Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Wikileaks: Martabat Bangsa atau Martabat SBY?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

129995249984247667

"Tanggapan pemerintah memang telah dimuat. Tapi, kerusakan akibat berita tidak bertanggung jawab dan rasa hormat itu telah terlanjur terjadi. Pemuatan tanggapan kami di dua media massa Australia tersebut jelas tidak penah cukup untuk memulihkan martabat bangsa yang telah direndahkan. Penghinaan ini tidak mudah dimaafkan" kata Staf Khusus Presiden, Daniel Sparingga, kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu malam (12/3). Namun begitu, pemerintah tidak akan buru-buru melakukan langkah hukum untuk menggugat dua media tersebut. Sebab, kata Daniel, di mana pun tempatnya, menggugat media selalu membutuhkan waktu yang panjang dan proses pengadilan yang rumit. Selain itu, menggugat media juga merupakan langkah yang tidak popular. "Pertarungan melawan media juga bukan pertarungan yang mudah dimenangkan. Namun, assessment terhadap semua opsi sedang dilakukan," tukasnya. http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=20834 Demikian pernyataan yang diucapkan oleh Staf Khusus Presiden, Daniel Sparingga, seperti yang diberitakan Rakyat Merdeka Online (12/3). Dari pernyataan tersebut, saya mau memberi tanggapan: Daniel Sparingga menyampaikan pernyataannya tersebut dengan mengatakan, "Tanggapan pemerintah memang telah dimuat .... " Demikian juga pernyataan dari politisi dan pejabat tinggi lainnya di kubu dan yang pro SBY, menggunakan sebutan "pemerintah" dalam memberi tanggapan/komentarnya tentang pemberitaan The Age dan The Sidney Morning Herald tersebut. Tepatkah sebutan "pemerintah" digunakan di sini? Apakah pada hakikatnya, berita di dua koran Australia tersebut dengan mengutip Wikileaks itu, berbicara tentang pemerintah Indonesia sebagai suatu lembaga resmi yang diberi mandat oleh rakyatnya, bertanggung jawab untuk mengurus negara NKRI sesuai dengan konstitusi negara? Ataukah berita tersebut berbicara tentang "oknum-oknum pejabat tinggi negara" yang telah menyalahgunakan mandat yang telah diberikan oleh rakyatnya tersebut? Kalau sebenarnya pengertian yang kedualah yang dimaksud, maka tidak tepat pihak SBY menggunakan sebutan "pemerintah" di sini. Sebagaimana dilakukan oleh Daniel Sparingga ini. Karena yang dua media Australia sebut itu adalah SBY sebagai seorang "oknum" pejabat presiden yang telah menyalahgunakan jabatannya itu, maka dalam memberi tanggapan, komentar, dan sanggahan seharusnya pihak SBY tidak berhak menggunakan sebutan "pemerintah." Seharusnya sebutan yang dipakai adalah, misalnya dengan meminjam pernyataan Daniel Sparingga di atas adalah: "Tanggapan pihak SBY memang telah dimuat ..." dan seterusnya, bukan "Tanggapan Pemerintah memang telah dimuat ..." Selanjutnya, Daniel mengatakan: "...Pemuatan tanggapan kami di dua media massa Australia tersebut jelas tidak penah cukup untuk memulihkan martabat bangsa yang telah direndahkan. Penghinaan ini tidak mudah dimaafkan." Pertanyaannya adalah, apakah pemuatan berita tersebut memang telah merusak martabat bangsa, ataukah martabat SBY cs? Tentu kedua hal tersebut tidak bisa diidentikkan begitu saja. Meskipun semua isi berita tersebut belum tentu benar, tetapi juga bukan berarti semua itu tanpa dasar/indikasi sama sekali. Indikasi-indikasi tersebut sangat ada. Misalnya, selama pemerintahan SBY ini praktik KKN semakin merajalela, kasus Bank Century, mafia hukum dan mafia pajak semakin jauh dari penyelesaiannya, dan sejenisnya, yang pada intinya bermuara pada satu kesimpulan bahwa tingkat kepercayan publik terhadap SBY merosot tajam. Itu semua akibat ulah dan gaya pemerintahan SBY sendiri, maka orang akan mudah curiga dengan kebersihan pemerintahan SBY tersebut. Maka, tidak aneh kalau kemudian muncul berita sebagaimana dilangsir oleh dua koran terkemuka Australia tersebut. Sebelum itu pun, di internet banyak bertebaran isu-isu sejenis. Kalau pemerintahnya benar-benar bersih, kuat, tegas, benar-benar mengayomi rakyatnya, menjalankan kewajibannya sesuai dengan Konstitusi, kemudian masih ada pemberitaan seperti itu, tanpa perlu dibilang lagi, maka rakyat Indonesia akan ikut tersinggung dan marah. Faktanya, adalah apakah ada reaksi seperti itu dari rakyat Indonesia? Yang ada adalah reaksi yang sangat reaktif dan defensif dari kubu SBY sendiri. Bahkan terkesan sangat panik. Masyarakat sendiri terkesan cuwek. Seolah-olah mereka mau mengatakan: Itu urusan SBY sendiri. Bukan urusan rakyat Indonesia. Bahkan kalau media internet dijadikan ukuran, mayoritas, sepertinya lebih percaya Wikileaks daripada bantahan-bantahan pihak SBY. Jadi, hendaknya jangan terlalu gampang mengcampuradukkan antara martabat bangsa dengan martabat seorang presiden sebagai pribadi, keluarga, dan para konco-nya. Seolah-olah supaya mendapat dukungan rakyat atas perbuatan mereka sendiri. Daniel Sparingga mengatakan bahwa meskipun klarifikasi telah dimuat, tetapi dua koran Australia tersebut tidak mudah dimaafkan. Meskipun sebenarnya, mereka tidak pernah minta maaf. Lantas, kalau merasa tidak cukup dengan dimuatnya klarifikasi tersebut, pihak SBY mau apa lagi? Mengharapkan dua koran itu minta maaf? Rasanya akan percuma, pihak SBY tetap merasa belum cukup. Terbukti dari pernyataan Daniel sendiri, yang mengatakan kedua koran itu tidak mudah dimaafkan. Lalu, apa? Menuntut secara hukum dua koran tersebut? Seharusnya inilah langkah yang paling tepat. Kalau kubu SBY sungguh-sungguh merasa bahwa berita dua koran itu benar-benar suatu berita fitnah, yang sedikitpun tidak ada benarnya. Karena hanya lewat jalur hukumlah semuanya akan jelas. Jangan memberi kesan, meskipun katanya difitnah, tetapi kok takut melakukan penuntutan? Apakah takut menuntut karena nanti lewat proses hukum tersebut malah semua data rahasia yang belum terkuak, malah semuanya terbongkar di pengadilan? Kalau memang benar-benar yakin bersih, tentu tak ada yang perlu ditakuti. Jangan dicampuradukkan antara martabat bangsa dan martabat SBY pribadi. Dalam kasus ini, SBY cs-lah yang harus bertarung dengan The Age dan The Sidney Morning Herald, karena semua itu akibat ulah mereka yang membawa-bawa nama bangsa hanya supaya dapat dukungan. Yang sungguh-sungguh membawa martabat bangsa adalah persoalan TKW yang tidak pernah habis-habisnya; yang meskipun ditelantarkan, disiksa, diperkosa, bahkan dibunuh, tidak pernah mendapat perhatian dan penyelesaian serius dari pemerintah. Yang sungguh-sungguh membawa martabat bangsa adalah persoalan praktik KKN, mafia hukum, dan pajak, yang semakin lama semakin merajalela, tetapi juga semakin jauh dari penyelesaiannya. Yang sungguh-sungguh membawa martabat bangsa adalah ketika pemerintah sering sekali tidak hadir di kala rakyatnya dari kaum minoritas dipaksa untuk tidak menjalani keyakinan agamanya dengan cara-cara yang anarkis, bahkan sampai pada taraf pembunuhan atas nama agama. Yang sungguh-sungguh membawa martabat bangsa adalah ketika pemerintah dengan terang-terangan tidak menjalani amanah yang ditentukan oleh Konstitusi untuk menjamin dan mengayomi setiap penduduknya dalam menjalani agama dan kepercayaannya masing-masing. Sebaliknya tunduk kepada tekanan sebagian kecil ormas anarkis yang selalu membawa-bawa nama agama untuk menekan orang-orang yang tidak sekeyakinan dengan mereka, Anehnya lagi, meskipun sebelumnya mengatakan bahwa bangsa Indonesia telah dihina, dan martabat bangsa telah sangat direndahkan, Daniel Sparingga melanjutkan dengan mengatakan bahwa pemerintah belum ada niat melakukan langkah hukum untuk menggugat kedua media tersebut. Alasannya, karena menggugat media itu selalu membutuhkan waktu yang panjang, dan proses pengadilan yang rumit. Selain itu menggugat media juga merupakan langkah yang tidak popular "Pertarungan melawan media juga bukan pertarungan yang mudah dimenangkan...," katanya. Apakah ini bukan pernyataan yang kontradiksi? Kalau sudah memang benar menyangkut martabat bangsa, kok baru membayangkan rumitnya jalur hukum menggugat media, belum apa-apa sudah kalah sebelum bertarung? Kalau berani dan demi martabat bangsa, gugat saja kedua media Australia, jangan pakai alasan macam-macam: rumit lah, membutuhkan waktu panjang lah, tidak mudah menang lah, dan sejenisnya. Katanya, demi martbat bangsa? Masa begitu membayangkan akan menempuh waktu panjang dan rumit, belum apa-apa sudah angkat tangan? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline