Lihat ke Halaman Asli

Memahami Kebebasan yang Sejati

Diperbarui: 22 Juli 2023   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku cenderung melihat secara singkat orang-orang di sekitarku dulu dan sekarang ini, dan tidak lupa aku juga melihat diriku sendiri, bahwa aku dan beberapa orang lain di sekitarku itu selalu mendambakan sebuah kebebasan disaat sedang berada pada situasi yang didefinisikan secara subjektif sebagai tidak bebas. 

Aku beri contoh diriku sendiri saja, saat aku sedang berada di sekolah dasar (SD), saat sedang menjelang ujian nasional, aku merasa bahwa aku ingin cepat-cepat bebas, yaitu tidak lagi belajar dan tidak lagi sibuk sekolah. Saat SMP dan SMA juga aku merasakan keinginan yang kurang lebih sama. Dalam konteks yang berbeda, aku dan juga orang lain rasanya memiliki keinginan untuk bebas dari situasi yang dirasa tidak bebas, misalnya tinggal jauh dari orang tua sehingga bisa melakukan kebebasan yang saat itu tidak bisa didapatkan, bisa bebas dari kewajiban perkuliahan, dan lain sebagainya.

Di saat sekarang ini, yaitu saat aku berada di bangku kuliah, mungkin dikarenakan berbagai pengalaman dan pemikiranku sendiri, aku mulai mendefinisikan ulang arti dari kebebasan itu. Dari aku sendiri, kebebasan itu merupakan situasi yang memungkinkan kita untuk melakukan berbagai hal yang kita inginkan, tetapi tetap sesuai dengan etika dan peraturan yang kita anut dan sesuai dengan etika dan peraturan dimana kita berada. Kebebasan yang bertanggung jawab merupakan kebebasan yang sering saya jadikan prinsip dalam melakukan sesuatu. 

Kebebasan yang sudah didapatkan haruslah dibarengi dengan tanggung jawab, termasuk tanggung jawab moral. Artinya kebebasan yang sudah didapatkan haruslah tetap manaati etika dan peraturan yang ada. Kebebasan yang tidak sesuai dengan etika dan peraturan saya rasa bukan merupakan sebuah kebebasan karena kebebasan itu sebenarnya pada akhirnya membuat kita jatuh pada situasi kebebasan yang semu, yaitu kebebasan yang sebenarnya tidaklah bebas. Misalnya kebebasan yang didapatkan seorang remaja karena bisa bebas dari pengawasan orang tua sehingga ia bisa bebas merokok dan meminum alkohol setiap akhir pekan. Ia masuk ke dalam suatu kebebasan semu. Ia merasa bebas, tetapi sebetulnya ia jatuh ke dalam situasi yang mengurungnya dalam lingkaran kecanduan rokok dan alkohol. Ia tidak bebas sama sekali.

Kebebasan yang didambakan terkadang ketika sudah didapatkan akan membuat kita masuk ke dalam sebuah kebebasan yang semu. Membuat kita masuk ke dalam situasi yang bisa membuat kita akan masuk ke lingkaran ketidakbebasan yang baru. Hal itu bisa terjadi jika kita tidak mampu untuk memanfaatkan kebebasan itu sesuai dengan etika yang ada. Diperlukan kebijaksanaan dari diri kita sendiri untuk memanfaatkan kebebasan itu.

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline