[caption id="attachment_235419" align="aligncenter" width="720" caption="Panen raya durian di Fakfak (Foto: Chonank dari Fakfak)"][/caption]
Selain buah pala, kota Fakfak, Papua Barat terkenal dengan kelezatan buah duriannya. Saking terkenalnya durian-durian itu banyak yang “diekspor” ke kota-kota lain di Papua dan Maluku. Pengirimannya dengan kapal penumpang milik Pelni, yang biasanya disebutkan dengan istilah “kapal kuning.”
Sekarang ini di Fakfak sedang musim durian. Tahun ini buah durian yang dipanen itu sangat banyak. Bahkan terlalu banyak. Mungkin jumlahnya sudah melebihi jumlah penduduknya yang tidak sampai seratus ribu jiwa itu (sensus 2010: 67.153 jiwa). Padahal, sudah “diekspor” juga ke kota-kota lain di Papua. Antara lain ke Sorong. Biasanya, durian Fakfak selalu menjadi ole-ole favorit untuk dikirim ke luar kota Fakfak.
Baru-baru ini saudara saya yang tinggal di Jakarta, liburan ke Fakfak. Dia membawa pulang sejumlah buah durian utuh ke Jakarta dengan menggunakan pesawat terbang. Akibatnya dia harus membayar kelebihan berat bagasi sampai Rp 5 jutaan. Tetapi, karena lezatnya durian Fakfak, jumlah uang segitu tidak lagi dipersoalkan. Katanya, “Kapan lagi bisa menikmati durian Fakfak sepuasnya.”
“Panen raya” durian di Fakfak kali ini memang tidak seperti biasanya. Jumlahnya sudah terlalu banyak. Akibatnya pasar-pasar tidak mampu lagi menampungnya. Maka, para petani durian yang adalah penduduk asli orang Papua itu “terpaksa” berjualan di pinggir-pinggir jalan, dan emper-emper toko, yang seharusnya menurut Perda setempat terlarang. Tapi, kali ini diperbolehkan oleh pemerintah daerah setempat.
[caption id="attachment_235425" align="aligncenter" width="461" caption="(Foto: Chonank dari Fakfak)"]
[/caption]
[caption id="attachment_235426" align="aligncenter" width="333" caption="Tumpukan durian yang dijual di salah satu emper toko (Foto: Melvern dari Fakfak)"]
[/caption]
Akibat dari panen yang jauh melebihi kebutuhan penduduk kota Fakfak, harga durian-durian itu pun anjlok drastis. Berkisar antara Rp. 10.000 untuk setiap 8 buah durian. Bahkan kabar terakhir yang saya dengar, harganya sudah Rp. 1.000 per buah! Bandingkan dengan harga di Pulau Jawa.
Salah satu kekhasan durian Fakfak yang membuatnya lezat sekali adalah di Fakfak orang hanya mau membeli durian yang jatuh sendiri dari pohonnya. Bukan dipetik. Karena hanya durian yang jatuh sendiri dari pohonnya itu dijamin benar-benar telah matang dan enak rasanya. Kalau dipetik, biasanya rasanya hambar, atau bahkan belum matang.
Daging durian yang paling disukai adalah yang berwarna kuning tua dan permukaanya kering. Dipegang, tidak menyebabkan tangan belepotan. Biasanya, orang Fakfak menyebutkannya dengan istilah “durian mentega,” seperti gambar di bawah ini:
[caption id="attachment_235421" align="aligncenter" width="333" caption="Durian mentega (Foto: Adril dari Fakfak)"]
[/caption]
Untuk mengetahui apakah buah durian itu masak pohon (jatuh sendiri dari pohonnya) adalah dengan memeriksa tangkai buahnya. Jika bentuknya tak beraturan itu artinya jatuh sendiri dari pohon. Kalau bentuknya rata itu berarti dipetik (bekas tebasan pisau/parang).
Selain dijual, durian-durian itu banyak pula yang dibuat dodol untuk dikonsumsi sendiri, maupun dijual. Biasanya, yang dijadikan dodol adalah buah durian yang kualitas rasanya kurang enak, atau dari durian-durian yang sudah beberapa hari tidak dimakan. Setelah menjadi dodol rasanya enak juga.
Orang Fakfak, biasanya lebih suka buah durian yang masih “fresh from the tree,” yang belum lama jatuh dari pohonnya. Kalau sudah beberapa hari umurnya, tandanya adalah buahnya mulai terbelah sendiri, kurang disukai.
Saya dan saudara-saudara lain yang sudah lama tinggal di Surabaya dan Jakarta, biasanya setiap musim mendapat jatah dikirim durian dari Fakfak. Dikirim juga dengan kapal penumpang milik Pelni (KM Ciremai). Selain buahnya, kami juga dikirimi dodol durian. Tetapi jumlahnya tidak banyak. Karena kami lebih suka buahnya daripada dodolnya. Gambar di bawah ini adalah sejumlah buah durian yang sudah dipaking, dan siap dikirim ke kami.
[caption id="attachment_235429" align="aligncenter" width="480" caption="Ini durian-durian yang siap dibelah untuk dibagi-bagi ke kami di Surabaya (Foto: Kristanda dari Fakfak)"]
[/caption]
[caption id="attachment_235431" align="aligncenter" width="672" caption="Siap dikirim dan didistribusikan untuk saudara-saudara di Surabaya (Foto: Chonank dari Fakfak)"]
[/caption]
[caption id="attachment_235432" align="aligncenter" width="604" caption="Dodol durian Fakfak (Foto: Melvern dari Fakfak)"]
[/caption] [caption id="attachment_235434" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu kapal penumpang milik Pelni di Pelabuhan Fakfak (Sumber: fakfakinfo.com)"]
[/caption]
Jika anda penggemar durian, dan ingin berwisata durian sampai ke Fakfak, saat inilah yang paling tepat. Sekalian menikmati pemandangan-pemandangan nan indah di Fakfak.
Biaya perjalanan ke Fakfak dengan menggunakan pesawat terbang memang cukup mahal. Bahkan lebih mahal daripada biaya perjalanan ke Singapura dan Hongkong. Kalau dari Surabaya, menggunkan Lion Air, transit di Ambon, ganti pesawat Wings Air. Biaya sekali jalan per orang sekitar Rp 2.130.000. Itu belum termasuk biaya akomodasinya, dan biaya untuk menikmati duriannya. ***
[caption id="attachment_235435" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu pemandangan alam Fakfak yang masih asli (Sumber: Fakfakinfo.com)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H