Hukum acara perdata menurut Wirjono Projodikoro adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata. Menurut Abdul Manan, hukum acara perdata mengatur hal-hal mengenai mengajukan gugatan kepada pengadilan agama, prosedur cara tergugat membela diri dari penggugat, prosedur hakim sebelum maupun saat pemeriksaan dilaksanakan dan proses hakim dalam memutuskan perkara yang diajukan oleh penggugat serta pelaksanaan putusan sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum perdata berjalan dengan sebaik-baiknya.
Dalam hukum acara perdata terdapat pihak yang merasa ada suatu hak yang dilannggar yang disebut dengan penggugat. Apabila penggugat terdiri lebih dari 1 orang maka disebut penggugat I, penggugat II, pengguat III dan seterusya, penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan agar pengadilan dapat memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan oleh penggugat. Pengadilan dalam prosesnya membawa pihak yang dianggap melakukan pelanggaran terhadap hak penggugat disebut dengan tergugat.
Apaabila tergugat terdiri lebih dari 1 orang maka disebut tergugat I, tergugat II, tergugat III dan seterusnya. Yurisprudensi dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 1 Agustus 1983 No. 1972 K/ Sip/1982, dimuat dalam Yurisprudensi Indonesia, diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, penerbitan 1983-1, halaman 191) dijelaskan bahwa dalam gugatan mengenai barang sengketa dapat hanya ditujukan kepada pihak yang dengan nyata menguasai barang sengketa.
Dari serangkaian proses dalam hukum acara perdata terdapat proses pembuktian. Hukum pembuktian dalam proses litigasi sangat kompleks. Hal ini karena dalam pembuktian harus dapat merekonstruksi kejadian masa lampau sebagai suatu kebenaran. Kebenaran yang dihasilkan dalam proses litigasi bukanlah kebenaran yang bersifat mutlak melainkan bersifat relatif atau kemungkinan, dalam mengungkapkan kebenaran tentu mengalami kesulitan dalam proses-proses yang dijalani. Kesulitan dapat ditemukan pada 3 faktor yakni: faktor sistem adversarial, pada prinsipnya kedudukan hakim dalam proses pembuktian lemah dan pasif, dan kesulitan menemukan kebearan karena fakta yang diperoleh tidak dianalisis dan diperiksa oleh ahli.
Faktor sistem adversarial, pada sistem ini semua kedudukan para pihak yang berperkaran setara dalam proses peradilan, para pihak memiliki hak untuk mengajukan dan membantah kebenaran dengan adanya proses adversarial.
Faktor kedudukan hakim dalam sistem adversarial lemah dam pasif, hakim dalam hal ini tidak secara aktif mencari kebenaran di luar lingkup perkara yang diajukan para pihak yang berperkara dalam persidangan. Hakim tidak dapat memberlakukan sistem inkuisitorial dalam melaksanakan proses perdata.
Dalam hal ini hakim berfungsi untuk mencari kebenaran yang memiliki Batasan seperti tidak dapat memilih alat bukti yang sepurna dan mengikat dalam hal ini hakim tidak dapat memberikan penilaian terhadap alat bukti tersebut. Faktor kesulitan dalam menemukan kebenaran karena fakta dan bukti yang diperoleh tidak diperiksa secara detail dianalisis dan tidak dinilai oleh ahli.
Hukum pembuktian yang merupakan hukum acara memiliki unsur formil dan materiil. Unsur fomil mengatur mengenai prosedur acara pembuktian dalam persidangan.
Unsur materiil mengatur mengenai wewenangn seperti hak dan kewajiban para pihak yang berperkata. Hukum pembuktian positif diatur dalam Herzien Indlandsch Reglement, Rechteglement voor de Buitengewesten, dan Burgerlijk Wetboek buku IV yang memuat acara contradictoir untuk bidang hukum harta kekayaan dalam proses persidangan perdata sedangkan untuk acara declaratoir atau peradilan volunteer pada asasnya berlaku secara analog dan tidak berlaku hukum pembuktian BW buku IV.
Pembuktian dalam hukum acara memiliki pengertian secara yuridis yakni hakim menerima dasar-dasar atas perkara yang cukup untuk diperiksa dan memastikan tentang kebenaran dalam peristiwa yang diajukan, selain itu menurut Suyling dalam pembuktian juga harus dibuktikan kebenaran dalam persitiwa tersebut tanpa tergantung pada para pihak dan pada putusan yang berdasarkan keyakinan oleh hakim.
Pembuktian juga memiliki unsur historis dalam hal ini pembuktian memproses utnuk menemukan suatu kebenaran yang terjadi dalam peristiwa masa lalu yang memiliki relevansi. Beberapa hal tersebut menjelaskan bahwa dalam pembuktian bertujuan untuk mencari dan menetapkan kepastian dalam fakta yang menghasilkan kebenaran dalam suatu peristiwa melalui proses persidangan yang sudah difasilitasi dengan sarana-sarana dalam hukum. Dalam memberikan pertimbangan setelah menganilisis harus dilakukan secara rasional dengan alasan yang dapat diterima dalam suatu peristiwa yang memberikan kebenaran dan kepastian hukum.