Para pembela Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah mulai bermunculan di Kompasiana, berkaitan dengan artikel saya tentang penghadangan dan kemarahan Fahri kepada penyidik KPK yang membawa personil Brimob bersenjata laras panjang saat akan menggeladah ruang kerja anggota DPR dari Fraksi PKS Yudi Widiana, dengan argumen yang sama dengan yang diajukan oleh Fahri saat adu mulut bertensi tinggi dengan penyidik KPK itu. Yakni, senjata api, apalagi yang berlaras panjang dilarang dibawa masuk ke kompleks gedung parlemen, sekalipun yang membawanya itu adalah anggota Brimob dalam menjalankan tugasnya mengawal para penyidik KPK yang melakukan penggeledahan.
Padahal pengawalan anggota Brimob bersenjata lengkap itu punya dasar hukumnya, yaitu, Pasal 12 huruf i UU KPK, yang berbunyi: Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Meskipun pasal itu tidak secara eksplisit menyebutkan tentang polisi yang bersenjata saat melakukan pengawalan itu, tetapi secara logika dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan, maka sudah sewajarnya polisi yang melakukan pengawalan itu bersenjata. Apakah jenis senjatanya, tidak diatur Undang-Undang. Dengan demikian, dapat dibenarkan jika polisi dalam menjalankan tugasnya mengawal para penyidik KPK itu menggunakan senjata api laras panjang, sesuai dengan SOP Kepolisian RI, sebagaimana dikatakan Kapolri Badrodin Haiti, saat menanggapi protes Fahri Hamzah itu.
"Tidak kesalahan penggunaan senjata, kalau ditanya atau protes harus pada SOP kpk bagaimana. Bukan pada Brimob. Brimob kan mengikuti perintah KPK karena sudah diperbantukan," jelas Badrodin di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Sabtu (16/1/2016) (detik.com).
Apalah artinya, jika polisi yang melakukan pengawalan itu dilarang menggunakan senjata? Padahal senjata adalah bagian dari alat kelengkapan polisi dalam menjalankan tugas sehari-harinya. Jika polisi dilarang membawa senjata saat mengawal para penyidik KPK itu, lalu jika para penyidik itu diserang, apakah yang bisa diperbuat para pengawalnya itu?
Pengawalan polisi bersenjata diperlukan demi menjaga kepastian keamanan dan kelancaran para penyidik KPK sepanjang mereka menjalankan tugas penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Dalam peristiwa Fahri Hamzah melawan penyidik KPK yang membawa Brimob bersenjata laras panjang itu, tampak sekali bahwa apa yang dilakukan Fahri itu – demikian juga dengan para pembelanya – hanyalah demi kepentingan kader PKS saja, dalam hal ini kepentingan melindungi Yudi Widiana.
Bukti saja, saat penggeladahan dengan pengawalan Brimob bersenjata itu dilakukan terhadap ruang kerja kader PDIP dan Golkar, Fahri Hamzah sama sekali tidak memperdulikannya. Tetapi, begitu ternyata KPK juga hendak menggeledah ruang kerja kader PKS, barulah dia bertindak: melarang, bahkan mengusir penyidik KPK jika masih menggunakan Brimob bersenjata untuk mengawal mereka. Alasannya, senjata laras panjang dilarang dibawa masuk ke gedung parlemen, sekalipun yang membawanya adalah anggota Brimob dalam menjalankan tugasnya mengawal para penyidik KPK itu, tanpa bisa memberi dasar hukumnya.
Dasar hukum yang melarang anggota Brimob yang sedang menjalankan tugasnya membawa senjata api laras panjang ke dalam gedung DPR itu memang tidak ada, yang ada hanyalah larangan bagi anggota DPR sendiri untuk membawa senjata api ke dalam gedung DPR, itu pun hanyalah merupakan peraturan internal DPR.
Sikap Fahri Hamzah dan para pembelanya itu semakin kelihatan partisan subyektif, dan munafiknya hanya demi membela kader PKS yang hendak digeladah ruang kerjanya oleh penyidik KPK itu, jika kita membuka fakta-fakta lain bahwa selama ini, dalam menjalankan tugas penggeledahannya KPK memang kerap dikawal oleh aparat Brimob bersenjata laras panjang, tanpa ada yang protes, termasuk saat mereka melakukan penggeledahan di kompleks parlemen. Di antaranya, pada 16 Januari 2014, saat penyidik KPK menggeledah sejumlah ruang kerja di komplek gedung parlemen, di antaranya ruang sekretariat Fraksi Partai Demokrat DPR, ruang pimpinan Komisi VII DPR, ruang kerja Ketua Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Sutan Bhatoegana, ruang kerja anggota fraksi Partai Demokrat Tri Yulianto, ruang kerja Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Zainuddin Amali, dan ruang Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data Informasi (P3DI) DPR terkait kasus suap SKK Migas.
Selama itu pula tidak pernah ada suara protes dari Fahri Hamzah tentang Brimob bersenjata lengkap berlaras panjang, tetapi begitu giliran kader PKS yang mau digeladah ruang kerjanya di Gedung DPR, Fahri langsung reaktif, sehingga memicu adu mulut bertensi tinggi dengan penyidik KPK bernama Christian itu.