Inilah dia KPK sesungguhnya!
Di tengah-tengah gencarnya desakan agar KPK bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusut tuntas rekening gendut para PNS muda (usia sekitar 28 tahun dengan jumlah kekayaan lebih dari Rp 100 miliar), muncul pernyataan dari Kejaksaan Agung yang nadanya malah membela para PNS muda yang memiliki rekening mencurigakan sampai ratusan miliar rupiah itu.
Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy, pada 9 Desember 2011 bilang, kasus tersebut muncul bukan karena para PNS muda itu korup, tetapi karena mereka memang kesulitan mengelola uang proyek.
Sekarang ini, kata Marwan, para PNS muda itu takut menangani proyek. Mereka takut mengelola duit proyek. Daripada duitnya ke mana-mana, uang tersebut disimpan di rekening pribadi. Nah, data di PPATK melacak rekening tersebut, maka timbullah kecurigaan bahwa para PNS muda itu telah melakukan korupsi. Padahal bukan demikian yang terjadi.
“Mereka berpikir begini, daripada susah-susah, mending uang disimpan di rekening pribadinya. Jadi, KPK, Kejaksaan Agung dan PPATK seharusnya menyamakan persepsi tentang apa itu korupsi. Sebab tidak semua rekening janggal itu hasil korupsi. Bisa saja mereka memiliki transaksi jual-beli (bisnis), “ kata Marwan (bataviase.com, 9 Desember 2011).
Pernyataan ini senada dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Mabes Polri sebelumnya. Kadivhumas Polri Irjen Saud Usman Nasution sebelumnya juga mengatakan, belum tentu, atau tidak semua rekening gendut milik PNS itu mencurigakan. Bisa saja dana di rekening pribadi mereka itu berasal dari warisan, atau hasil penjualan rumah dan mobil. Jadi, Mabes Polri tidak mau berspekulasi lebih lanjut tentang fakta yang dirilis PPATK itu. Jadi, dengan kata lain Polri tidak tertarik memangani kasus ini? Mungkin karena mengingat ada juga rekening gendut perwira Polri?
Pernyataan-pernyataan pembelaan itu sangat konyol. Apakah mereka pikir bahwa pernyataan tersebut dibuat untuk didengar anak-anak TK, atau para pandir? Atau, sesungguhnya mereka sendiri itu yang kualitas pola pikirnya seperti anak TK, atau pola pikir koruptor itu sendiri?
Sebab isi pernyataan pembelaan seperti itu biasa juga dipakai oleh para koruptor untuk menutup-nutupi perbuatannya.
Maka tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa dua orang yang mewakili instansinya masing-masing ni sesungguhnya adalah orang-orang KPK. KPK yang singkatan dari Kelompok Pelindung Koruptor.
[caption id="attachment_147829" align="aligncenter" width="330" caption="Marwan Effendy"][/caption] [caption id="attachment_147830" align="aligncenter" width="288" caption="Saud Usman Nasution"][/caption]
Katanya, hasil kekayaan mereka yang diperoleh itu adalah dari warisan, hibah, bisnis jual-beli tanah, dan sejenisnya.
Logikanya, kalau memang semua itu benar, dengan kekayaan sampai ratusan miliar rupiah itu, untuk apa mereka terus mau menjadi PNS dengan gaji hanya jutaan rupiah? Bukankah lebih baik konsentrasi dengan “bisnisnya” yang tentu beromzet ratusan miliaran rupiah itu? Dan, seharusnya juga mereka segera memberi laporan histori dari kekayaan yang mereka perolah itu: Warisannya atau hibahnya dari siapa, jual-beli tanahnya tanah siapa, modalnya dari mana, dan seterusnya.
Argumen pembelaan yang paling konyol tentu saja yang datang dari JAM Was Marwan Effendy di atas: para PNS itu bukan korupsi, tapi karena mereka bingung uang proyeknya harus disimpan di mana, maka itu mereka simpan di rekening pribadinya supaya duitnya tidak ke mana-mana!
Anak TK pun akan tertawa mendengar argumen ini. Dan, orang pandir pun akan muntah mendengar argumen seperti ini.
Tapi, mungkin pembelaan Marwan itu ada benarnya, mungkin karena saking bingungnya sampai para PNS itu pun memecah-mecah jumlah uang milik negara itu ditransfer ke istri dan anak-anaknya, termasuk anak yang masih bayi.
Saking bingungnya PNS-PNS muda itu lupa bahwa sebetulnya ada rekening instansi pemerintah tempat mereka bekerja yang seharusnya menampung dana-dana dari APBN, maupun APBD itu. Saking bingungnya, sampai mereka lupa bahwa itu uang negara, mungkin sudah dibelikan rumah mewah, mobil mewah, dan segela macam kemewahan, asuransi bernilai miliaran rupiah, dan sebagainya.
Oleh karena itu seharusnya KPK yang asli(bukan Kelompok Pelindung Koruptor) perlu segera menyadarkan mereka untuk jangan bingung lagi! Minta mereka mengingat kembali dari mana saja uang ratusan miliar itu mereka peroleh. Apakah halal atau haram, dan siap menerima segala konsekuensi hukumnya.
Pada 8 Desember 2011 PPATK telah menyerahkan data-data 10 PNS muda yang memiliki rekening-rekening bank yang mencurigakan itu kepada KPK. Tentu saja untuk segera ditindaklanjuti.
Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, mengaspresiasi temuan PPATK itu. “Temuan itu menarik dan penting. Laporan PPATK itu akan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah hukum berikutnya, katanya. Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Haryono Umar juga mengatakan hal yang senada.
Tetapi, kemudian pada kesempatan lain, kenapa Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan Haryono Umar itu bisa mengatakan lain lagi?
Pada kesempatan lain, dia bilang bahwa kasus PNS muda ini bisa saja bukan wewenang KPK. Tetapi adalah wewenang Kepolisian dan Kejaksaan untuk memeriksanya. KPK hanya menangani kasus-kasu korupsi yang menyangkut pelakunya adalah aparatur penyelenggara negara. Yakni pejabat pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, jaksa, dan pejabat strategis setingkat Eselon I.
Sedangkan PNS-PNS muda yang dicurigai dan dilapori PPATK karena memilki rekening gendut itu sebatas dari Golongan III A / III, atau paling tinggi Golongan IV. Kalau golongannya itu, katanya, bukan wewenang KPK, tetapi polisi dan jaksa.
Saya jadi bingung. Kalau benar begitu, lalu kenapa tempo hari Gayus Tambunan ditangani KPK? Bukankah Gayus Tambunan juga hanya dari Golongan IIIB? Bagaimana ini?
Kalau sampai pernyataan Haryono Umar ini benar, sungguh ngeri kita membayangkan, kalau kasus PNS muda dengan rekening gendutnya itu benar-benar dialihkan kepada polisi dan kejaksaan.
Kita ngeri setelah membaca pernyatan kedua pejabat tinggi negara dari Kejaksaan Agung (Marwan) dan mabes Polri itu (Saud), yang belum apa-apa sudah membela para PNS muda itu, seperti yang disinggung di atas.
Bagaimana bisa kasus korupsi malah diserahkan penanganannya kepada mereka yang cenderung dari KPK (Kelompok Pelindung Koruptor) ini?
Harapan, negara ini bisa menjadi bersih dari koruptor akan semakin jauh. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H