Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Kenapa Hanya "Deadpool" yang Dipermasalahkan?

Diperbarui: 4 Maret 2017   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di media sosial saat ini sedang ramai dibicarakan tentang film “superhero” Deadpool. Bukan tentang filmnya, tetapi tentang penontonnya yang masih di bawah umur, padahal filmnya sudah berating Dewasa (D).

“Superhero” ditulis dengan tanda kutip, karena karakter tokoh Deadpool di film itu hanya kostumnya saja yang mirip dengan karakter superhero pada umumnya, sedangkan perilakunya jauh dari perilaku para superhero yang “sebenarnya.”

Deadpool bukan sosok pembela kejahatan, dia bertempur dengan para musuhnya hanya demi kepentingan pribadinya, membunuh demi dendam pribadinya, dan membunuh dengan sadis juga merupakan kegemarannya. Banyak mulut, suka mengeluarkan kata-kata makian kasar, tak senonoh, juga merupakan ciri khasnya.

Film ini juga dipenuhi dengan adegan kekerasan yang bedarah-darah, adegan telanjang, dan seks. Intinya film ini sangat tidak layak ditonton oleh anak-anak. Ini bukan film “superhero” yang boleh dilihat anak-anak.

Di negara asalnya sendiri, Amerika Serikat, oleh MPAA, Deadpool diklasifikasi sebagai film dengan rating R (Restricted), artinya, mereka yang belum dewasa (17 tahun) hanya boleh menontonnya jika didampingi orangtua/dewasa.

Di Tiongkok, karena faktor kontennya itu, Deadpool dilarang masuk ke negara tersebut.

Sedangkan di Indonesia, Lembaga Sensor Film (LSF) meloloskan Deadpool, dengan memberikannya rating D (Dewasa), artinya, hanya boleh ditonton oleh orang yang telah berusia 17 tahun ke atas.

Beberapa adegan yang dinilai terlalu sadis, adegan telanjang dan seks kena gunting LSF. Jadi, seperti biasa, meskipun sebuah film sudah di-rating “Dewasa,” LSF tetap saja yang menentukan adegan mana yang boleh atau tidak boleh dilihat para penonton dewasa itu.

Sedangkan, untuk adegan-adegan yang memperdengarkan umpatan-umpatan kasar dan tidak senonoh sepanjang film itu tidak dipotong LSF, karena pertimbangan dialog dan jalan ceritanya yang akan sangat terganggu jika adegan-adegan itu juga ikut digunting sensor LSF.

Dalam kondisi demikianlah saat Deadpool diputar di Indonesia, sejak 10 Februari lalu, justru banyak anak-anak di bawah umur yang dibawa orangtuanya ke bioskop-bioskop untuk menonton film itu. Demikian juga banyak anak-anak remaja (di bawah 17 tahun) yang nonton bareng film itu, tanpa didampingi orangtuanya.

Dari situasi inilah yang membuat film Deadpool itu menjadi pembicaraan ramai di media sosial. Para netizen pun ramai-ramai mengecam para orangtua “bodoh” dan “goblok” yang membawa anak-anak mereka menonton film penuh dengan unsur kekerasan, darah, telanjang, dan seks itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline