Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Baju Kotak-kotak Itu Telah Mulai Membuat Mereka Kehilangan Akal Sehatnya

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13468658801848353552

[caption id="attachment_197413" align="aligncenter" width="565" caption="Berjualan Baju Kotak-Kotak (sumber: Tribunnews.com)"][/caption]

Semakin kuatnya branded baju kotak-kotak ciri khas pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta, Jokowi-Ahok agaknya telah membuat semakin gerah pihak-pihak pendukung Foke-Nara. Fenomena baju kotak-kotak yang mengarah pada momen-momen fenomental kekuatan Jokowi-Ahok telah membuat pihak-pihak tersebut menjadi paranoid dengan baju kotak-kotak, saking takutnya pengaruh baju kotak-kotak itu akan membuat Foke-Nara kalah di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta itu, mereka sudah mulai kehilangan akal sehatnya. Berbagai upaya pun hendak dilakukan untuk melarang baju kotak-kotak dipakai  di semua TPS pada hari pencoblosan itu tiba, 20 September 2012.

Apalagi pada Minggu, 2 September lalu, mereka menyaksikan 10.000-an massa pendukung Jokowi-Ahok dengan mengenakan baju kotak-kotak memadati area sekitar Tennis Indoor, Senayan, Jakarta Pusat, dalam rangka menghadiri acara halal bihalal silahturahmi bersama Jokowi-Ahok. Paranoid terhadap baju kotak-kotak semakin menjadi.

Jangan-jangan ada di antara mereka, yang semula punya baju kotak-kotak, tetapi sejak dipopulerkan oleh Jokowi, lalu baju itu tidak pernah dipakai lagi, atau malah dibuang?

Pihak-pihak yang dimaksud adalah tentu saja kubu dan pendukung Foke-Nara. Kubu Foke-Nara secara langsung tidak berani menunjukkan paranoid mereka terhadap baju kotak-kotak, karena memang tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Oleh karena itu cara lain pun ditempuh, dengan memanfaatkan pihak-pihak yang secara resmi bukanlah pendukung Foke-Nara, untuk berupaya mempengaruhi KPU DKI memberlakukan peraturan baru menjelang hari pencoblosan: Larangan memakai baju kotak-kotak di semua TPS Pilkada DKI Jakarta.

Siapakah mereka? Mereka adalah yang sedang berupaya menciptakan wacana pelarangan tersebut, untuk kemudian berupaya supaya wacana itu menjadi peraturan resmi.

Saya menduga, salah satunya adalah justru Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah. Karena dialah, sepengetahuan saya, orang pertama yang melontarkan wacana tersebut, dan kemudian terus membuat pernyataan tentang wacana tersebut, meskipun KPU telah menegaskan bahwa tidak akan mengeluarkan peraturan larangan mengenakan baju kotak-kotak itu karena tidak ada dasar hukumnya.

Pertama kali Ramdansyah melontarkan wacana tersebut adalah ketika usai pertemuan antara KPU, Panwaslu DKI Jakarta, dengan tim sukses dua kubu cagub-cawagub (Foke-Nara dan Jokowi-Ahok), di Kantor Panwaslu DKI, Jalan Suryopranoto, Jumat, 31 Agustus 2012. Ketika itu, Ramdansyah mengatakan bahwa  berdasarkan masukkan dari masyarakat, meskipun baju kotak-kotak tidak sebagai alat peraga kampanye karena tidak mencantumkan nama, nomor urut, dan visi-misi kandidat peserta Pilkada, namun karena merupakan ciri khas Jokowi-Ahok, yang bisa mempengaruhi pemilih, maka Panwaslu telah menghimbau kepada timses Jokowi-Ahok agar nanti semua saksi mereka tidak memakai baju kotak-kotak di TPS-TPS, saat pencoblosan dilakukan. Kata Ramdansyah, timses Jokowi-Ahok telah menyanggupi untuk hal tersebut.

“Sejauh ini, timses (Jokowi-Ahok) siap untuk melakukan itu. Baju kotak-kotak itu ciri dari pasangan calon dan bisa jadi ada kecenderungan mempengaruhi pemilih,” tambah Ramdansyah (Kompas.com, 31/08/2012).

Pernyataan Ramdansyah ini tidak mendapat konfirmasi dari pihak Jokowi-Ahok. Sebaliknya, seiring dengan semakin seringnya wacana ini dibicarakan, Jokowi sendiri kemudian membantah hal tersebut. Jokowi bilang bahwa semua saksinya akan tetap memakai baju kotak-kotak di saat menjalani tugas mereka sebagai saksi di semua TPS yang ada. Karena tidak ada dasar hukum yang bisa melarangnya (Kompas.com, 05/09/2012).

Pada Selasa, 4 September 2012, KPU DKI Jakarta telah menyatakan kepastian bahwa mereka tidak akan mengeluarkan peraturan larangan memakai baju kotak-kotak seperti wacana yang beredar itu, karena tidak ada dasar hukumnya. KPU Jakarta mengatakan mereka mengacu pada peraturan yang sama dengan pada putaran pertama.

Anehnya, Ketua Panwaslu Ramdansyah itu masih terus bersemangat melontarkan wacana adanya peraturan baru yang melarang pemakaian baju kotak-kotak itu. Pada, Rabu, 5 September 2012, Ramdansyah masih bisa bilang bahwa sampai saat ini Panwaslu DKI masih membahas wacana tersebut. Bahkan sudah berkembang dari hanya saksi-saksi Jokowi-Ahok yang dilarang memakai baju kotak-kotak ke semua orang pada hari pencoblosan ketika datang ke TPS-TPS tidak boleh memakai baju kotak-kotak (Kompas.com, 05/09/2012). Apanya yang mau dibahas lagi oleh Panwaslu, jelas-jelas dengan alasan apapun, baik secara hukum, maupun logika yang mau dijungkir-balik bagaimanapun, tidak masuk akal sehat mau melarang orang pakai baju kotak-kotak di TPS-TPS Pilkada DKI. Bahkan KPU DKI pun sehari sebelumnya sudah memastikan tidak akan ada larangan tersebut.

Meskipun KPU DKI sudah bilang begitu, Ramdansyah masih terus berkata, berdasarkan surat edaran KPU, tertanggal 9 Juli 2012 ada rencana dikeluarkan petisi yang isinya baju kotak-kotak identik dengan pasangan calon. Namun, sejauh ini belum ada produk hukum apapun terkait itu. Oleh karena itu Ketua Panwaslu DKI itu berseru agar jika memang KPU DKI hendak mengeluarkan aturan itu, sebaiknya jangan terlalu mepet waktunya dengan pelaksanaan pilgub, agar sosialisasi bisa sampai kepada semua pihak.

Waktu yang cukup untuk sosialisasi itu, menurut Ramdansyah, dilakukan guna meminimalisasi konflik yang terjadi antara pasangan calon, agar informasi yang didapat bisa diterima dan diterapkan oleh setiap pihak (detik.com, 05/09/2012).

Rupanya, Ramdansyah, masih ngebet, kepingin KPU berubah pikiran, kemudian mengeluarkan peraturan larangan tersebut?

Begitu bersemangatnya Ramdansyah terus melontarkan wacana dengan mengkait-kaitkan KPU DKI di dalamnya perihal larangan mengenakan baju kotak-kotak ini terasa janggal dan berlebihan. Bukankah KPU DKI sudah memastikan bahwa tidak akan mengeluarkan peraturan itu, tetapi kenapa Ramdansyah masih terus berwacana?

Argumennya bahwa hal tersebut sebagai respon dari adanya masukkan dari masyarakat, petisi koalisi rakyat, dan sejenisnya, tidak bisa dipakai. Berapa banyak masyarakat yang katanya telah memberi masukan tersebut? Boleh-boleh saja berwacana, tetapi kalau tidak ada dasar hukum yang bisa dipakai, bahkan kalau mau dipaksa justru akan terjadi pelanggaran hukum, kenapa masih terus ngotot dengan wacana tersebut?

Kalau memang baju kotak-kotak mau dilarang karena merupakan ciri khas Jokowi-Ahok, supaya adil, seharusnya kumis pun dilarang di TPS-TPS. Karena “kumis” adalah salah satu ciri kampanye Foke-Nara. Semua orang yang hadir di TPS tidak boleh berkumis. Yang punya kumis, apalagi seperti Fauzi Bowo, harus dicukur klimis sebelum datang ke TPS. Tidak terkecuali, Fauzi Bowo pun, ketika datang di TPS untuk menggunakan hak pilihnya, harus cukur kumisnya dulu. Bisa membayangkan Fauzi Bowo tanpa kumis ala Hitler-nya itu?

[caption id="attachment_197411" align="aligncenter" width="498" caption="Cukur kumis sebelum mencoblos? Bukan ini pemandangan di sebuah kaki lima Yogyakarta. kebiasaan orang mencukur kumis di sana, termasuk bule ini (sumber: infopublik.keminfo.go.id)"]

1346865465466204200

[/caption]

Supaya tambah tidak masuk akal, bagaimana jika, semua hal yang ada unsur kotak-kotaknya juga dilarang? Kotak suara diubah bentuknya menjadi oval, misalnya. Nasi kotak yang biasa dibagikan untuk panitia Pilkada di TPS-TPS, diganti kemasannya menjadi nasi bungkus?

Wacana larangan memakai baju kotak-kotak dengan argumen apapun, merupakan hal yang terlalu mengada-ada, yang menunjukkan gejala paranoid dan hilangnya akal sehat.

Apakah nanti  kalau ada orang yang datang mau mencoblos, tapi karena dia memakai baju kotak-kotak kegemarannya,  persis ataupun mirip dengan baju kotak-kotaknya Jokowi-Ahok, maka dia harus ditolak? Disuruh pulang ganti baju?

Harus diingat pula bahwa desain baju kotak-kotak Jokowi-Ahok itu juga bukan desain khusus yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut. Melainkan baju kotak-kotak umum yang bisa dibeli di mana saja.  Oleh karena itu kemungkinan ada saja orang memakai baju kotak-kotak ketika mendatangi TPS-TPS. Bukan karena faktor baju kotak-kotaknya Jokowi-Ahok, tetapi memang sudah lama dia punya baju begitu, atau memang dia penggemar baju kotak-kotak.  Tidak ada kaitanya dengan Jokowi-Ahok.

Pertama kali baju kotak-kotak itu pun dibeli dipasar biasa, yang kemudian dipakai Jokowi dan Ahok ketika pertama kali mendaftar di KPU DKI Jakarta, sebagai peserta Pilkada DKI Jakarta 2012-2017, pada 24 maret 2012. Sejak itulah baju kotak-kotak dengan lengan panjangnya digulung itu mulai populer. Bukan hanya di Jakarta, tetapi sampai ke seluruh Indonesia. Tetapi sungguh absurd jika baju dengan ciri khas tersebut mau dilarang.

Wacana melarang baju kotak-kotak di saat pencoblosan itu justru akan menjadi bumerang bagi kubu (pendukung) Foke-Nara, karena semakin kuat wacana itu diserukan, maka branded baju kotak-kotak itu akan semakin tertanam di hati masyarakat luas. Khususnya warga DKI Jakarta yang hendak menggunakan hak pilihnya itu dengan segala efeknya yang malah semakin menguntungkan Jokowi-Ahok.

Adanya wacana ini justru akan membuat pendukung Jokowi-Ahok semakin bersemangat memakai baju kotak-kotak tersebut.  Baju kotak-kotak "Jokowi-Ahok" pun akan semakin laris. Hampir dapat dipastikan di hari H pencoblosan nanti, akan terjadi pemandangan yang mencolok mata di semua TPS; didominasi pemandangan baju kotak-kotak. ***

Artikel lain yang terkait:

-Ketika Panwaslu DKI Jakarta Ikut Gerah dengan Baju Kotak-kotak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline