[caption id="attachment_111830" align="alignleft" width="256" caption="Ilustrasi: Menyontek (http://onyxblog94.blogspot.com)"][/caption]
Kalau ada murid sekolah menyontek itu sudah biasa. Kalau ada anak yang masih di sekolah dasar sudah belajar menyontek itu sudah memprihatinkan. Kalau ada guru yang membiarkan anak didiknya itu menyontek itu guru tanpa etika. Tapi bagaimana kalau ada guru yang malah mengarahkan muridnya menyontek? Apalagi kalau itu terjadi di Sekolah Dasar. Bukan hanya satu, atau beberapa murid, tetapi satu kelas semuanya disuruh menyontek! Anda pasti geleng-geleng kepala mendengar berita yang sangat memalukan ini. Tetapi itu masih belum cukup, ternyata bukan hanya satu kelas saja yang disuruh menyontek oleh gurunya, tetapi malah satu sekolah! Ya, benar, nyontek massal itu terjadi pada satu sekolah Dasar, dan diarahkan oleh guru mereka sendiri!
Skandal yang sangat memalukan, dan entah sebutan apa yang tepat dikenakan kepada guru yang “kreatif” tersebut terjadi dalam pelaksanaan ujian nasional (unas) sekolah dasar (SD) pada 10-12 Mei lalu. Di sebuah SDN di kawasan Tandes, Surabaya.
Seorang murid Kelas VI SDN itu dikenal paling pandai di antara para teman-temannya, oleh guru mereka disuruh menulis jawabannya terlebih dahulu ketika ujian nasional mata pelajaran Matematika, IPA, dan bahasa Indonesia berlangsung. Setelah jawaban tersebut selesai dikerjakan, lembar jawaban itu disalin di selembar kertas lain, kemudian di estafet ke seluruh kelas. Selesai satu kelas menyalin, lembaran jawaban itu disuruh seorang murid lainnya untuk “mengirimkanya” ke ruang kelas lainnya di mana unas se-SD itu sedang berlangsung di SDN Tandes tersebut.
Skandal tersebut malah sebelum unas diselenggarakan terlebih dahulu dilatih, disimulasikan di bawah arahan sang wali kelas agar pada waku unas sudah berjalan praktek kotor tersebut bisa berjalan lancar tanpa sepengetahuan orang lain.
Skandal memalukan yang diberitakan Jawa Pos, Jumat, 3 Juni 2011 itu baru ketahuan ketika Ibu si murid yang pandai itu tidak terima mengetahui anaknya dieksplotasi dan diajar berbuat tidak jujur justru oleh gurunya sendiri.
Parahnya lagi, ternyata setelah sang Ibu yang mengetahui dari cerita beberapa teman anaknya, dan pengakuan anaknya sendiri itu, melaporkan kepada Kepala Sekola SDN itu, Kepala Sekolahnya tidak melakukan tindakan apa-apa. Cuma minta maaf saja.
Sebelumnya siswa yang menjadi kurir membawa lembaran sontekan itu ke kelas lain sempat dipergoki seorang pengawas. Kejadian itu dilaporkan ke UPTD BPS Tandes. Tetapi kasus itu diredam sehingga tidak diketahui publik.
Dua hari setelah Ibu murid yang dijadikan sumber sontekan itu melaporkan ke Kepala Sekolah (19 Mei 2011), ternyata laporannya tidak ditindaklanjuti oleh si Kepsek. Merasa tidak dihargai si Ibu melaporkannya ke komite sekolah. Tetapi nasib laporannya itu sama saja, tidak dianggap.
Akhirnya, pada 1 Juni lalu, dia melapor kasus kecurangan unas itu kepada Dispendik, Surabaya. Barulah mendapat respon.
Itupun Kabid Pendidikan Sekolah Dasar Dispendik Surabaya, Eko Prasetyoningsih malah sempat menyalahkan si Ibu yang melaporkan skandal tersebut, dengan mengatakan, kenapa baru sekarang lapor. “Padahal ujiannya, kan sudah lama?” katanya.
Eko juga membuat alasan yang tidak masuk akal. Menurut dia, bisa saja yang terjadi adalah si Aam, nama murid pandai itu, salah mengartikan perintah wali kelasnya itu.
Maksud gur itu adalah agar Aam mengajari teman-temannya dalam persiapan unas. Tetapi diartikan si Aam dengan memberi sontekan tersebut.
Katanya pula, dia sudah menanyakan kepada pengawas unas di sana, tetapi pengawasnya menyangkal ada kejadian tersebut.
“Kalau ada sontek-sontekan pasti pengawas itu tahu. Sekalipun disuruh gurunya, kalau ada pengawas tidak mungkin hal tersebut bisa terjadi!” kata Eko bernada membela sekolah itu.
Kita semua menjadi sangat prihatin, mengelus dada berkali-kali. Mau dibawa ke mana dunia pendidikan kita kalau kejedaian seperti ini benar-benar terjadi.
Sebuah sekolah mempraktekkan kecurangan dalam sebuah unas, dengan cara gurunya mengarahkan seluruh peserta unas SD itu menyontek. Pihak-pihak yang seharusnya paling berwenang mengawasi dan menindak setiap kecurangan yang ada, justru tidak berbuat apa-apa. Justru sebaliknya, ada semacam upaya untuk meredamkannya. Mulai dari Kepala Sekolah, UPTD BPS, Komite Sekolah, sampai pada Kabid Pendidikan Sekolah Dasar Dispendik Surabaya!
Mungkin kejadian ini baru pertama kali dan satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia! Sebagaimana juga, mungkin hanya ada di Indonesia, setiap kali ada unas, polisi bersenjata lengkap pun dilibatkan untuk menjaga keamanan soal-soal unas dari kebocoran. Sudah begitu tetap saja bocor, dan dengan beraneka skandal kecurangan yang bervariasi lainnya.
Mungkin ini salah satu penyebab nilai-nilai Pancasila sudah mulai dilupakan oleh bangsanya sendiri. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H