Berada di titik 0 kota Pangkalpinang, Taman Sari memiliki lokasi yang strategis di ibukota Provinsi Bangka Belitung ini. Dikenal juga dengan sebutan Wilhelmina Park, Taman Sari menjadi salah satu ruang publik yang keberadaannya memberikan fungsi positif bagi masyarakat Pangkal Pinang. Sebagai sebuah taman kota, Taman Sari tentunya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai paru-paru kota yang menyumbang zat asam. Namun selain itu, ada beberapa hal lainnya yang membuat Taman Sari berbeda dibandingkan dengan taman-taman kota lainnya.
Hawa panas yang menyelimuti Kota Pangkalpinang pada tengah hari di bulan Mei 2015 akhirnya membawa saya untuk beristirahat di Taman Sari, sebuah taman di sebelah barat alun-alun kota. Pohon-pohon berukuran besar tumbuh di sini. Beberapa warga yang sebagian besar anak-anak muda tengah menikmati kesegaran di tengah cuaca terik Pangkalpinang. Beberapa gazebo dibangun di antara rindangnya pepohonan, juga patung-patung binatang dan taman bermain yang cukup memadai untuk anak-anak.
Keberadaan ruang publik yang meliputi Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau sendiri menjadi sebuah kewajiban yang perlu diadakan oleh pemerintah, hal ini seperti disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Karakter utama dari ruang publik ini yaitu menjadi tempat bagi warga masyarakat untuk saling berinteraksi, yang bentuknya bisa berupa taman kota, hutan kota, perpustakaan, jalan raya dan sebagainya.
Lebih spesifik pada taman kota, beberapa kota di Indonesia telah mengimplementasikan hal tersebut dengan baik. Ada beberapa taman yang telah dikenal oleh publik seperti misalnya Taman Bungkul di Surabaya , Taman Suropati di Jakarta dan taman-taman di kota-kota besar yang lain. Tak terkecuali dengan Pangkalpinang yang masuk sebagai kota sedang, kota ini memiliki Taman Sari atau Wilhelmina Park seperti yang sudah disinggung di bagian awal. Taman Sari ini salah satu taman kota yang istimewa dan berbeda. Keistimewaan yang dimiliki oleh Tamansari ini karena banyak nilai yang dimilikinya.
Sejarah
Ciri utamaTaman Sari adalah adanya sebuah tugu yang berada di tengah tamanyang dinamakan Tugu Pergerakan Kemerdekaan. Tugu ini dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Bangka dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Memiliki bentuk lingga dan yoni yang berdiri ditengah-tengan punden berundak berbentuk segi enam simetris, tugu ini diresmikan oleh Bung Hatta pada 17 Agustus 1949.
Pada salah satu sisi tugu terdapat sebuah prasasti bersejarah. Aksara-aksara berwarna putih yang ditera pada bidang hitam membentuk kalimat “Surat kuasa kembalinya Republik Indonesia ke Yogyakarta, diserahkan oleh Ir. Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Media Juni 1949”. Dalam sejarah Indonesia memang hanya disebut 3 kota yang pernah menjadi ibukota yakni Jakarta, Yogyakarta dan Bukittinggi. Namun Pangkalpinang secara ‘de facto’ juga pernah menjadi ibukota Indonesia.
Peran tidak resmi Pangkalpinang sebagai ibukota tersebut terjadi ketika Bukittinggi menerima mandat menjadi ibukota Indonesia ketika para pemimpin bangsa di Yogyakarta ditangkap oleh Belanda pada Desember 1948. Dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi dengan Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden Indonesia.
Wakil Presiden Muhammad Hatta, Sekretaris Negara AG Pringgodigdo, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mr. Assaat, dan Kepala Staf AU Soerjadarma diasingkan Belanda di Menumbing, Bangka Barat sejak 22 Desember 1948. Di saat bersamaan, Presiden Soekarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim juga diasingkan di Muntok, Bangka Barat. Jadi para pemimpin bangsa ini secara de facto sedang berada di Bangka saat itu.
Perundingan-perundingan dilakukan oleh para petinggi republik di Pangkalpinang, yang lokasinya sekarang menjadi Museum Timah Indonesia, beberapa puluh meter saja jaraknya dari Taman Sari. Perundingan di lokasi ini membahas kerangka Perjanjian Roem-Royen. Perjanjian Roem-Royen sendiri selanjutnya diikuti oleh Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang berujung pada pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia (1949). Begitulah Pangkalpinang memiliki andil kuat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.