[caption id="attachment_211493" align="aligncenter" width="464" caption="Psy (Sumber.bbc.com)"][/caption]
[caption id="attachment_211476" align="aligncenter" width="486" caption="Rhoma Irama berpose di dekat banner iklan dirinya di University of Pittsburgh, AS, Oktober 2008 (Sumber: Youtube/helmeth3ad)"]
[/caption]
Dunia benar-benar sedang dilanda demam “Gangnam Style.” Tapi, si Raja Dangdut Rhoma Irama malah tidak tahu apa itu Gangnam Style? Ini kisah dan ulasannya.
Di seluruh dunia; mulai dari anak-anak sampai orang tua, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, dari masyarakat sipil sampai militer dan politikus dunia (misal, Sekjen PBB Ban Ki-moon, PM Inggris David Cameron, Presiden AS Obama), dari orang awam sampai penyuka musik, bahkan artis penyanyi kelas dunia semacam Madonna dan Britney Spears, bintang Hollywood seperti Tom Cruise, Katy Perry dan Robbie Williams, semuanya terkena virus Gangnam Style. Lima benua sudah terjangkit virus Gangnam Style.
Pembawa virus itu, pemilik lagu dan tarian kuda, “Gangnam Style,” rapper dari Korea Selatan Park-Jae Sang, atau populer dengan nama artisnya Psy juga telah memecah berbagai rekor dunia di bidang musik. Guinnes World Record pada 20 September 2012 mengumumkan di lamannya, Gangnam Style telah memecahkan rekor di Youtube sebagai yang paling banyak disukai dengan angka 2.141.758 kali (terakhir tulisan ini dibuat angka tersebut telah mencapai 5.464.955 kali).
Perkembangan sampai saat ini adalah rekor fantastis PSY dengan “Gangnam Style”-nya itu, di Youtube telah mencapai angka dilihat sebanyak 826.061.391 kali! Mengalahkan “Baby”-nya Justin Bieber, yang 805.287.672 kali. “Koling-kloning” Gangnam Style pun dilihat belasan juta sampai seratusan juta kali.
Angka milik Psy dengan “Gangnam Style” itu masih terus bergerak naik, sedangkan “Baby”-nya Justin Bieber cenderung statis. Padahal, Psy baru mengunggah “Gangnam Style” di Youtube pada 15 Juli 2012, atau pencapaian luar biasa tersebut hanya dicapai dalam tempo 4 bulan! Bandingkan dengan “Baby”-nya Justin Bieber yang diunggah pertama kali pada 19 Februari 2010. Dua tahun yang lalu. Bukan tak mungkin “Gangnam Style” akan memecahkan rekor baru lagi di Youtube dengan angka 1.000.000.000 kali. Ya, satu miliar kali dilihat.
Di tangga lagu-lagu Billboard di Amerika Serikat pun “Gangnam Style” berhasil masuk di dalam 10 besar lagu terlaris di Amerika Serikat di berbagai kategori. Bahkan saat ini, theme song “Skyfall” yang dibawakan oleh Adele pun kalah pamor dengan “Gangnam Style.”
[caption id="attachment_211480" align="aligncenter" width="475" caption="Psy bersama Madonna ber-Gangnam Style Madison Square Garden – New York, 05/11/2012. (Sumber: Poskotanews.com)"]
[/caption] [caption id="attachment_211481" align="aligncenter" width="600" caption="Psy, Britney Spears dan Ellen, 09/11/2012 (Sumber: http://dailypicksandflicks.com)"]
[/caption]
[caption id="attachment_211479" align="aligncenter" width="600" caption="Flash Mob terbesar di dunia dengan 20.000 orang ber-Gangnam Style bersama Psy di Paris, Perancis, 05/11/2012 (Sumber: http://paris-ile-de-france.france3.fr/2012/11/05/la-danse-du-gangnam-style-au-trocadero-139231.html)"]
[/caption]
Indonesia pun tidak terkecuali telah terkena virus “Gangnam Style” ini. Menteri BUMN Dahlan Iskan tidak terkecuali sebagai orang di Indonesia yang terkena virus ini. Tak sungkan-sungkan dengan penuh semangat pada Jumat, 23 November lalu, Menteri yang sedang konfrontasi dengan sejumlah anggota DPR itu ber-gangnam style dengan ratusan masyarakat dan pegawai negeri sipil di Cimahi, Jawa Barat. Flash Mob Gangnam Style “Jokowi-Ahok” juga sempat meramaikan masa kampanye pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Dengan entah berapa banyak lagi prestasi Gangnam Style itu rasanya apabila ada orang yang sampai tidak tahu apa itu Gangnam Style akan terlihat seperti “orang aneh,” atau orang yang ketinggalan zaman, tidak mengikuti perkembangan dunia.
Apalagi kalau orang itu adalah seorang artis penyanyi papan atas.
Apalagi kalau orang itu adalah si Raja Dangdut Rhoma Irama.
Apakah memang Rhoma Irama tidak tahu apa itu Gangnam Style?
Rasanya, tidak mungkin.
Tetapi, indikasinya ada.
Tempo.co-lah yang melaporkan bahwa kelihatannya Si Raja Dangdut itu tidak paham dengan apa itu Gangnam Style. Tetapi, setelah diberitahu apa itu Gangnam Style, dengan percaya diri yang berlebihan, Rhoma mengatakan yakin dangdut bisa mengalahkan Gangnam Style.
Tempo.co menulis pada Jumat, 23 November 2012, di acara Workshop Nominasi Warisan Budaya Tak benda di sebuah hotel di kawasan Harmoni, Jakarta, ketika ada wartawan yang menanyakan kepada Rhoma Irama mengenai Gangnam Style dari Psy itu, yaitu, sejauh mana musik dangdut bisa mengalahkan tren musik dari belahan dunia lain, termasuk Gangnam Style.
Mendengar nama “Gangnam Style” disebut, Rhoma Irama kelihatan menjadi kikuk dan bingung. Dia terdiam sejenak, kemudian menoleh kepada seseorang yang ada di dekatnya, dan berbisik. Setelah orang itu menerangkan sesuatu kepada Rhoma dengan suara berbisik pula, barulah dia menjawab pertanyaan wartawan itu. Apakah Rhoma berbisik menanyakan orang itu, “Apa itu Gangnam Style”?
Maka, setelah dijelaskan, Rhoma Irama pun menjawab pertanyaan: “Apakah musik dangdut bisa mengalahkan tren musik populer dari luar negeri, termasuk Gangnam Style?” Dengan keyakinan penuh, Rhoma menjawab, “Saya pribadi yakin bisa. Karena musik saya (dangdut) punya karakter sendiri. Dan, bisa mengalahakan jenis musik lain dari luar itu.”
Menurut Rhoma, musik dangdut sudah dikenal oleh masyarakat dunia. Alasan itulah yang kemudian menjadi keyakinan Rhoma bahwa musik asli Indonesia itu bisa bersaing dengan produk budaya manapun. “Menurut Profesor Andrew Weintraub dalam penelitiannya lagu-lagu dangdut dipelajari di ratusan lembaga pendidikan musik dunia,” katanya mantap.
Tentu saja, kita mengapresiasi kecintaan Rhoma Irama terhadap musik dangdut. Rhoma bahkan dengan penuh semangat mengatakan siap berjuang agar musik dangdut diterima oleh UNESCO sebagai musik dan budaya asli Indonesia. Sekali lagi, kita wajib mengapresiasi dan mendukung upaya Rhoma tersebut.
Demikian juga kita patut mengapresiasi dan kagum terhadap penggemar Rhoma Irama yang sedang berupaya keras membangun museum khusus Rhoma Irama dengan Grup Soneta-nya.
Tetapi, bukan berarti lalu menjadi percaya diri secara terlalu berlebihan, sehingga menjadi kelihatan tidak rasional. Dengan mengatakan tentang keyakinannya musik dangdut bisa mengalahkan musik-musik yang lagi ngetren di dunia, termasuk Gangnam Style itu. Apakah realistis, kalau kita bilang kita yakin musik dangdut akan mengalahkan kepopuleran Gangnam Style itu? Apalagi ini, “Kita yakin Rhoma Irama dengan musik dangdutnya akan mengalahkan kepopuleran Psy dengan Gangnam Style-nya!”
Apakah benar klaim Rhoma Irama bahwa menurut Profesor Andrew Weintraub dalam penelitiannya lagu-lagu dangdut dipelajari oleh ratusan lembaga pendidikan musik di dunia? Sama dengan klaimnya di Berita Petang, TV One, pada 15 November 2012 bahwa menurut William H. Fredrick, seorang dosen dari Ohio University, Amerika Serikat, Rhoma Irama itu berbeda dengan Mick Jagger. Mick Jagger hanya punya penggemar, sedangkan Rhoma Irama punya pengemar dan pengikut!
Kalau memang benar begitu, seharusnya sejak dulu Rhoma Irama sudah lebih terkenal daripada Mick Jagger di dunia.
Professor Andrew N. Weintraub Phd adalah seorang profesor dari Departement of Music, University of Pittsburgh, AS. Dia memang spesialis peneliti soal musik dan budaya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dengan musik, wayang dan gamelannya. Bahkan dia pernah menerbitkan buku hasil penelitiannya tentang musik dangdut di Indonesia, yang antara lain berisi wawancara dengan Rhoma Irama, dan Elvy Sukaesih. Judulnya, Dangdut Stories: A Social and Musical History of Indonesia’s Most Popular Music. Terjemahan bahasa Indonesia-nya diterbitkan oleh Penerbit Gramedia pada 2012 dengan judul Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia.
National Geographic pernah menulis tentang hasil penilitian Profesor Weintraub tentang musik dangdut ini. Di dalamnya, antara lain Weintraub mengatakan bahwa musik dangdut tidak berbeda dengan musik lain, yang tetap dapat berproses mengikuti perubahan selera di masyarakat sehingga menuntut ide-ide kreatif bagi seniman dangdut.
Dalam salah satu kesimpulannya Weintraub mengakui kepopuleran dangdut sebagai musik orang Indonesia, namun dia mempertanyakan dangdut sebagai musik nasional. Alasannya adalah musik dangdut lebih banyak di gemari oleh masyarakat yang tinggal di Indonesia bagian barat. Sedang pada kawasan bagian timur (seperti Maluku dan Papua), musik dangdut tampaknya tak begitu digemari. “Walaupun ada dangdut di Maluku, namun tidak begitu populer,” jelasnya. Musik dangdut saat ini memang mengalami masa pasang surut. Pasalnya sebagian masyarakat sekarang lebih menyukai musik dengan jenis jazz, rock bahkan hip hop (oktomagazine.com).
Jadi, justru dari hasil penelitian Andrew Weintraub itu membuktikan bahwa musik dangdut masih belum bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sendiri. Mereka kebanyakan lebih suka musik sejenis (pop), jazz, rock, bahkan hip hop. Musik dangdut, meskipun populer di Indonesia, tetapi tidak berarti bisa diterima atau populer juga di wilayah Indonesia lainnya. Terutama di belahan Indonesia timur, seperti Maluku dan Papua.
Kesimpulan itu benar adanya, musik dangdut memang kurang mendapat tempat di Maluku dan Papua. Maluku dan Papua mempunyai ciri khas musik sendiri, yang irama dan goyangannya lebih semangat dan enerjik daripada dangdut.
Nah, kalau di dalam negerinya saja sendiri dangdut belum bisa diterima sepenuhnya di seluruh wilayah di Indonesia, bisakah dangdut mengdunia seperti Gangnam Style-nya Psy dari Korea Selatan itu?
Seandainya pun benar, apa yang dikatakan oleh Rhoma Irama itu bahwa musik dangdut saat ini sedang dipelajari di ratusan akademi musik di seluruh dunia, maka hendaknya Rhoma paham, bahwa itu tidak berarti samadengan musik dangdut akan bisa populer di dalam prakteknya di dunia hiburan. Penelitian-peneltian itu hanya menjadikan dangdut sebagai bahan penelitian ilmiahnya. Bukan untuk dunia hiburan, seperti Gangnam Style, dan lain-lain. Dunia penelitian/ilmiah berbeda dengan dunia hiburan.
Gangnam Style boleh-boleh saja begitu sangat populer, dan mendunia, tetapi tidak berarti musik asli Korea juga mampu seterkenal Gangnam Style itu sendiri.
Sama halnya dengan, di sebuah museum di Washington, yakni Smithsonian Musuem, yang antara lain mengoleksi seluruh sejarah musik yang ada di dunia, ternyata nama si Raja Dangdut (The King of Dangdut) Rhoma Irama dengan Grup Soneta juga tercatat di sana. Lengkap dengan riwayat sejarahnya dan kaset dan koleksi lagu-lagunya. Ketika berkunjung di sana, pada Oktober 2008 itu, Rhoma mengaku kaget dan terharu, tidak menduga kalau namanya juga tercatat di museum itu.
[caption id="attachment_211542" align="aligncenter" width="491" caption="Rhoma Irama menunjukkan album kasetnya di Smithsonian Museum, Washington, AS, Oktober 2008 (sumber: Yioutube/helmeth3ad"]
[/caption]
Semua itu tidak pararel dengan dunia hiburan. Penelitian terhadap suatu musik, tidak berarti yang diteliti, termasuk tokoh-tokohnya lalu akan bisa juga diterima di dunia hiburannya.
Rhoma Irama bukan belum pernah mencoba mengdunia dengan musik dangdutnya. Khususnya dengan lagu-lagu dangdutnya yang membuatnya sangat terkenal di Indonesia. Seperti, Darah Muda, Begadang, Terlalu, dan lain-lain.
[caption id="attachment_211475" align="aligncenter" width="495" caption="Rhoma Irama dan Soneta Group di Pittsburgh, AS, 11 Oktober 2008 (Sumber: Youtube/helmenth3ad)"]
[/caption]
Berkat jasa Profesor Andrew Weintraub itulah Rhoma bersama Grup Soneta-nya pernah mengadakan konser dangdut di kota Pittsburgh dan Washington DC, Amerika Serikat, pada Oktober 2008. Memang pertunjukkannya itu cukup menarik perhatian penonton. Bahkan di Washington, katanya, karcis yang dijual sebanyak 250 lembar habis terjual. Tetapi, ternyata sebagian besar penontonnya itu adalah orang Indonesia sendiri yang berada di sana.
Dengan kata lain, sejujurnya, konser dangdut Rhoma Irama di Amerika itu gagal menarik perhatian publik Negeri Paman Sam itu. Maaf, saja kalau saya bilang, bagaimana bisa pertunjukan musik itu menarik publik di sana kalau gaya dan aksi Rhoma Irama dengan grupnya itu tak beda jauh dengan gaya mereka di tahun 1970-an.
Konser Rhoma Irama di Pittsburgh, 11 Oktober 2008, bisa anda lihat di sini, dan di Washington, pada 13 Oktober 2008 di sini.
Pertunjukan dangdut Rhoma Irama di Pittsburgh dan Washington juga sudah diunggah di Youtube. Untuk yang di Pittsburgh, sampai hari ini, 26 November 2012, empat tahun kemudian, jumlah orang yang melihat video musik tersebut hanya 153.732 kali. Sedangkan yang di Washington, diunggah pada 15 Oktober 2008, baru dilihat 57.588 kali. Itu pun sebagian besar dari Indonesia. Sangat tidak pantas dibandingkan dengan Psy dengan Gangnam Style.
Dengan fenomena seperti ini,sekali lagi, saya bilang bahwa pernyataan Rhoma Irama tentang keyakinan musik dangdut bisa mengalahkan musik-musik tren dunia, termasuk Gangnam Style itu, merupakan pernyataan yang berdasarkan rasa percaya diri yang terlalu berlebihan, dan tidak realistis.
Ketika anda ditanya, suka menonton siapa: goyangan Rhoma Irama dengan lagu-lagu dangdutnya, ataukah goyangan Psy dengan Gangnam Style-nya? Jawaban anda, apa? ***
Link untuk melihat video:
- Top Ten "Gangnam Style" Parody versi "Hollywood Reporter"
- Psy dan Madonna di konser Madonna "Give it to Me," Madison Square Garden, New Yor, AS, 13 Nov. 2012
- Konser Rhoma Irama ("Rock Meets Islam") di Pittsburgh, PA , 11 Oktober 2008
- Konser Rhoma Irama di Washington DC, Amerika Serikat, 13 Oktober 2008
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H