Lihat ke Halaman Asli

Daniel Mashudi

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Ssst, Kuliner ini Piringnya Bisa Dimakan Lho!

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13890364461499311689

Makan di 'bundo kanduang' saja harus bayar, apalagi bundo angkek. Itu salah satu guyonan yang pernah saya dengar mengenai rumah makan Padang. Ya, memang banyak rumah makan Padang yang bertebaran di kota-kota di Indonesia. Istilah-istilah khas pun digunakan sebagai nama rumah makan tersebut, seperti Bundo Kanduang, Gumarang dan sebagainya. Dan hampir semua orang pasti pernah menikmati makanan Padang yang digolongkan ke dalam 2 kategori, yaitu enak dan enak sekali :D :D.

Berkunjung ke Padang dan kota-kota sekitarnya, maka tak lengkap rasanya jika kita tak mencicipi kuliner dari tanah minang tersebut. Pun saat berkunjung ke Sumatera Barat tahun lalu, saya sempat menikmati beberapa kuliner seperti sate padang, ketupek sayur atau teri balado. Namun ada satu yang belum pernah saya cicipi sebelumnya, dan baru pertama kali saya temui waktu berkunjung di sana.

Siang menjelang sore ketika saya tengah menikmati suasana Jam Gadang di Bukittinggi. Saya baru tiba di kota kelahiran proklamator Bung Hatta ini setelah perjalanan dari Sawahlunto. Sesampainya di terminal Aur Kuning (Bukittinggi), saya langsung makan siang dengan menikmati sate padang. Kemudian saya melanjutkan perjalanan dengan mobil angkutan umum berwarna merah (lupa nomor angkotnya) dari terminal menuju Jam Gadang.

Dengan kondisi perut yang cukup terisi, saya memang tak ada niat untuk kembali makan di Jam Gadang. Namun karena ada beberapa penjual yang menjajakan makanan yang belum pernah saya lihat sebelumnya, saya tertarik untuk mencicipinya. Kebetulan ini bukanlah termasuk makanan berat, jadi tak apalah jika saya mencobanya. Banyak pengunjung yang juga menikmatinya saat itu.

[caption id="attachment_288728" align="aligncenter" width="620" caption="Penjual dan pembeli"][/caption]

Saya mendatangi salah satu penjual dan bertanya ke salah satu pembeli apa nama makanan tersebut. Dijawabnya, ini adalah kerupuk kuah. Ada juga yang menamakannya kerupuk mie. Saya pun ikut memesan kerupuk kuah ini dan memerhatikan (serta memotret) bagaimana ibu penjual menyiapkannya. Si pembeli tadi bertanya kenapa saya memotret kerupuk kuah ini. Saya jawab, saya baru pertama kali melihat ini :D . Proses penyajian kerupuk kuah ini cukup cepat. Dari sebuah kantong plastik, ibu penjual mengambil kerupuk berukuran besar. Lalu di atas kerupuk diolesi atau diguyur dengan kuah kental. Dan akhirnya di atas kerupuk plus kuah tadi, ditambahkan mie (bihun) goreng.

[caption id="attachment_288729" align="aligncenter" width="620" caption="Sedang menyiapkan pesanan"]

1389036540254829371

[/caption]

[caption id="attachment_288730" align="aligncenter" width="620" caption="Kerupuk kuah alias kerupuk mie"]

13890365911075206307

[/caption]

Di tengah keramaian Jam Gadang, saya menikmati kerupuk kuah ini. Kerupuk yang dijadikan sebagai alas atau piring terbuat dari singkong dengan rasa yang khas. Kuah kentalnya sama seperti kuah yang dipakai untuk sate padang. Pelan-pelan saya nikmati kuliner yang bagi saya agak repot untuk memegang dan memakannya, beberapa bagian dari bihun goreng bahkan sempat terjatuh ke tanah. Dalam beberapa menit, selesailah saya melahap mie, kuah dan juga 'piring' kerupuknya. Minumannya cukup air mineral yang selalu saya bawa dan selipkan di tas ransel.

Yuk, kenali kuliner lezat lainnya di laman blog Daihatsu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline