[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: jakartamonorail.com"][/caption]
Siapa yang tak ingin melihat suatu saat nanti Jakarta memiliki monorel sebagai salah satu moda transportasi. Beberapa kota besar dunia seperti Singapura, Kuala Lumpur, Sydney, Okinawa, Las Vegas atau Hamburg telah memiliki monorel. Selain terkesan modern dan futuristik, kehadiran moda transportasi ini menjadi solusi bagi masyarakat modern yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain yang ada di kota tersebut.
Jalanan di Jakarta yang semakin hari semakin macet, membuat kebutuhan akan angkutan massal seperti monorel sebagai suatu keniscayaan. Namun kenyataannya, sudah sekian lama proyek monorel yang ada seakan-akan terhenti dan tak jelas kapan akan dilanjutkan kembali. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan proyek monorel ini, acara Kompasiana Nangkring Bareng PT Jakarta Monorail setidaknya menjawab rasa penasaran para kompasianer yang hadir di Outback Steakhouse, Kuningan City pada 24 Mei 2014 lalu.
Ramai nih. @kompasiana @MonorailJakarta #kompasiananangkring pic.twitter.com/LcLtxcpVGJ — daniel mashudi (@samLeinad) May 24, 2014
Hadir sebagai narasumber pada acara tersebut, yakni John Aryananda(Dirut PT Jakarta Monorail), Dharmaningtyas (Pengamat Transportasi), Tjipta Lesmana (Pakar Komunikasi Politik UPH) dan Lukas Hutagalung(Konsultan Bidang Infrastruktur). Sementara Laksono Hari Wiwoho (Editor Megapolitan KOMPAS.com) menjadi moderator pada acara yang dihadiri sekitar 100 kompasianer terundang.
Keunggulan Monorel
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh monorel jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Dari sisi kapasitas, monorel bisa menampung 230 orang dalam setiap gerbongnya. Bandingkan dengan kendaraan lain yang sudah ada saat ini seperti busway yang berkapasitas 35 orang atau kereta listrik dengan kapasitas 100 orang per gerbong.
[caption id="attachment_309898" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: https://www.facebook.com/MonorailJakarta"][/caption]
Dari sisi kecepatan, tentu saja monorel jauh yang memiliki jalur tersendiri lebih cepat dari busway, kendaraan umum, mobil atau sepeda motor yang harus berbagi ruang yang kian sesak di jalan raya. Efisiensi waktu inilah yang menjadi kebutuhan masyarakat di kota-kota besar seperti Jakarta.
Sejak Era Bang Yos
Megaproyek monorel ini dimulai sejak Bang Yos (Sutiyoso) menjabat Gubernur DKI Jakarta. Bang Yos menggagas proyek ini sebagai bagian dari pola transportasi makro yang akan mengurangi beban kendaraan di Jakarta. Dimulai sejak 2004, angkutan berbasis rel ini diharapkan bisa menjadi alternatif angkutan umum bagi warga. Sayang ketika Fauzi Bowo menjabat gubernur, proyek ini diputuskan untuk tidak dilanjutkan lagi. Akibatnya tiang-tiang pancang untuk jalur monorel pun terbengkalai begitu saja.
[caption id="attachment_309899" align="aligncenter" width="510" caption="Rute monorel. Sumber: http://www.jakartamonorail.com"]
[/caption]
Terpilihnya Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama pada tahun 2012 sebagai gubernur – wakil gubernur DKI Jakarta memberi angin segar kepada proyek monorel tersebut. Jokowi-Ahok kembali melanjutkan proyek yang sebelumnya sempat terhenti di masa Fauzi Bowo. Namun setelah 2 tahun berjalan, lagi-lagi proyek ini menemui kendala.
Persoalan Monorel Dipolitisasi?
Sampai saat ini Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakarta Monorail masih belum menemukan kesepakatan untuk melanjutkan kembali megaproyek monorel. Kedua pihak tersebut belum juga menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS). Pemprov DKI Jakarta yang diwakili Ahok menilai bahwa rencana bisnis PT JMtidak realistis. Menurutnya PT JM memasukkan target jumlah penumpang yang terlalu besar. Ahok juga meragukan kemampuan finansial PT JM. Sementara PT JM melalui John Aryananda dalam acara Kompasiana Nangring tersebut mengatakan bahwa ia sebenarnya telah mengomunikasikan kepada Pemprov DKI dimana PT JM didukung oleh dua konsorsium besar dari Tiongkok dan Singapura yang akan terlibat dalam pembangunan monorel.
Tertundanya proyek monorel ini sebaiknya perlu dicarikan jalan keluarnya. Sejauh ini Pemprov DKI dan PT JM berkutat pada hak dan kewajiban masing-masing, demikian ungkap Lukas Hutagalung. Pemprov dan PT JM harus memiliki rasa saling percaya (trust) di antara kedua pihak sehingga PKS bisa segera ditandatangani. Ibarat pernikahan, persiapan yang cukup lama ini adalah penjajakan bagi kedua pihak sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H