Lihat ke Halaman Asli

daniellnonok

Mahasiswa

S1 Pendidikan : Pengangguran Terdidik

Diperbarui: 14 Januari 2025   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu dapodik dikunci (sumber: AI)

Sebagai lulusan S1 Pendidikan, saya merasa kebijakan pemerintah terkait rekrutmen guru hanya melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi tamparan keras bagi kami yang telah menghabiskan empat tahun untuk meraih gelar sarjana. Bagaimana mungkin perjuangan kami selama ini dianggap belum cukup untuk menjadi seorang guru? Apakah ilmu yang kami pelajari selama empat tahun itu dianggap sia-sia hanya karena kami belum memiliki sertifikasi PPG?

Bagi kami, kuliah di jurusan pendidikan adalah bentuk pengabdian kepada dunia pendidikan. Kami belajar berbagai teori, praktik, hingga menyelesaikan tugas akhir, seperti penelitian tindakan kelas, yang relevan dengan profesi guru. Namun, kini kami dihadapkan pada kenyataan pahit: gelar S1 tidak cukup. Untuk menjadi guru yang diakui, kami harus menempuh PPG yang memakan waktu, biaya, dan tenaga lebih besar.

Bukankah tugas pendidikan tinggi adalah mencetak tenaga pendidik yang siap terjun ke dunia kerja? Jika PPG menjadi satu-satunya jalan, lalu apa esensi dari kuliah S1 Pendidikan itu sendiri? Apakah institusi pendidikan tinggi ini gagal memberikan kompetensi yang diperlukan sehingga harus ada PPG sebagai tambahan?

Tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan ekonomi untuk melanjutkan PPG. Beasiswa memang ada, tetapi jumlahnya sangat terbatas dibandingkan kebutuhan. Di sisi lain, para lulusan non-pendidikan yang juga bisa mengikuti PPG memiliki peluang yang sama untuk menjadi guru. Hal ini membuat kami, mahasiswa pendidikan, merasa diperlakukan tidak adil karena jalan kami menjadi guru tidak hanya terjal, tetapi juga penuh dengan persaingan.

Kebijakan ini seolah menutup pintu bagi kami yang bercita-cita mengabdi di dunia pendidikan. Banyak dari kami yang sudah menjadi guru honorer, mengajar dengan gaji seadanya, bahkan rela tidak masuk dalam Dapodik demi mendapatkan pengalaman. Tetapi ketika ada kebijakan seperti ini, masa depan kami terasa hancur. Kami tidak bisa berharap lebih karena akses untuk menjadi guru sepenuhnya terkunci tanpa PPG.

Kami memahami bahwa sertifikasi melalui PPG bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, tidak adakah solusi lain yang lebih bijak? Misalnya, membuka jalur khusus untuk mahasiswa S1 Pendidikan yang telah berpengalaman mengajar, tanpa harus mengikuti PPG yang panjang? Atau, mengintegrasikan PPG langsung ke dalam kurikulum S1 Pendidikan, sehingga kami tidak perlu merasa terbuang setelah lulus?

Kami tidak ingin kuliah selama empat tahun hanya untuk menjadi pengangguran terdidik. Kami ingin diakui sebagai bagian dari solusi pendidikan di Indonesia, bukan sebagai beban yang harus dipoles ulang. Jika kebijakan ini terus diberlakukan tanpa evaluasi, masa depan lulusan S1 Pendidikan akan semakin suram, dan cita-cita kami untuk mengabdi kepada bangsa hanya akan menjadi angan-angan.

Kami berharap pemerintah mendengar suara ini. Dengarkanlah aspirasi kami, mahasiswa pendidikan yang berjuang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masa depan generasi muda Indonesia. Jangan biarkan kami kehilangan arah di tengah kebijakan yang belum berpihak pada kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline