Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

"Setya" atau "Novanto"?

Diperbarui: 23 November 2015   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Di atas adalah judul berita dari Kompas.com tentang kasus yang sekarang ini sedang panas-panasnya, berkaitan dengan rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha pertambangan Riza Chalid dengan Presiden Direktur Maroef Sjamsoeddin, yang dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

"Novanto" yang ditulis pada judul berita Kompas.com itu tentu saja adalah nama belakang dari  Setya Novanto. Sedangkan "Sudirman" yang dimaksud tentu adalah nama depan dari Sudirman Said. Pertanyaannya, kenapa untuk cara penyebutan nama orang ini, Kompas.com menggunakan cara yang berbeda, alias tidak konsisten? Untuk Setya Novanto, ditulis nama belakangnya. Untuk Sudirman Said, ditulis nama depannya. 

Cara penulisan sebutan nama orang seperti inilah yang selama ini sebenarnya menjadi pertanyaan bagi saya. Yang benar sebenarnya bagaimana cara yang baku untuk menulis nama sebutan orang? Apakah menggunakan nama depannya, ataukah nama belakangnya?

Lebih "membingungkan" lagi karena antara media yang satu dengan media yang lain terdapat perbedaan cara penulisan nama seperti ini. Contoh, Kompas biasanya menulis sebutan nama Setya Novanto dengan menusli nama belakangnya: "Novanto", sedangkan Tempo biasanya menulis nama depannya: "Setya".

Saya sendiri lebih setuju dengan cara menulis nama panggilan orang dengan menulis nama depannya (nama panggilan). Karena, bukankah ini lebih sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia dalam memanggil nama seseorang, apakah kenal dekat dengan orang itu ataukah tidak, biasanya kita memanggil nama depannya, bukan nama belakangnya (nama keluarganya)?

Sepengetahuan saya, cara memanggil atau menyebut nama seseorang dengan nama belakangnya, baik dalam percakapan lisan, maupun pada suatu tulisan merupakan kebiasan di barat, khususnya terhadap seseorang yang tidak punya hubungan dekat dengan kita, atau untuk sesuatu yang sifatnya formal.

Sebaliknya dalam percakapan sehari-hari dengan anggota keluarga, atau dengan orang yang punya hubungan dekat dengan kita, seperti sahabat baik, yang biasa dipakai adalah dengan menyebut nama depannya, bukan nama belakangnya.

Memanggil atau menulis nama seseorang  yang tidak punya hubungan dekat dengan kita, di dalam sebuah acara formal, dalam sebuah artikel, dengan menyebut nama depannya merupakan sesuatu yang tidak lazim, dan kurang sopan bagi masyarakat barat.

Tetapi di Indonesia, khususnya di media, baik media cetak, media elektronika,maupun media daring, sejauh yang saya amati selama ini tidak ada konsistensi dalam cara penulisana nama seseorang di berita-beritanya, maupun di artikel-artikel lainnya. Di antara media yang satu dengan media yang lain terdapat cara perbedaan cara penulisan sebutan nama dimaksud. Contohnya, antara Kompas.com, Harian Kompas, dengan Majalah Tempo, dan Tempo.co, untuk menulis sebutan nama Setya Novanto tersebut di atas. Kompas selalu menulis nama belakangnya, sedangkan Tempo menulis nama depannya.

Inkonsistensi itu juga terjadi di media itu sendiri. Di suatu media yang sama, untuk menulis sebutan nama orang tertentu, yang ditulis adalah nama depannya, sedangkan untuk menulis nama orang yang lain, yang ditulis adalah nama belakangnya. Jadi, sebenarnya, metode apa yang dipegang oleh media bersangkutan tentang cara penulisan sebutan nama orang itu? Tidak jelas, karena inkonsistensinya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline