir keras menerapkan strategi untuk meredamnya.
Tanpa kehadiran bek tangguh Thomas Meunier, membuat bek Belgia lainnya Jan Vertonghen harus bergerak sedikit ke kiri. Hal ini menciptakan efek domino di posisi yang lainnya. Belgia tidak mampu menciptakan aliran serangan seperti yang berhasil dilakukan saat berjumpa dengan Brazil.
Belgia menguasai 64 persen pertandingan, namun harus berjuang menghadapi kecepatan Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann. Di lini tengah, Belgia juga harus berjuang menaklukkan Paul Pogba dan N'Golo Kante. Melalui tendangan pojok di menit 51, Samuel Umtiti menyundulnya dan berbuah gol satu-satunya di laga tersebut. Perancis menang 1-0 dan melaju ke final.
Nah, kini kita punya Perancis dan Kroasia di final, dua tim yang memiliki perjuangan berbeda menuju puncak. Perancis tidak terlalu memukau di fase grup, namun tampil meyakinkan di babak knockout. Dua juara dunia Argentina dan Uruguay, juga calon juara baru Belgia dikalahkannya.